Part 19

28 5 18
                                    

Gue balikkk~
.
.
.

Asahi baru saja keluar dari kamar mandi—setelah membersihkan jejak air mata dan rambut yang sedikit kusut karena ulahnya sendiri. Didapatinya Aerii yang sudah tidur dengan lelap, ia mendekat perlahan. Kemudian mengusap pelan kepala gadis itu.

Pandangannya menyapu ke perut gadis tersebut yang tertutup oleh selimut.

"Gugurin?" gumamnya.

"Sadar, Sa. Itu anak lo. Jangan egois, masih banyak orang di luaran sana yang ngga bisa punya anak." Lelaki itu menampar kecil pipinya—berusaha menyadarkan diri dari pikiran negatif.

Ia kembali melirik wajah Aerii, terbesit rasa penasaran. Apakah benar gadis itu mengandung anaknya?

Mengacak rambut frustasi, lelaki itu memilih untuk pulang. Hujan juga sudah reda, tidak ada alasan lagi baginya untuk berlama-lama di rumah itu.

Setelah menutup pintu kamar dengan pelan—agar tidak menimbulkan suara—Asahi segera bergegas turun ke bawah dan memacu mobilnya, meninggalkan kediaman Aerii. Mobil sport berwarna merah yang ia kendarai membelah jalanan yang sepi karena hujan tadi.

Ponselnya berdering, panggilan masuk dari Hana. Lelaki berdarah Jepang itu menepikan kendaraannya, lalu mengangkat telepon tersebut.

"Sa, jemput aku boleh?" Suara parau menyambut gendang telinga.

Tanpa bertanya lebih lanjut, lelaki itu segera pergi menjemput Hana. Ia khawatir setelah mendengar suara gadis tersebut yang begitu parau.

Tak butuh waktu lama, mobil merah sudah terparkir di depan gerbang. Dapat ia lihat dengan jelas Hana yang sudah menunggunya di pos satpam. Sang empu turun untuk melihat keadaan si gadis. Kacau, itu yang ia lihat.

"Kamu kenapa?"

Hana mendongak setelah mendengar suara orang yang ditunggu. Gadis itu segera memeluk erat tubuh lelaki tersebut dan kembali menangis dengan tersedu.

"Tunggu di mobil dulu, ya? Aku mau pamit sama papa kamu."

"Ngga usah. Ayo, pergi ...!"

Asahi tidak menghiraukan ucapan Hana yang terus mengajaknya segera pergi dari sana. Dengan sedikit paksaan, akhirnya si gadis sudah duduk dengan tenang di dalam mobil. Lelaki itu segera berlari masuk ke dalam rumah.

Ia dapat melihat tuan Jang yang berdiri di depan pintu rumah—seakan sedang menunggunya untuk datang.

"Hana kenapa, Pa?" tanya lelaki itu begitu sampai.

Yang tua mengembuskan napasnya gusar, lalu berkata, "Ini semua salah saya, kamu tolong jagain dia, ya? Saya bakalan urus semua ini sampai beres. Kamu tidak keberatan, 'kan?"

Asahi mengangguk mantap. Ia yakin bisa menjaga Hana untuk sementara waktu. Ya, semoga saja.

Tuan Jang tersenyum singkat, lalu berbalik badan. Baru dua langkah, lelaki paruh baya itu mengehentikan langkahnya. "Satu lagi. Kalau bisa, kamu jangan buat dia menangis lagi. Cukup saya yang jadi lelaki brengsek di matanya," ucapnya tanpa memalingkan wajah.

Jangan buat dia menangis lagi.

Asahi terus saja terpikirkan ucapan itu sampai ia tiba di rumah dengan Hana yang sudah tertidur dalam gendongannya. Kelihatan sekali jika gadis itu banyak menangis akhir-akhir ini dan sering tidur larut malam, terbukti dari kantung matanya yang mulai menghitam.

Lelaki itu dengan susah payah menekan bel, gadis dalam gendongannya membuat pergerakannya terbatas. Tak butuh waktu lama, pintu utama terbuka dengan mama Asahi yang memasang raut terkejut sekaligus khawatir.

Asahi My Mine! (AMM) [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang