(POV Dimas)
Aku membelokkan mobil memasuki pelataran parkir sebuah mall. Setelah melepas seatbelt dan mematikan mesin mobil, kuajak Ning untuk segera turun.
Mata gadis itu terpelongo ketika menatap bangunan megah mall berlantai tujuh di hadapannya.
"Ayo masuk. Jangan bengong." Aku berkata seraya berjalan mendahului Ning.
"Mas, tunggu." Ning mengejar di belakang. Mengingat mall ini cukup luas, aku pun memilih berhenti, lalu menggandeng Ning daripada gadis itu tersesat dan hilang.
"Dingin banget, Mas ...." ujar Ning lirih ketika kami memasuki lantai dasar gedung mall.
"Di kamar Mas Dimas juga dingin sih, tapi di sini lebih dingin." Ia menceracau lagi.
Beberapa kali Ning bersenggolan dengan pengunjung lain saat kami berjalan menyusuri bagian dalam gedung mall. Dan itu terjadi karena ketidak-hati-hatian Ning yang kerap berhenti mendadak saat matanya melihat sesuatu yang dirasanya menarik.
"Matamu lihat ke depan kalau jalan, Ning," tegurku tanpa menolehnya.
"M-maaf, Mas," jawabnya takut-takut, setelah itu Ning lebih berhati-hati dalam langkahnya.
Beberapa pasang mata menyorot kami dengan tatapan aneh ketika aku mengajak Ning membelokkan langkah memasuki sebuah stand pakaian khusus wanita.
"Selamat siang. Ada yang bisa dibantu, Mas?" sapa pramuniaga toko tanpa sudi menatap ke arah Ning di sebelahku.
"Siang. Tolong bantu istri saya untuk mencari beberapa model pakaian yang sesuai." Aku menjawab si pramuniaga yang tampak tercengang ketika aku mengucap kata istri sambil melirik Ning.
"Kau pergilah dengannya, Ning. Pilih mana saja yang kau mau," kataku kepada Ning yang wajahnya justru mengerut seperti ketakutan.
"Mari, Mbak. Ikut saya," ucap si pramuniaga yang kini mendadak bersikap ramah pada Ning.
Aku mengisyaratkan lewat tatapan mata kepada Ning agar ia mengikuti pramuniaga tersebut.
Mau tak mau, Ning pun menurut pada perintahku. Setelah Ning dan pramuniaga tersebut menuju ke arah salah satu rak yang berisi deretan pakaian untuk dijual, aku memilih duduk di atas sebuah bangku panjang berlapis beludru yang disediakan khusus bagi pelanggan toko.
Sekitar lima menit kemudian, Ning datang menghampiriku dengan beberapa helai pakaian yang disampirkan di tangan kiri dan kanannya.
"Sudah?" tanyaku.
Ning menggeleng.
"Lalu itu?" Mataku mengarah pada tumpukan pakaian di tangan Ning.
"Dia memilihkan semua ini untuk Ning, Mas. Tapi Ning rasa ini tidak cocok," jelasnya kemudian.
Aku menghela napas sesaat, kemudian bangkit berdiri.
"Mana sini?" kataku sambil meminta Ning menyerahkan tumpukan pakaian tersebut kepadaku satu per satu.
Dan setelah memeriksa pakaian demi pakaian yang dipilihkan oleh pramuniaga untuk Ning, aku pun mengambil satu kesimpulan. Selera pramuniaga tersebut ternyata payah.
"Baiklah, letakkan saja semua di situ. Kau pilih saja yang menurutmu sesuai dengan seleramu, Ning. Asal jangan seperti yang kau pakai sekarang," kataku sambil menunjuk kearah pakaian yang ia kenakan dari rumah tadi.
"Tapi sepertinya di sini nggak ada pakaian yang cocok buat Ning, Mas," keluh gadis itu dengan wajah memelas.
"Mungkin sebaiknya kita pulang saja," lanjutnya lagi, yang membuatku menggeleng tegas.
![](https://img.wattpad.com/cover/264121291-288-k59420.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MEREBUT HATI SUAMIKU [TAMAT]
RomantikSebuah pernikahan beda kasta yang penuh lika-liku. Sanggupkah Ning meluluhkan hati suaminya, atau ia justru memilih melabuhkan hati pada yang berkenan menerima?