Ning Pingsan

2K 78 0
                                    

POV Author

Panji mengusap pelan punggung istrinya. Perasaan bersalah lah yang mendorongnya melakukan itu. Meski tak ada hati, ia tetap berusaha untuk tidak menyakiti. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.

"Maafkan aku, Nji. Aku terlalu kekanakan." Arum mengusap kelopaknya setelah pelukan keduanya terlerai. Panji tersenyum menatap istrinya.

"Asal kamu tahu, Rum. Kamu jelek kalau ngambek," godanya sambil menyentil hidung bangir Arum.

"Aku cantik juga gak ada bedanya, Kan? Sama-sama nggak merebut hatimu juga," sahut Arum dengan mimik cemberut.

"Ya sudah, aku berangkat dulu, ya? Kalau bisa, tolong bantu ibuku membujuk Dimas. Siapa tahu kamu juga didengar olehnya." Panji berkata sambil menatap lurus-lurus pada Arum.

Perempuan berkulit putih itu mengangguk meski ekspresi wajahnya menunjukkan tak yakin. Tak yakin bisa membujuk Dimas, maksudnya.

"Akan kuusahakan," jawab Arum akhirnya.

"Terima kasih, istriku."

Dada Arum terasa berdesir kala Panji mengucapkan kalimat tadi.

'Seandainya dia mengatakannya dengan cinta,' batin Arum penuh harap. Tapi ia sadar, masih butuh perjuangan untuk membuat suaminya bertekuk lutut dan sepenuhnya mencintai.

***

Sepagian ini kepala Ning terasa pusing. Setelah mengambil sarapan untuk suaminya yang masih membatu seperti hari-hari lalu, Ning merasa sekujur tubuhnya terasa lemas.

Dimas yang diam-diam memperhatikan, sebenarnya merasakan khawatir melihat kondisi Ning yang tak seperti biasanya. Ingin bertanya, tapi rasa gengsi menahannya. Jadi, yang dilakukannya hanya diam-diam mengawasi.

"Kalau kau sakit kenapa tak istirahat saja," ujar Dimas di ujung rasa gemasnya karena Ning yang sudah jelas tampak loyo itu masih memaksakan diri untuk membersihkan seisi ruangan kamar.

Mendengar perkataan suaminya yang bernada perhatian itu, Ning menoleh. Ditatapnya Dimas yang juga sedang memandanginya.

Hati Dimas jadi tersentuh melihat pendar di mata istrinya. Sorot mata itu seolah berkata bahwa si empunya rindu. Rindu pada kasih sayang suaminya, rindu pada canda tawa mereka, juga ... rindu ingin bermanja di pelukannya.

Dimas tahu, Ning merindukan semua kebiasaan lama yang telanjur tercipta di antara mereka, kebiasaan lama yang membuat cinta keduanya semakin berbunga, juga kebiasaan lama yang membuat mereka merasa menjadi pasangan paling bahagia.

Dimas tahu itu semua, karena ia juga sama. Sebesar apa kerinduan di hati istrinya, sebesar itu pula yang Dimas rasakan di hatinya.

"Istirahatlah, nanti kau sakit. Siapa nanti yang akan mengurus semua kebutuhanku?" Dimas berkata lagi, kemudian memutar kursi rodanya. Dengan tangan, ia menggerakkan ban roda menuju ke arah balkon.

Lelaki itu mengusap sudut matanya yang basah. Merasa dirinya menjadi lelaki paling bajingan se-dunia, karena begitu mudah mematahkan hati wanita yang sangat mencintainya.

Ketika merasa hidupmu hanya akan menghambat jalan kebahagiaan orang lain, maka jalan terbaik adalah melepasnya.

Dimas ingin melepaskan Ning, supaya wanita itu bisa melanjutkan hidup tanpa harus terbebani suami yang tak berguna seperti dirinya.

Harapan yang tadinya sempat terbit di hati Ning, seketika pupus ketika melihat suaminya berpaling dan meninggalkannya begitu saja. Ditahannya perih yang terasa menggores dada, lalu kembali melanjutkan niatnya semula.

MEREBUT HATI SUAMIKU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang