POV Dimas
"Mas pergi dulu ya, Ning. Mungkin pulangnya agak malam, karena hari ini ada meeting dengan client di luar kota." Aku berpamitan pada Ning setelah selesai sarapan pagi itu.
"Njih, Mas. Hati-hati di jalan," ucapnya. Bibir kemerahan alami itu menyunggingkan senyum, kemudian meraih tangan kananku dan menciumnya.
Kukecup kening istriku agak lama. Sebenarnya, aku paling malas pergi jauh-jauh ke luar kota hanya untuk sekedar meeting. Tapi aku juga tak bisa mengabaikan keinginan client perusahaan. Maka mau tak mau aku harus ikut demi tak mengecewakan mereka.
"Mas pergi sekarang. Baik-baik di rumah, Ning." Kataku lagi setelah melepaskan kecupan di kening wanita terkasih.
Ning mengangguk sekali lagi, dan aku pun segera berangkat karena sebelum ke luar kota, aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan dulu di kantor perkebunan.
Hari yang sibuk kulalui seperti biasa di kantor. Berkutat dengan berkas-berkas dan faktur jalan untuk pengiriman barang, juga laporan-laporan dari para bawahan.
Semua kukerjakan dengan secermat mungkin agar tak ada satu pun yang missed.
Setelah tak ada lagi dokumen yang harus kuperiksa, aku pun segera bersiap untuk berangkat ke tempat meeting yang akan menempuh waktu perjalanan sekitar dua jam.
Sempat kulirik jam tangan yang tengah kupakai, menunjukkan pukul sepuluh pagi sekarang. Timing yang pas untuk berangkat sekarang agar saat tiba di sana bertepatan dengan jam makan siang.
Mobil kulajukan dengan kecepatan stabil supaya tidak terlalu cepat sampai, juga tidak sampai telat di tempat meeting. Aku paling menghindari tiba lebih awal dalam setiap temu janji karena enggan jika harus menunggu yang lain datang. Sebisa mungkin aku datang tepat waktu saja.
Sambil berkendara, pikiranku melayang kemana-mana sebelum akhirnya berhenti pada ingatan tentang Handoyo si bandot tua. Teringat pada ancamannya untuk mencemarkan namaku di kalangan elit para pengusaha.
Ada kekhawatiran di dalam sini, bagaimana jika ia benar-benar menjalankan ancamannya?
Tentu akan sangat memalukan jika foto-fotoku bersama Kia hari itu tersebar di kalangan para pengusaha.
Yah ... walau banyak di antara mereka yang sama brengseknya denganku, tapi selama ini aku selalu berusaha mem-branding diri sendiri dengan image yang baik agar disegani.
Tapi image-ku bisa rusak --tidak-- bukan hanya rusak, tapi pasti akan hancur jika mereka tahu mengenai skandalku bersama Kia.
Dan yang paling membebaniku adalah karena aku membawa nama baik almarhum ayah dalam meneruskan usaha keluarga yang sekarang kugeluti.
Ayahku, Raden Mas Adjie Tjokro adalah seorang pengusaha sukses yang sangat disegani. Baik oleh bawahan, maupun rekan-rekan bisnisnya.
Tak hanya handal dalam membesarkan usaha, ayahku juga terkenal sangat menjaga kehormatannya. Semua juga tahu, ayah hanya memiliki satu orang wanita dalam hidupnya, yakni ibuku.
Selain hal-hal di atas, aku juga memikirkan bagaimana jika seandainya keluarg pun ikut mengetahui masalah ini?
Sungguh, aku tak dapat membayangkan bagaimana reaksi ibu jika sampai ia tahu.
Aku memang laki-laki brengsek, tapi sangat menjaga perasaan ibu. Tak ingin sampai menyakiti hatinya. Dan karena itu pula, ketika dulu ibu memohon agar aku mau dijodohkan dengan Ning, aku tak kuasa menolaknya.
Pukul dua belas lewat lima, aku telah tiba di depan sebuah restoran yang menyatu dengan resort, di mana tempat meeting hari ini diadakan.
Begitu selesai memarkir mobil dengan rapi, aku pun langsung berjalan memasuki kawasan resto yang cukup luas dengan sebuah halaman berumput yang dibuat menyerupai taman.
![](https://img.wattpad.com/cover/264121291-288-k59420.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MEREBUT HATI SUAMIKU [TAMAT]
RomanceSebuah pernikahan beda kasta yang penuh lika-liku. Sanggupkah Ning meluluhkan hati suaminya, atau ia justru memilih melabuhkan hati pada yang berkenan menerima?