Moza

2.6K 178 1
                                    


(POV Author)


"Syaratnya adalah harus aku sendiri yang memakaikannya ke tubuhmu, Ning."

Smburat merah itu pun langsung memenuhi seluruh permukaan wajah Ning yang polos. Dan entah kenapa, Dimas sangat menyukai reaksi Ning yang terlihat malu-malu.

"A-apa ... apa harus seperti itu syaratnya, Mas?"

Wajah polos itu membuat Dimas kian merasa gemas. Tapi lelaki itu berusaha keras menyangkal perasaannya. Tidak mungkin dia jatuh hati kepada Ning.

Sekali pun ia tak suka melihat Ning diperlakukan buruk hanya karena penampilannya yang kuno dan ndeso, itu bukan berarti ia menaruh hati pada gadis itu.

Kasihan.

'Ya, kasihan lah yang lebih tepat untuk menyebut perasaanku ini.'

"Sudah lupakan saja, Ning. Aku hanya bercanda tadi. Ayo kita pulang." Dimas berkata, menepis dan menyangkal kata hatinya sendiri.

Lelaki itu berjalan cepat menuju mobilnya yang terparkir beberapa meter lagi di depan.

"Cepat, Ning. Jangan sampai kau kutinggal di sini!" seru Dimas tanpa menoleh, namun bibir itu melengkungkan senyuman ketika mendengar derap langkah Ning yang tengah berlari ke arahnya.

***

"Loh, habis belanja kalian?" Bu Wina, ibunya Dimas bertanya saat melihat sang putra dan menantunya tiba di rumah dengan beberapa buah paper bag berisi belanjaan.

"Njih, Bu." Ning menjawab takut-takut. Ia merasa tak enak pada ibu mertuanya karena takut dianggap boros.

"Alhamdulillah. Gitu dong sama istri, yang perhatian gitu. Walau bagaimana, seorang istri adalah pakaian suami. Buruk istri adalah buruk suami. Jika istrimu cantik, terawat, kamu juga yang mendapat pujian karena dianggap telah berhasil sebagai suami.

Begitu pun sebaliknya. Baik buruk suami, jangan diumbar. Jangan jadikan permasalahan dalam rumah tangga kalian menjadi konsumsi publik.

Kalian masih sangat baru dalam berumah tangga, maka wajar jika terjadi gesekan-gesekan. Karena menyatukan dua orang yang berbeda hati dan isi kepalanya itu memang tak mudah.

Kamu sebagai suami, harus bisa mengayomi, mendidik, juga melindungi istrimu, Dimas. Ning juga begitu, ya. Harus bisa menjaga kehormatan suami, serta taat dan patuh apa kata suami selama itu tidak bertentangan dengan ajaran agama. Ya Ning, ya?"

"Njih, Bu," jawab Ning sembari mengangguk patuh. Beda halnya dengan Dimas yang tampak bosan mendengar wejangan dari ibunya yang panjang kali lebar barusan.

"Dimas mau naik dulu, Bu."

Bu Wina mengiyakan ucapan putranya seraya memberi kode pada Ning untuk mengikuti Dimas ke atas.

***

Ning sedang mengemasi pakaian-pakaian beserta beberapa setel underware yang tadi dibelikan suaminya.

Saat melipati underware-underware tersebut, tiba-tiba Ning teringat pada ucapan Dimas saat di mall tadi. Wajah Ning mendadak bersemu saat mengingatnya, meski tak begitu jelas apa maksudnya.

"Kalau kau sudah selesai tolong buatkan aku kopi, Ning." Perintah Dimas sambil menyeberangi ruang kamarnya yang luas untuk menuju ke kamar mandi.

"Injih, Mas."

Tanpa menunggu sampai kegiatannya melipat pakaian dan underwear-nya, Ning pun segera beranjak berdiri. Gadis itu segera keluar kamar dan turun ke lantai bawah dan terus ke dapur.

MEREBUT HATI SUAMIKU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang