Kaivan melenguh saat sinar matahari mengenai wajahnya, ia membuka perlahan matanya untuk menyesuaikan cahaya matahari yang masuk ke retina matanya.
"Sudah bangun? tangannya sakit?" tanya Devina yang tadi membuka gorden jendela kamar Kaivan.
Kaivan menggeleng sebagai jawabannya, "sekarang jam berapa, Ma?"
"Sekarang jam delapan."
"HAH? TELAT DONG BUN?!" pekik Kaivan yang langsung menyibakan selimutnya. Tak memperdulikan lukanya yang belum kering, ia segera berlari ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Hari ini hari pertama Kaivan ujian sekolah, bisa-bisa ia tidak lulus sekolah nanti. Kalaupun lulus pasti nilainya sangat buruk, mendapatkan nilai buruk adalah neraka bagi Kaivan.
"Astaga, jangan ke sekolah dulu ya? luka kamu belum sembuh," ujar Devina yang melihat Kaivan sudah keluar dengan mengenakan seragam sekolahnya.
"Tapi hari ini ujian, kalo nggak lulus gimana?" tanya Kaivan yang kesulitan memakai dasinya, Devina mendekat untuk membantu Kaivan memasang dasi.
"Luka kamu belum sembuh, Nak."
"Lukanya kan nggak parah," balas Kaivan tak mau mengalah. Lagian yang terluka itu hanya tangan, ia masih bisa berpikir.
"Ya sudah, tapi jangan sampai kamu kenapa-napa lagi, oke?" pinta Devina yang telah selesai memakaikan dasi anaknya itu.
"Siap!"
______
Kaivan duduk di salah satu meja kantin sendirian, ia merutuki dirinya sendiri karena tidak memperhatikan jadwalnya. Ia mendapat jadwal ujian di sesi ke-2, dimana ujian itu akan dilaksanakan jam 10 nanti. Masih tersisa satu setengah jam lagi untuk masuk ke ruang ujian.
"Hey?" panggil seseorang yang membuat Kaivan mendongak, ia menaikkan satu alisnya sebagai tanda bertanya ke orang yang ada di depannya.
"Kok sendirian di sini? kamu nggak ikut ujian? atau bukan kelas sembilan?" tanya orang itu dengan cepat, tak memberikan celah Kaivan untuk menjawab.
"Sesi dua," balas Kaivan singkat.
Orang itu mengangguk, kemudian duduk di depan Kaivan. Padahal masih banyak meja yang kosong, entah apa yang akan di lakukan oleh orang di depannya itu, Kaivan tak peduli. Ia lebih memilih mengerjakan soal di depannya.
"Lagi belajar matematika ya? eh aku tau nih," kata orang itu tiba-tiba mengambil buku Kaivan dan mengerjakan soal yang tadi Kaivan baca.
Baru beberapa detik ia melihat orang itu menulis rumus di bukunya, Kaivan berdecak. Ia kembali merebut bukunya dan menyoret semua yang di tulis oleh orang itu.
"Salah, yang lo tulis itu rumus luas selimut kerucut bukan luas selimut tabung. Ini pake dua-dua per tujuh bisa, hasilnya empat ratus empat puluh bukan empat ratus lima puluh. Sok-sok an bisa," jelas Kaivan panjang lebar dengan tangannya yang menulis rumus dan angka di bukunya dengan rapi.
Orang di depannya itu termangu lalu meringis karena merasa malu, padahal ia tadi sudah bicara dengan songong bisa mengerjakan soal itu. Tapi malah ia yang jadi di ajari oleh bocah SMP di depannya itu.
"Hehehe, btw nama ku Kalila. Nama kamu siapa?" tanya orang itu yang mengulurkan tangan kanannya.
Kaivan hanya menatap Kalila dengan datar, ia terus-terusan mengumpat dalam hati karena diganggu oleh orang yang tak ia kenali. Lagipula tanpa Kalila bertanya pun harusnya ia tahu siapa namanya jika gadis itu bisa lebih pintar lagi, melihat name tag nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Prince [ hiatus ]
FantasyKaivan Tarachandra, nama Putra Mahkota dari Raja Rafandra dan Ratu Devina yang hilang lima belas tahun silam. Kaivan hanya remaja biasa yang cukup banyak dikenal oleh orang-orang di tempat tinggalnya, setidaknya sebelum dua orang yang seumuran deng...