part 20

711 49 5
                                    

"Sampai jumpa, Ila."

"Sampai jumpa, Ila."

Kaivan mengikuti ucapan Nasya, ia tak mau tubuhnya dipinjam oleh arwah itu lagi.

"Kak Nana?" panggil Kalila.

Kaivan menatap Kalila yang menatap lurus ke depan, dimana Nasya berdiri di depan Kalila.

Biasanya orang biasa yang bisa melihat makhluk tak kasat mata, orang itu berada didalam keadaan sangat lelah atau pikiran mereka sangat kacau. Kaivan menebak jika Kalila sedang mengalami salah satu dari itu.

"Kamu bisa lihat aku?" tanya Nasya dengan ekspresi terkejut.

Tangan Kalila menggapai tubuh Nasya, namun naasnya tangan itu menembus tubuh Nasya. Kalila sudah tak bisa menahan tangisannya lagi, walaupun tak bisa memeluk tubuh itu, setidaknya ia masih bisa melihat wajah sang kakak.

Nasya hanya bisa melihat adik bungsunya menangis, tubuhnya perlahan-lahan berubah menjadi tubuh aslinya. Bukan lagi wajah cantik yang pucat, melainkan wajah yang sudah rusak penuh darah dengan daging-daging busuk yang keluar dari pipinya.

Sedangkan Kalila tersentak kaget, ia tak percaya makhluk di depannya itu adalah kakaknya. Yang Kalila tahu, kakaknya adalah perempuan tercantik yang pernah ia kenal, bukan makhluk menyeramkan yang ada di depannya sekarang.

Tangan Kaivan yang tadinya menggenggam tangan Kalila kini berpindah ke bahu Kalila dan memutar tubuh itu menghadap ke arahnya, Kaivan hanya tak mau membuat anak orang trauma karena melihat kakak perempuannya berubah menjadi menyeramkan.

Kaivan yang tadinya ragu untuk membalas pelukan Kalila, kini langsung memeluknya saat Kalila hendak memutar tubuhnya ketika mendengar teriakan Nasya yang kesakitan.

Tangan Kaivan menutup kepala Kalila yang masih ingin melihat keadaan Nasya, sedangkan Kaivan sendiri hanya menatap datar Nasya yang perlahan hilang karena terbakar.

"Ngeyel banget sih!" kata Kaivan dengan sedikit kesal lantaran Kalila masih saja ingin melihat, untung saja sudah tidak ada siapapun.

"Kok lo marah?"

Kaivan menatapnya sengit, "nggak."

"Ayo pergi," ajak Kaivan karena Kalila tak beranjak dari tempatnya, padahal Kaivan sudah beberapa langkah darinya.

"Kaki gue lemes," kata Kalila dengan cengiran di wajahnya yang terlihat pucat.

Kaivan berdecak, ia kembali mendekati Kalila dan menyuruh Kalila naik ke punggungnya. Padahal tubuhnya juga lelah, tapi ia harus memegang ucapan Jizan untuk menjaga adik kembarnya.

"Gue berat?"

"Ya."

"Beneran? padahal Jizan bilang gue enteng," kata Kalila namun tak digubris oleh Kaivan, karena apa yang dikatakan Kalila itu benar.

"Kai, waktu pertama kali lo liat hantu, takut nggak?" tanya Kalila yang mengganti pertanyaannya.

Kaivan terdiam sebentar.

"Nggak."

"Dari kapan lo bisa liat?" tanya Kalila lagi.

"Lo lagi wawancara?" tanya Kaivan dengan nada sedikit ketus, sebenarnya Kalila boleh bertanya apapun tapi pengecualian untuk masalah penglihatannya.

"Ganti pertanyaan," kata Kaivan lagi saat merasakan gerakan tubuh Kalila menjadi tegang.

"Sebelum lo pindah ke sekolah kita, lo dimana?"

"Wilayah timur."

"Hah? itu kan cuma dua tiga jam an dari sini? kenapa Leesha bisa nggak pernah ketemu sama lo?" tanya Kalila dengan nada terkejut, membuat telinga Kaivan berdenging.

The Crown Prince [ hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang