Berkunjung

1.3K 131 5
                                    

"Aku pulang."

"Selamat datang kakak!" teriakan dari kedua adik manis Naruto membuat seisi rumah langsung ramai.

"Kak, tadi seru sekali lho mandi di kolam. Kenapa kakak tidak ikut saja?" Hima memulai pembicaraan, menanyakan kenapa sang kakak tidak ikut bermain air bersamanya.

"Ah, kakak baru saja membeli buku cerita, Hima." diperlihatkannya plastik berisi novel pada kedua adiknya.

"Bacakan untukku! Bacakan!" kata Boruto yang terlihat penasaran dengan isi cerita dari novel-novel tersebut.

"Iya! Bacakan untukku juga!" Hima juga ikut memohon seperti Boruto.

"Gukguk!" tak mau kalah, Kurama pun bertingkah seperti kedua adik Naruto yang saat ini merengek kepada kakak tertuanya.

"Buku ini bukan untuk anak kecil. Besok kalau kalian sudah seumur kakak, kalian baru boleh membacanya." jawab Naruto disertai senyum tiga jari sambil menepuk kepala Boruto, Himawari, dan Kurama.

"Huh, kakak pelit!/Peliit!/Gukguk!" teriak mereka bertiga bersamaan.

"Anak-anak. Ayo makan. Ibu sudah memasakkan masakan yang spesial untuk kalian."

Mereka bertiga segera menuju ke dapur. Di meja telah tersedia sup dan ayam saos pedas kesukaan Boruto.

Saat makan, Naruto lebih banyak diam. Sedangkan kedua adiknya mengomel pada Kushina karena tidak diperbolehkan membaca buku cerita yang baru saja dibeli oleh sang kakak.

"Naruto."

"Iya, bu."

"Kau tidak pergi liburan bersama teman-temanmu?" tanya Kushina.

"Huh? Aku hanya ingin berada di rumah saja bu." jawab Naruto singkat sambil menikmati masakan sang ibu yang memang sangat sedap dan tak ada duanya.

"Benarkah? Sepanjang tahun yang kau lakukan saat liburan hanya berada di rumah. Tidakkah kau ingin bepergian bersama teman-temanmu? dengan... Sakura, ya? kalau tidak salah?"

"A-apa sih maksud ibu?! A-aku sudah kenyang! Terima kasih atas makanannya."

Naruto yang salah tingkah menghabiskan makanannya dengan cepat dan berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Kushina hanya tertawa geli melihat putra sulungnya yang kini mulai beranjak remaja.

.
.
.

Naruto POV

Apa sih maksud ibu?
Kenapa aku harus menghabiskan liburanku bersama teman-teman kalau dengan di rumah saja sudah membuatku senang?
Dan lagi saat ibu menyebut nama Sakura, kenapa aku jadi gelagapan? Bukannya dia hanya temanku?

Ah... sudahlah.
Sudah satu tahun aku dipusingkan dengan kehidupan di SMA-ku yang dipenuhi berbagai kejutan.

Liburan ini akan ku habiskan sepenuhnya untuk menjadi diriku sendiri. Aku akan membaca novel seharian, bermain bersama Hima, Boruto, dan Kurama, membersihkan rumah, lalu... hmm... yah pokoknya bersenang-senang dengan caraku.

Yosh!
Sekarang saatnya aku membaca novel yang sudah ku beli. Sepertinya aku akan membaca novel Confession Rehearsal dulu.

Naruto POV End

Plastik yang berisi novel pun diraih oleh si surai kuning. Ia keluarkan semua novelnya.

Namun, Naruto terlonjak kaget karena novel yang ingin dibacanya ternyata tidak ada di dalam plastik. Ia mencoba mengabsen lagi novel-novel tersebut, namun hanya ada 3 buah novel yang tergeletak.

Naruto mencoba mengingat kembali tiap-tiap kejadian dari mulai berada di toko buku hingga kembali ke rumah.

Ketinggalan? Tidak mungkin. Ia ingat betul memperlihatkan novel tersebut pada Sakura saat perjalanan pulang.

Terbawa oleh Sakura? Jelas tidak. Sakura hanya meminjam sekilas lalu dikembalikan lagi pada Naruto.

Atau Naruto sudah mengeluarkan novel tersebut sejak tiba di rumah?

Seingat dia, semenjak sampai di rumah ia langsung meletakkan plastik tersebut di kamar, kemudian langsung menuju dapur untuk makan dan kembali lagi ke kamar.

Berarti kesimpulannya hanya satu, terjatuh saat perjalanan pulang.

Bagaimana ini? Ia panik, takut jika novel tersebut di ambil orang atau terlindas kendaraan. Atau bisa saja disobek-sobek oleh anjing atau kucing liar yang melihat.

Padahal Naruto sangat penasaran dengan isi novel tersebut. Baru saja ia akan bergegas untuk turun. Terdengar suara sang ibu memanggil-manggil namanya.

"Naruto! Naruto!"

"Iya bu!"

"Ada dua temanmu datang! Mereka sangat cantik!"

Huh? Teman? Jangan-jangan...
Tidak mungkin, kan?
Aku tidak pernah memberitahu alamat rumahku pada siapapun, dan lagi, untuk apa mereka kesini?

Naruto berlari menuruni tangga menuju pintu depan. Sungguh, apa yang dilihatnya sekarang tidak dapat dipercaya oleh dirinya sendiri.

Kushina tertawa kecil melihat ekspresi anak laki-lakinya yang tak dapat disembunyikan.

"Sakura?! Ino?!"

Bersambung

Yuhuu akhirnya up lagii!! ^^

Semoga kamu senang ya baca chapter ini, jangan lupa rate dan komentarnyaa ^^

Confession Rival Declaration [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang