206. Masalah Psikologi : Anivesta Bella : Sebuah Drama

17 1 0
                                    

Rivandy merogoh sebuah pisau dari kantong. Ia tidak menggunakan AWM miliknya yang tertempel di punggung. Ia mengurungkan niat untuk menembak d kepala mereka. Lebih baik, ia membunuh orang dengan menebas leher mereka dengan pisaunya.

"Asalkan aku membunuh mereka dengan pisau, itu bukan apa-apa dengan penderitaan yang kualami."

"Ini menjadi taruhan bagiku untuk menentukan pilihan."

"Aku ... akan menebus semua kesalahanku"

Rivandy mulai berlari dengan langkah kakinya. Gerakan yang acak agar bisa mendapatkan celah untuk menghabisi lawan. Tidak mungkin ia membidik dengan sniper dengan jarak sedekat itu.

"Bunuh dia!" Perintah CEO Andy kepada pengawalnya.

Pengawal itu membidik area yang rentan pada orang tersebut. Peluru dilancarkan Rivandy menghindar dengan mudah sembari menangkis tembakan melalui tarian pisaunya.

Belum cukup. Masih ada permasalahannya. Ia tidak bisa menghindar di tengah medan perang yang dipenuhi dengan kertas dan laptop yang berserahkan.

Presiden Andy memprediksi arah mana serangan pisaunya dilepaskan. Ia masih terlibat dengan peluru yang memojoknya dari segala arah.

"Lemari Coklat dan Kulkas! Sudutkan dia! Aku harus membuka dan melecehkan cewek ini."

Andy sibuk denganku yang sudah terlena dan jatuh dalam jurang nafsu. Dia memulai rencananya dengan mencium leherku dengan keras. Itu belum cukup untuk membuatku mendesah.

Aku masih memberontak meskipun dia memberikan sensasi nikmat sebagai duda yang kurang ajar.

"Ayolah! Kau harus mematuhi perintahku!"

Sementara itu, Kotori memutarkan musiknya untuk membantu Rivandy. Peluru berhenti bergerak. Jadi, Rivandy bisa mendekati pengawal itu dan membunuh mereka dengan sasaran yang ada di leher mereka.

"Rivandy. Jam 1-3. Bantai mereka!"

Tanpa disuruh pun, dia akan melakukannya. Ia sampai dengan cepat dengan kecepatannya dan memotong leher mereka menjadi dua. Alhasil, banyak darah yang keluar. Tidak sedikit darah itu menghiasi pakaian, pisau maupun wajah Rivandy.

Pengawal Andy semakin kebingungan. Disaat majikan mereka masih sibuk untuk melecehkan seorang gadis, para pengawal menghadapi neraka yang sesungguhnya terjadi.

Salah satu dari pengawal mereka menghindari pertumpahan darah dan melaporkan pada Andy yang sibuk membuka pakaianku yang sudah setengah telanjang.

"Tuan! Disini tidak aman. Kita keluar dari sini! Cepatlah!" Pengawal itu menyeret Andy dan aku untuk keluar dari medan pertempuran.

"Iya! Iya!" Andy membawaku dengan setengah pakaian.

Disaat mereka sedang lari, Rivandy terkena tembakan dari berbagai arah. Tembakan yang beruntun itu menembus tubuhnya dan mengeluarkan banyak darah tanpa pergerakan sekalipun.

"Kuhancurkan kau!" Salah satu mata-mata memberikan tembakan yang cepat untuk memberikan luka pada Rivandy.

Meskipun peluru yang berat itu mengenai jantungnya, Rivandy masih berdiri dengan tegak dan darah yang bercucuran tidak menghalanginya untuk membunuh orang. Para pengawal semakin panik karena tidak ada cara yang bisa membunuhnya.

"Kenapa? Kenapa dia masih hidup?!"

"Sialan! Dia tidak bisa dibunuh dengan tembakan."

Rivandy maju dengan langkah kaki yang berat meskipun ia membencinya. Ia menjatuhkan pisau miliknya dan merogoh pistol Deagle dari pinggangnya Tatapan mata yang seakan-akan mengancam dan pembunuh dengan sekali tembakan atau sekali tebasan pisau.

Rivandy Lex : Modern MilitaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang