Alufiru

374 67 83
                                    

Kim Taehyung | Jeon Jeongguk | Tragic Relationship | 659 words |Rate M/M | Taehyung is kinda ...

.

Tidak ada akhir yang buruk, aku akan abadi selamanya bersamamu di dalam memori. (Eight-IU)

.

.

.

"Aku sangat ingin menciummu saat ini, akankah?" Jeongguk tersenyum.

Bilamana kaki-kaki yang telapaknya berjejak basah itu melangkah, akan ada satu alufiru yang mengguncang sebagian kecil akal di otaknya.

Matanya masih terpatri, detik dimana derit pintu kamar mandi. Menguak dan memperlihatkan seseorang. Lelaki itu masih terpaku. Kedua lengan yang terlipat lebih jauh di sisi ranjang. Kaki-kaki yang menggantung di atas udara terbang-terbang.

"Kau manja sekali, sungguh. Hentikan!" Taehyung berdeham di akhir.

Rasanya, menit-menit yang merangkak di atas mereka lebih seperti krusial yang keliru. Berdentam begitu cepat, seolah pagi hanya dapat menyaksikan Taehyung mengikat dasi.

Jeongguk ingin memenjarakan Taehyung. Mengikat lebih kuat dari apa yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Memilikinya begitu pekat sampai  merampas akal sehat.

"Bercumbu pada kertas-kertas sialan lagi?"

Vanilla, kamper, dan detergen murah membaur di indera perasa Jeongguk yang dangkal. Taehyung mendekat, pantofel berderak menyembunyikan debum jantung yang berdetak.

Mencintai Taehyung akan selalu sama rasanya. Tidak ada komposisi melebihi apa yang Taehyung sampaikan perihal; semesta. Bola mata, simpul kotak, Jeongguk merasa abadi dengan keadaan.

Jeongguk mencintai Taehyung.

"Jadi kekasih yang baik, sampai aku kembali, bunny." Taehyung menggusak ujung kepala Jeongguk.

"Hari-hariku memang diciptakan untuk itu," kerucut pada bibir dijawab dengan lugas kecupan pada kening.

Kenop terputar. Pintu berdebum. Taehyung pergi meninggalkan isi kepala Jeongguk yang meluah, gelisah.

.

Ada seseorang di cermin. Lelaki muda dengan kerut di kening. Lingkaran hitam menyebar di sudut kelopak, kemudian labium yang terkuak berbisik.

"Jeongguk ..."

Jeongguk terperanjat. Refleksinya terbelalak. Bias muka yang sama persis bibir tebal yang merekah merah. Itu semua miliknya, namun bukan pada jubah yang direbahkan di kedua pundak kokohnya. Tidak pada tatapan tajam warna merah yang mengkilat.

"Jadikan abadi ..., jadikan abadi."

"K-kau? A-aku sudah membunuhmu."

Seseorang dalam cermin terbahak, mengguncang indera rungunya setelah sekian abad Jeongguk memenjarakannya. Setelah Jeongguk membuatnya abadi, di dalam perefleksian.

Impuls dari dalam darah, tensi kemudian menggelegak, sebilah pisau mendarat di permukaan cermin yang retak. Pecah, berderai-derai, ada darah, segumpal, genangan. Ubin keramik memerah seluruh ruangan bergetar fibrasi menjungkir-balik.

Keringat melandai dari pelipis, dorongan sebuah tangan besar membawa Jeongguk pada kesadaran. "Hei, Sayang. Mimpi buruk lagi?"

Jeongguk merengkuh dalam sekali. Meremas ketat tuxedo di balik punggung Taehyung. Jeongguk buruk dalam pertahanan emosi, kadang-kadang menjerit histeris, air mata tak kunjung reda, namun di dalam pelukan Taehyung segalanya terasa begitu menyenangkan. Semuanya berjalan seolah pendar warna-warni lampu kota, menggembirakan.

.

Pertengkaran malam itu membawa implikasi rumit yang begitu payah ditarik benang merahnya. Kalimat-kalimat kasar terpancang begitu lihai dari lilit lidah yang berkontradiksi dengan batin.

"Aku tidak mengenalmu, Jeongguk. Bagaimana bisa kau seolah menelanjangiku dengan fakta-fakta yang galat? Kau kenapa?" Taehyung menunjuk dengan matanya. Pikirannya sendiri cacat akan kenyataan yang sulit dipercaya.

"Apa maksudmu? Ada bibir di kemejamu. Aku harus menjadi orang bodoh dengan berpura-pura mencucinya hingga bersih, tanpa tahu apa yang kau lakukan sebenarnya? Ya, aku gila." Jeongguk memangkas praduga menggunakan berbelit-belit paradigma.

"Berhenti, Jeongguk."

"Tidak memiliki alasan menerima itu juga kesanggupan menjabarkan penjelasannya, Tae. Kukatakan, apa yang mempengaruhimu sehingga—"

Suara teriakan tertahan setelah kaca dihadapan terbelah-belah. Derit meja kursi bergerak pelan menjauh dari poros dimensi yang mencekam. Desah napas yang lebih pantas digemakan bukan pada geraman rendah didepan bibir yang berkedut.

Mata Taehyung menggelap jelaga, lalu berhenti dengan bibir yang bertaut impulsif.

"Jadikan abadi ..., jadikan abadi."

"Jadikan abadi ..., jadikan abadi."
Seperti ribuan suara yang terhimpun menjadi satu bagian kecil. Fraksi yang tersebar seolah memenuhi isi kepala Jeongguk.

Dinding-dinding bercat retak menggelinjang makin kuat, berlangsi lebih nyaring antara tepukan tangan dan gelak seringai. Tawa Taehyung menggema ke seluruh ruang yang mulai memuai, semakin keras, makin kencang memporak-porandakan kepala Jeongguk yang pening.

"Tidak ada akhir yang buruk, aku akan abadi selamanya bersamamu di dalam memori."

"—Selamat tinggal, Jeongguk. Aku mencintaimu."

Jari-jemari Jeongguk menengadah mengais-ngais udara dan pegangan. Satu titik di sudut mata yang bergenang menderai, teriakan yang teredam terdengar kesakitan dan putus asa.

.

Jeongguk melihat Taehyung mencumbu seseorang di malam-malam yang terasa begitu bajingan.

—jauh dari dalam cermin.

.

Hope you'll enjoy. Vote and comment will be apreciated.

Senandika | Thread of Ficlet | kth.jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang