Kim Taehyung | Jeon Jungkook | Rate M/M | Weird | 960 words
•••
Tidak memerlukan alasan untuk berbuat baik, tapi selalu ada alasan mengapa seseorang jahat.
•••
Suara-suara yang menekan keping pemikirannya merupakan implikasi dari jauhnya ia memacu mobil diatas kecepatan 60 saat ini. Dengung memekakkan dari saudara tertuanya yang berbicara panjang lebar perkara; Jangan pulang malam lagi, Jungkook. Aku tidak akan meninggalkan kuncinya di pintu.
Seokjin selalu meneriakinya serangkaian batasan, ah, pembatasan, ini milenial Hyung, ayolah, menggantungkan masa muda di atas awan dan sabit juga tidak ada gunanya. Dasar, begundal.
Kerlap-kerlip lampu kota sepanjang jalan memiliki pengecualian. Mereka hidup, Jungkook yakin. Sama seperti dirinya sendiri, hidup tapi mati. Orang-orang lebih terlihat atraktif dengan cendana dan rosemary didalam lipatan pakaian. Hell, bukan yang berbau (tanah sehabis hujan) dan alkohol.
Saat yang Jungkook lihat bukan lagi papan reklame dan tanda pengenal seberapa lama juga sejauh mana ia berkendara, ia berhenti. Di kilometer ke sekian, pada hawa dan udara yang berbeda tingkatan.
Malam hari karbondioksida bekerja, jadi jangan berteduh di bawah pohon, Anda bisa mati.
Akan tetapi, matanya menangkap sesuatu. Akalnya seolah dirampas lagi, ia melangkah penuh pertimbangan.
Selain dari apapun maksud dari tujuannya kesini—adalah, ya, hanya melihat konstelasi tanpa penjaga—Jungkook mati-matian agar tidak terlihat terlalu mencolok untuk mencampuri urusan orang. Terlebih dari bagaimana pria didepannya terdiam, caranya membangun pertahanan untuk tidak menatap dan menoleh pada Jungkook.
Jungkook merogoh di saku jaketnya. Batang lollipop stroberi masih disana, hanya sebuah, tidak lebih. Sialan, Seokjin. Ia harus menjilati permen rasa memuakkan ini sepanjang hari agar tidak lagi mengharapkan korek dan rokok. Katanya: Baiklah, Jungkook. Terima ini, hadiah dariku. Aku tahu kau membutuhkannya dan hei, berhenti merokok.
Berbicara mengenai aturan yang diterapkan Seokjin dirumahnya sendiri, mulai dari: Cuci dan letakkan kembali piringmu, dasar malas, atau si-tua-cerewet itu akan bersuara, hei, Jungkook aku tidak merokok. Bisakah kau berhenti?—itu cukup menyebalkan.
Kuriositasnya menghabiskan pemahaman, ada rasa ingin tahu yang mengiringi diamnya kali ini. Jungkook tahu, ia bukan bagian dari orang-orang yang peduli dengan orang lain, sebelum detak jantung yang terhimpun, napasnya mendadak menyempit karena suara deep tone dari inchi lengannya bersinggungan.
"Patah hati, huh?" tanya seseorang.
Jungkook menelan ludahnya diantara rasa manis dan pahit tertangkap basah.
Tatapannya bergulir resah, remang dari sabit di atasnya tidak menyanggupi untuk menutup rasa kakunya. Jungkook ingin lari saja, teredam gelap, dan pergi. Sesaat setelah apa yang rungunya tangkap lagi.
"Bukan ya? Ah, kau mematahkan persepsi mengenai tempat ini. Detik ini, orang-orang mengenalnya taman patah hati. Tapi, persetan. Tidak semua orang yang datang ke tempat ini harus patah hati juga kan?"
Pada akhir kalimat yang keras, pria itu tersenyum. Kendati tidak melihatnya dengan tatapan, Jungkook dapat merasakan sudut bibir yang tertarik, ia pikir itu menyenangkan. Mengetahui kalau beberapa orang masih bisa mengembangkan senyum.
Mendadak akal didalam otaknya kopong mengosong, seperti ditekan ribuan esoteris atas dan bukan kehendaknya. Pria ini seperti menawarkan warna diantara dunianya yang abu-abu.
Akan tetapi, ia sudah akan pergi."Tidak," teriak Jungkook.
"Hm?" Pria itu tidak berbalik hanya menoleh.
"Selain patah hati, apa yang kau rasakan? A-aku hanya, kau tahu, mari berkenalan, malam-malam seperti ini aku tidak mengharapkan apapun. Tetap tinggal, temani aku." Kata-katanya menggantung di udara sementara Jungkook sudah ingin lenyap habis saja. Tenggelam di dasar sini, well, ini memalukan.
"Kalau begitu, nyalakan rokokku!" katanya dengan senyum yang aneh.
•••
But we couldn't go very far
'Cause you locked in your car
So you sat and see in my lip
And you can feel my kiss...
Jungkook itu terlalu abu-abu untuk sekedar dijamah, masih begitu hijau diantara rasa-rasa yang kerapkali ia sembunyikan. Termasuk dari caranya melubangi pikiran, ia hampir mengutuk dirinya sendiri kalau yang satu-satunya Taehyung inginkan hanyalah pergi—bersamanya.
Ketika terali pembatas di belakang kamarnya ia lompati, Jungkook nyaris membuat Seokjin membunuhnya. Namun yang Jungkook butuhkan saat itu hanyalah — Taehyung.
Sejatinya, Jungkook sudah siap akan segala antisipasi yang telah ia kotak-kotakkan. Seperti halnya, aroma pinus dan wangi pria adalah hal yang tidak akan pernah bisa ia siasati. Seseorang memporak-porandakan persepsi.
Blam. Suara pintu mobil ditutup kencang. Semenjak petang hingga menjelang malam, Jungkook menghilangkan waktunya dengan Taehyung.
Ada sesuatu yang bergulung-gulung didepannya, ya, benar sekali. Asap rokok.
"Mendewasakan diri, kau tahu?" Taehyung melemparnya dengan tatapan, kemudian hanya terpejam dan bersandar di kemudi.
"Hahaha. Tidak, Taehyung. Rokok? Yang benar saja. Kakakku memberiku permen, ya, seperti katamu, aku sudah cukup dewasa meski terakhir kali merokok adalah sewaktu usiaku 19," kata Jungkook sembari tersenyum.
"Benarkah? Apa ini manis?" tanya Taehyung.
Taehyung melihat sekotak permen rasa stroberinya di dalam tas, kemudian tergelak. Jungkook tidak pernah merasa remeh atas hobi yang-terpaksakan-nya ini, akan tetapi Taehyung sepertinya memiliki pendapat lain.
"Kau yakin, Jungkook?" Taehyung sudah berdiri dari posisi berbaringnya, mendahului Jungkook diantara napasnya yang putus-putus.
"Taehyung, kau mungkin tidak akan percaya. Cobalah! Ini enak, manis."
Tidak, melainkan Taehyung yang merampas genggamannya.
"Dasar, ambil ini. Tidak mau. Kau Jungkook, sesekali merokok mungkin tidak akan membuatmu mati," kata Taehyung. Ia mengambil langkahnya untuk mengulurkan satu linting rokok dengan cincin asap di atasnya. Mendekat pada Jungkook dan menaunginya.
"Kau, gila. Aku bisa dibunuh kakakku. Ah sial, minggir, Tae. Aku beraroma sepertimu."
Sebelum Jungkook memutar kenopnya, ingatannya tentang Taehyung memburam, rentetan detak jantung mengisi penuh saluran napasnya, Jungkook tercekat. Lelaki itu, limbung. Sesaat setelah Taehyung menangkap wajahnya, menangkup rona hangat pada pipinya dengan sebelah tangan.
"Kalau begitu, mari buat kombinasi yang bagus, Kook."
Melalui udara yang dirapalkannya, Jungkook mengais-ngais. Ciuman di bibir malam itu. Di dalam ruang mobil yang terkunci, Jungkook menghitung seberapa banyak ia melewatkan kewarasannya.
Ini gila, Jungkook. Taehyung sama gilanya.
Tidak memerlukan alasan untuk berbuat baik, tapi selalu ada alasan mengapa seseorang jahat.
"Manis, Jungkook. Seberapa sering kau menghisapnya sampai-sampai stroberi dan rokok selalu terasa sepertimu?" Taehyung menekan bibirnya perlahan.
"Jungkook. Hey, Jungkook. Kembali! Ah dia jahat sekali," teriak Taehyung pada Jungkook yang pergi keluar mobil dan berlari.
Kendati, rasa manisnya masih sempat tertinggal.
•••
Aw!
By the way, i want to tell you something. He's my crush, boy on the mulmed. Hehe😓
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika | Thread of Ficlet | kth.jjk
Fanfiction[25 Days Ficlet Challenge] senandika /se•nan•di•ka/ n wacana seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri; percakapan (suara batin) Written in B A H A S A Taekook Ficlets | boyslove | bxb | all of genre ©2021