Die

105 42 41
                                    

Kim Taehyung | Jeon Jungkook | Stranger to Lover | Hurt-comfort | Suicidal thoughts ++ | Just a lil bit angst | 752 words

Dunia sudah terlalu rusak sampai lebih banyak yang memilih neraka daripada berusaha menetap di
dunia.

Masih segar di ingatan Taehyung ketika gelas-gelas isi whiskey-nya hanya sisa buih-buih setelah tandas. Teredam dentam berisik dari musik di lantai bawah, ia menyeret kakinya ke luar bar. Menciptakan rasa dingin yang terasa sama saja. Tidak dimana pun hawa dingin terasa sama saja.

Gemeletap dari alas sepatu yang beradu dengan tanah mengganggunya, sementara tudung pada curduroy-nya makin ia angkat untuk menutupi sisa pening dari efek alkohol terhadap toleransinya yang rendah.

Membutuhkan waktu beberapa detik untuk mencerna lebih dalam apa yang baru saja ia lihat di depannya. Selain suara bising dari klakson mobil yang berhamburan di kepalanya, ia mengingat kakinya tidak lagi melunak hanya berganti getar.

Sesaat kemudian, Taehyung berlari. Tanpa pikir panjang ia berbelok lagi. Datang menghempas langkahnya di aspal jalanan, menarik kasar kedua lengan di tengah rentetan yang menggeser akal di otaknya hingga tersungkur.

Pemuda yang baru saja ia seret ke tepi trotoar itu terdiam. Kedua kelopak mata yang terlihat basah dari tempat Taehyung melihatnya saat ini, seperti menghadirkan sengatan tajam di otot-ototnya yang turut impulsif. Ia belum bangkit, keduanya masih bertahan di posisi Taehyung melingkari pinggangnya.

Seolah sinting, Taehyung buru-buru bangkit dan merampas genggaman jari-jemarinya yang berkedut di antara kedua sudut bahu hingga kusut. Ruas jemari yang terasa begitu dingin tersentuh juga membiarkannya bergetar di langkahnya yang terperanjat.

Taehyung menepuk celananya yang kotor, kemudian berujar, "Kau gila?" Tiba-tiba saja.

"Aku tidak tahu ada orang picik yang ingin menghabiskan nyawanya dengan cara yang seperti itu. Kau pikir itu keren?" lanjutnya.

Taehyung melepaskan pandangannya dari sudut mata. Tidak bisa dipercaya, pemuda itu hanya mencoba menyimpan kalimatnya tanpa mau menjawab. Sial, Taehyung mendapat masalah.

"Baiklah, orang asing. Berhenti menyumpahi dirimu sendiri dan katakan sesuatu. Kau bahkan bisa saja mati kedinginan tanpa harus berdiri melintang disana." Taehyung menunjuk tempat yang mereka tinggalkan.

"Aku tidak pernah memintamu melakukannya. Kenapa marah-marah?" sahutnya.

Sialan, Taehyung. Ia sudah harus pulang sebelum pada akhirnya bertemu pemuda gila disini.

Kim Taehyung saat ini hanya sedang menghimpun akal sehat dan rasa sabar. Kendati, ia tetap menyumpah-serapahi dirinya sendiri karena telah bodoh menyelamatkan seseorang yang bahkan tidak ingin hidup.

Cih, kesanggupannya hidup terlalu minimalis.

Taehyung mendecih. Tertawa atas hidupnya dan hidup orang didepannya- yang sama-sama jenaka.

"A-aku— aku juga manusia dan seorang manusia tidak akan pernah membiarkan yang lainnya mati. Termasuk dengan cara bagaimana kau berusaha merenggut hidupmu. Itu gila, man," tukasnya kemudian.

Latar aromanya tergantikan dengan wangi parfum cendana yang menyeruak, namun pemuda itu masih disana lamat-lamat Taehyung melihat setitik air mata dari sunyi keduanya menatap.

Kabut yang memburam, sebuah tangan tergantung di udara. "Jungkook. Aku Jungkook," katanya.

"A-aku ..." Taehyung tergugu.

"Senang bertemu denganmu," katanya sambil tersenyum.

Pemuda itu berbalik. Berjalan ke arah berlawanan ke mana Taehyung akan pulang.

*

Di detik ketika Namjoon berkata dengan begitu putus asa tentang diagnosa-nya, Taehyung saat itu juga sudah akan melompat dari atas sini. Dari rooftop lima lantai dan melihat bayangan tubuhnya melayang di udara.

Lelaki itu cukup cerdas untuk tidak lagi membunuh tubuhnya dengan cara yang teramat sadis. Sebab dengan tidak lagi meminum suplemen, obat-obatan atau apapun yang entah bagaimana menjabarkannya ia akan lebih cepat mati. Toh, semuanya sama saja hanya waktu dan seperti apa caranya mati yang berbeda.

Kaleng soda digenggamannya terlepas. Jatuh terbang dari ketinggian beberapa meter terlihat sampai pada akhirnya bertemu tanah dengan suara nyaring.

Taehyung sempat berpikir, apabila dirinya bisa memotong sedikit ingatannya tentang acara bunuh diri yang selalu gagal.

"Tidur, Taehyung. Lihat kantung matamu. Itu menakutkan." Suara dari balik punggungnya meruntuhkan sisa-sisa kegamangan yang transparan.

Kemudian Taehyung berbalik hanya untuk menemukan Jungkook yang melambaikan tangannya. Wajah pias yang semula begitu redup serupa hari dimana mereka pertama kali bertemu—tergantikan dengan pulasan yang mengartikan kebahagiaan.

Saat itu juga, Taehyung berlari ke arahnya.

"Jangan mati, Jungkook," ujar Taehyung.

Jungkook tersenyum, manis sekali. Ada kalanya Taehyung hanya ingin seperti ini di antara angin yang sedikit tidak terlalu kencang menatap helai pendek rambut yang terbang serta rona pada kedua pipinya yang menghangat juga bahu sempit tempatnya merengkuh.

Tanpa harus takut mati.

"Aku akan berusaha. Kau juga, Taehyung. Jangan pernah lagi ingin mati, berjanji?" Jungkook mendekatkan langkahnya, sebelum berbisik.

"Jika tidak, aku akan membencimu."

Meski bagaimana pun aku akan tetap mati, Jungkook.

"Dunia sudah terlalu rusak sampai lebih banyak yang memilih neraka daripada berusaha menetap di
dunia," kata mereka bersisihan.

Rintik hujan yang rebas di sudut-sudut lantai meliang pada lubang-lubang menggenang. Merangkai rengkuhan di antaranya menjadikan kedua insan asing yang terjebak di dalam dimensi masing-masing bertemu dan saling menginginkan.

Sebab hidup terlalu jenaka untuk dilewatkan.

*

Thanks for coming, friends.
Luv you🐰

.

Besok lebaran, friends.
Mohon maaf lahir dan batin ya. Barangkali selama kita ber-mutualan ada kata atau komenan aku yang kurang mengenakkan. Minal Aidzin Wal Faidzin.

—Via.😘

Senandika | Thread of Ficlet | kth.jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang