Seorang gadis dengan gaun panjang berwarna putih polos yang terlihat simple namun elegan, berdiri tepat di depan gapura pernikahan yang dihiasi dengan cantik.
Terlihat jika dadanya yang naik-turun karena mencoba mengatur deru napasnya yang tiba-tiba saja tidak terkendali.
Gadis itu memutar balik tubuhnya menjadi membelakangi gapura pernikahan yang di sampingnya terdapat foto calon pengantin.
"Masuk jangan ya?" tanyanya pelan dan hanya dirinya saja yang bisa mendengar.
Baru saja kakinya ingin melangkah, tetapi dia urungkan karena melihat laki-laki yang memakai batik berdiri tepat di hadapannya.
"Kak Gena mau ke mana?"
Gena mendongak, tersenyum tipis saat melihat Heka — laki-laki yang masih duduk di bangku SMA akhir itu bertanya.
"Mau pulang ya?" tebak Heka yang langsung dibantah oleh Gena. Dirinya tidak ingin jika bocah itu tau niat awalnya.
"Nggak ... siapa juga yang mau pulang ... ini mau masuk kok," bantah Gena dan langsung memutar tubuhnya kembali dan kemudian berjalan masuk ke area pernikahan.
Gena menghela napasnya lelah.
Kenapa juga harus ada Heka di saat dirinya ingin melarikan diri sih. Kenapa dirinya harus terpergok bocah SMA yang cerewet itu.
"Kak Gena jangan nangis ya nanti," ucap Heka tiba-tiba yang membuat Gena langsung menatapnya dengan tajam.
"Siapa juga yang mau nangis!" balas Gena sebal padahal dadanya sudah bergemuruh. Bahkan dia juga tidak tau dirinya akan sanggup atau tidak saat mendengar suara laki-laki yang dia cintai mengucapkan ijab kabul untuk wanita lain.
Heka yang mendengar itu cengengesan. Laki-laki yang memakai batik warna coklat bercampur hitam dengan motif yang rumit itu terlihat lebih baik dari biasanya.
"Yaudah nikmatin pestanya ya Kak." Gena mengangguk. "Kalau nangis, nanti disetiap meja ada tisu kok," ujar bocah itu berbisik sebelum pergi meninggalkan gadis yang menatapnya tajam dan ingin menyumpah serapahnya.
"Kakak sama Adek beda banget kepribadiannya," gumam Gena dan menggeleng pelan.
Gadis yang memakai pantofel putih dengan hak setinggi 4 sentimeter itu berjalan menuju tempat makanan.
Setidaknya dirinya harus dalam keadaan kenyang saat menghadapi kata SAH dari setiap tamu yang menjadi saksi pernikahan ini.
Namun di lain sisi, sang pengantin gemetar. Tangannya berubah menjadi dingin dan rahangnya mengeras.
Heka mengetuk pintu kemudian masuk. Kening bocah SMA itu mengernyit ketika melihat sang kakak yang sedang duduk di atas kasur dengan tatapan tajam mengarah ke arah kaca.
"Bang," panggilnya yang tidak ada jawaban sama sekali dari kakaknya tersebut.
"Belum ada kabar dari Kak Farya?" tanya Heka hati-hati, dia takut jika Abangnya itu berubah menjadi 'maung.'
Abangnya Heka tersebut memejamkan matanya, mencoba mengatur deru napasnya yang sempat tidak stabil.
"Kita batalin aja acara pernikahannya."
Heka yang mendengar itu langsung melotot. Dia langsung mendekati Abangnya yang sedang menatap kaca dengan kedua tangan yang terkepal.
"Bang Juna bercanda? Gimana nanti sama para tamu, sama Mama juga Papa."
Heka tidak mengerti, dirinya bergerak tak karuan seperti cacing kepanasan.
"Batalin, Ka."
Heka terdiam, saat Ajun menatapnya dengan tatapan tajam dan melotot.
Ketahuilah, jika Heka paling takut bila Abangnya sudah begini. Dan pastinya ada yang tidak beres dengan Abangnya.
Heka menggelengkan kepala. "Jangan dibatalin," ujarnya membuat Ajun berdiri dan mendekatinya. "Kita cari pengantin pengganti," lanjutnya dengan cepat dan mata yang terpejam, takut dipukul Ajun.
"Pengantin pengganti?"
Bocah SMA yang mendengar tanda tanya itu membuka matanya dengan perlahan. Kemudian dia mengangguk.
"Aku gak mau buat Mama nangis. Cukup buat aku sakit hati waktu liat Mama nangis gara-gara aku yang ikut tauran waktu itu."
"Pengantin pengganti yang kayak gimana maksud kamu?" tanya Ajun lagi, dia tidak mengerti dengan apa yang ingin dibahas Adek bungsunya ini.
Heka mengangguk. "Aku punya calon pengantin yang lebih baik buat Bang Juna. Bentar aku make-over dia."
Belum juga Ajun ingin bertanya, tetapi Heka sudah kabur duluan membuat laki-laki yang memakai baju pengantin itu mengacak rambutnya asal.
Mungkin dia akan diceramahi oleh mba-mba gemulai yang sering sekali menyentuh hidungnya itu.
Ajun pikir dengan mengikuti apa yang adeknya sarankan akan berjalan sebagaimana mestinya dan dia juga sudah berencana ingin segera menceraikan pengantin pengganti usulan Heka itu.
Tapi saat dirinya ingin memulai mengucapkan ijab kabul keningnya mengkerut saat mengetahui siapa pengantin pengganti yang Heka maksud. Badannya langsung menegang dan tatapnya menatap lurus tanpa ada yang tau apa yang sedang dia pikirkan.
Kenapa ... kenapa si kutu kupret itu malah menikahkan dia dengan gadis itu.
Gadis yang pernah dia lukai oleh perkataannya sendiri. Gadis yang begitu mencintainya dengan tulus, dan gadis yang Ajun pikir dia tidak akan datang ke acara pernikahan ini.
HEKA SIALAN!!!
Ajun sangat ingin mengumpat, akan dia pastinya Heka mendapatkan dampratnya setelah ini.
🔍Mata Mata Harimu🔎
Hai, ketemu lagi dengan Anye.
Ini cerita dulunya berjudul Bahasa Cinta ya, tadinya mau aku buat cerita untuk Hana, tapi karna feelnya gak dapet jadi aku ganti cerita Hana-nya.
Oh ya, cintai dan dukung juga cerita MMH ini ya.
Gomawo.
Love more.
Anye 🫰
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Mata Harimu [Terbit]
General FictionCERITA 5 {Follow dulu yuk sebelum membaca.} Spin-off Cukup Tau. 🔎🔍 Gena gak tau harus senang atau bagaimana untuk mengungkapkan rasa yang sedang dia alami. Awalnya Gena tidak ingin mengunjungi pernikahan teman sekelasnya, karena dirinya yang memil...