Ajun menghela napasnya kasar, dia baru saja sampai di apartemennya dan menaruh tas ranselnya begitu saja di sofa.
Laki-laki itu melangkah menuju lemari es untuk mengambil air dingin. Ajun perlu mendinginkan kepalanya.
Setelah mengambil satu botol, Ajun segera meneguknya hingga setengah dan berdiri di belakang pantry dengan tatapan tajam menatap ke depan.
Tidak ada yang tau apa yang sedang laki-laki dengan kemeja kotak-kotak itu pikirkan. Hingga dering ponselnya membuat Ajun menoleh dan segera menyambar ponsel yang sebelumnya dia letakkan di atas pantry.
Langkah kakinya mengarah menuju kamarnya untuk menjawab panggilan telpon tersebut.
"Gue gak bisa! Kita cari target lain, jangan dia," ujar Ajun yang entah membicarakan apa dengan seseorang diseberang sana.
Kemudian terdengar helaan napas berat dari laki-laki itu.
"Dia terlalu polos. Gue gak bisa," ujarnya lagi dengan tatapan yang mengarah ke luar jendela. Menampilkan rintik hujan ringan yang mulai membasahi kaca jendelanya.
Ajun memejamkan matanya sejenak sebelum kembali menatap ke luar yang semakin menampilkan rintik hujan yang mulai buru-buru jatuh ke bumi.
Tidak lama dia memutuskan panggilan ponsel secara sepihak dan menggenggam ponsel miliknya dengan sangat keras hingga menampilkan otot-otot pada lengannya.
Sedangkan di lain tempat, Gena hanya bisa menunduk ketika Mama dan Bapaknya memperhatikannya dengan tatapan menusuk.
"Gena bisa jelasin," ujar gadis itu menatap kedua orang tuanya.
"Yaudah jelasin," jawab Mama membuat Gena terdiam kembali dan meneguk salivanya dengan gugup.
"Itu ...." Gadis itu bingung, dia tidak tau harus menjelaskan apa.
"Itu apa?" tanya Mama yang semakin membuat Gena takut.
"Itu ... tabungan itu ...." Gena kikuk. Dia melirik Bapaknya meminta bantuan tetapi Bapak hanya menggeleng pelan menandakan jika beliau tidak bisa membantu apa-apa.
"Ge ... Mama sama Bapak gak minta apapun dari kamu. Kita berdua cuma mau kamu nyaman, dengan perut kenyang dan makan makanan yang wajar." Mama menghela napas, menjeda ucapannya.
"Liat." Jari telunjuk Mama mengarah ke arah tumpukan mie instan dan roti tawar yang Gena letakkan di atas meja.
"Terus ini apa, Ge?" Kemudian Mama menunjukkan buku tabungan yang sudah Gena isi setiap bulannya.
"Gena cuma lagi berusaha biar Mama sama Bapak bisa umroh," ujar gadis itu pelan sambil menunduk.
"Dengan menyiksa diri?" Mama berdecak tidak habis pikir dengan anaknya. "Mama sama Bapak gak minta, Ge."
"Tapi Gena yang mau, Ma." Gena bersikeras dia tidak ingin disalahkan. Karena menurutnya menabung untuk mengumrohkan kedua orang tuanya bukanlah sesuatu yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Mata Harimu [Terbit]
Fiction généraleCERITA 5 {Follow dulu yuk sebelum membaca.} Spin-off Cukup Tau. 🔎🔍 Gena gak tau harus senang atau bagaimana untuk mengungkapkan rasa yang sedang dia alami. Awalnya Gena tidak ingin mengunjungi pernikahan teman sekelasnya, karena dirinya yang memil...