Joseon pagi ini terasa kelabu. Entah karena lebatnya salju yang turun seperti badai, atau karena keberatan hatinya yang terasa enggan meninggalkan pavilliun Daiji.
Entahlah, Renjun juga tidak tahu.
Netra kecoklatan milik Renjun lantas berpendar redup. Tatapannya menyisir pelan seluk beluk pavilliun yang telah menjadi naungannya di istana. Kelambu-kelambu cantik yang menyambut kedatangannya pun masih berada disana. Putra mahkota yang tidak memperbolehkan siapapun untuk melepasnya.
Ah, Putra mahkota..
Lelaki gagah yang kelak akan menjadi rajanya. Sosok yang sudah di gariskan dewa untuk menjadi pelindung mereka, rakyat Joseon.
"Tetaplah kuat, Yang Mulia." Renjun berbisik pada ruang kosong. Berharap bayangan putra mahkota yang selalu menghabiskan waktu bersamanya di pavilliun akan mendengar harapnya.
Merasa tidak ingin terlalu lama berada disana dan mengingat tatapan dingin yang ia terima terakhir kali, Renjun pun akhirnya beranjak. Kakinya melangkah dengan pelan, terasa sangat berat untuk bergerak. Dalam hati Renjun bertanya-tanya, sebenarnya apa yang ia harapkan?
Mengharapkan guyuran salju diluar sana bisa mereda?
Atau mengharapkan kehadiran putra mahkota yang kembali melempari jendela pavilliun dengan batu dan memintanya untuk tidak pergi?
"H-huang seongsaenim.."
Renjun tersentak pelan. Tak menyangka atas kemunculan Kasim Dok ketika ia baru saja membuka pintu pavilliun.
Kasim tua itu terlihat kelelahan. Bahkan dicuaca yang seperti ini, Renjun bisa melihat bulir-bulir keringat yang bermunculan di pelipisnya.
"Saya mohon, datanglah ke pavilliun utara. Pu-putra mahkota membutuhkan anda."
____________________
*
Naga perak berkibas kasar. Melewati lorong-lorong tinggi dengan cepat, seakan tidak memiliki waktu lagi untuk sekedar menikmati cahaya rembulan yang sedang bertengger cantik di langit malam.Suara pecitan, punggung berdarah Jaehyun, serta cemoohan remeh jendral Kim membuat Jeno menggertakkan giginya menahan amarah.
Tak lagi menunggu kasim penjaga untuk memberitahukan kehadirannya pada si pemilik ruangan, putra mahkota lantas dengan kasar membuka pintu. "Abamama! Tidakkan anda ingin membelanya?!"
Jeno terengah. Dihadapannya Raja Lee Dae Wok hanya terdiam dengan tatapan yang kosong. Memandang putra bungsunya dengan mata yang sudah memerah.
"Apakah aku bisa melakukan itu?" sang raja bertanya lirih. "Dengan banyaknya bukti yang mengarah pada Jaehyun, apakah aku bisa membelanya?"
Jeno terhenyak. Apa yang baru saja ia dengar?
Raja Joseon yang ia kenal sangat adil dan bijaksana, bahkan ragu untuk membela putranya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Flower's Letter; ╰Noren╮
FanfictionDisaat taktik dan intrik penguasaan istana berjalan seiring dengan kisah cinta milik Sang Putra Mahkota. Jika Lee Jeno telah jatuh cinta, Renjun yang hanya seorang hamba tidak akan bisa apa-apa. _________________________________________ Start : 23...