Pagi yang cukup cerah, dimana musim dingin telah memeluk Joseon.
Putra Mahkota terlihat sibuk di lapangan utara bersama pedang kesayangannya. Tak jauh darinya, telah berdiri sang inspektur kepolisian yang sudah lama menjadi teman sedari masa kecil, Na Jaemin.
Mereka berdua sama-sama terlihat gagah dengan pakaian khas berpedang. Pemandangan seperti ini juga sebenarnya bukanlah hal yang langka bagi kasim dan para dayang yang selama ini telah melayani pewaris kerajaan Joseon itu.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki yang tergopoh-gopoh berhasil mengalihkan atensi semua orang.
Disana, terlihat Huang Renjun dengan gat yang setengah miring sedang mengatur nafasnya yang tersengal.
Lagi-lagi, putra mahkota memerintahnya untuk datang ke lapangan utara di pagi buta seperti ini.
Renjun mendengus pelan ketika melihat sebelah alis milik pewaris kerajaan itu terangkat. Seolah sedang mengejeknya yang sedang kehabisan nafas karena baru saja berlari dari pavilliun daiji yang jaraknya cukup jauh dari lapangan utara.
"Selamat pagi, seongsaenim." Sebuah sapaan ramah kemudian berhasil menyadarkan Renjun bahwa ada orang lain selain putra mahkota di tengah-tengah lapangan ini. Senyum cerah Renjun dengan spontan terkembang, ketika menemukan Na Jaemin yang sedang tersenyum tampan disana.
"Selamat pagi juga, Na Jaemin."
"Lagi-lagi wajah kesalmu terlalu cepat ditampilkan pagi ini, seongsaenim."
Renjun tertawa pelan ketika mendengar guyonan lelaki itu. Tak jauh berbeda dengan Jaemin yang juga ikut tertawa dengan leluconnya sendiri.
Dan tampaknya tak ada satupun dari mereka yang menyadari pandangan menyipit dari sosok lain disana.
Jeno lalu berdeham keras. Menyebabkan tawaan garing dari Jaemin dan Renjun terhenti.
"Asal kalian tahu, aku tidak punya banyak waktu untuk mendengar tawa tak jelas kalian. Na Jaemin, ambil posisimu," Jeno menujuk dengan dagu pada posisi yang sebenarnya sudah sedari tadi Jaemin tempati.
"Dan kau...." Ujung pedangnya kemudian menunjuk pada Renjun. "Tetap berdiri disana, sampai aku menyelesaikan ini." titahnya dengan mata yang menyipit tajam.
Renjun merengut kecil, sebelum akhirnya membungkuk. Mematuhi perintah tak jelas dari calon rajanya.
Suara dentingan kemudian terdengar ketika Jeno mengayunkan pedang miliknya yang dapat dengan mudah di tangkis Jaemin. Sekali ayunan pedang juga lagi-lagi berhasil di tahan oleh inspektur muda itu.
Kedua sahabat itu saling menunjukkan kelihaian berpedang mereka dengan apik. Keringat yang sudah menetes di kening mereka tampaknya bukan menjadi penghalang bagi keduanya. Jeno dan Jaemin sama-sama saling fokus untuk menyerang dan menangkis pedang masing-masing. Hingga tiba dimana saat kedua pedang mereka saling beradu, membentuk pola silang yang membuat mereka saling berhadapan.
Tatapan mata Jeno menyipit tajam menatap pada Jaemin. Terlebih lagi dari sudut matanya ia melihat Renjun yang berkali-kali memberikan tepukan pada Jaemin yang telah berhasil menangkis serangannya.
"Kau terlihat kesal," Jaemin tertawa pelan. Jeno dihadapannya tampak sekali sedang berusaha untuk membuatnya kalah.
"Aku tidak kesal," geram Jeno. Tangannya mencoba mendorong lebih kuat, namun inspektur Na itu bisa balik menahan dorongannya.
Pedang mereka masih pada posisi yang sama, hanya saja kali ini kedua pemuda itu sama-sama saling dorong mendorong. Membuat kasim dan dayang yang menonton merasa bingung, karena saat ini, mereka merasa bukan menonton latihan pedang seperti biasanya, melainkan seperti sedang melihat pergelutan antara dua bocah yang sama-sama tidak ingin mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Flower's Letter; ╰Noren╮
Hayran KurguDisaat taktik dan intrik penguasaan istana berjalan seiring dengan kisah cinta milik Sang Putra Mahkota. Jika Lee Jeno telah jatuh cinta, Renjun yang hanya seorang hamba tidak akan bisa apa-apa. _________________________________________ Start : 23...