Desau angin musim dingin sedang berhembus kencang ketika Yun Hee dan Ae-ri memutari pelataran istana. Kedua gadis itu terlihat kebingungan dengan sesekali memeriksa sekeliling, seolah sedang mencari sesuatu disana.
"Kau menemukannya?" Ae-ri bertanya cemas pada Yun Hee yang berada dibelakangnya.
Putri dari menteri Baek pun hanya menggeleng menjawab pertanyaan itu dengan wajah yang tenang. "Tidak."
Mendengar jawaban dari rekan seperjuangannya di istana ini, membuat raut cemas semakin terlihat kentara di wajah putih Jang Ae-ri. Bagaimana tidak? Jika beberapa saat yang lalu Yun Hee mengatakan bahwa gadis itu kehilangan suatu benda berharga.
Sebuah dwikkoji dengan hiasan permata giok berwarna merah, yang sempat Yun Hee gunakan dalam masa penyeleksian putri mahkota. Sebuah hiasan rambut yang menjadi kenangan terakhir dari ibunda Yun Hee, ketika gadis itu memasuki masa dewasanya.
"Kita harus menemukannya! Bagaimanapun juga itu adalah kenangan berharga dari ibumu." Ae-ri menggenggam tangan Yun Hee, berharap bisa membuat Yun Hee bersemangat dalam melakukan pencarian ini.
Yun Hee tersenyum kecil ketika melihat semangat membara dari Ae-ri. Putri petinggi Jang itu tampaknya benar-benar berniat membantu dalam mencari dwikkoji miliknya.
"Ae-ri ah.. Ada satu tempat yang belum kita telusuri," ujar Yun Hee pelan sebelum gadis itu menarik tangan Ae-ri menuju tempat yang ia maksud.
Renjun meringkuk di sudut ruangan dengan tubuh yang masih bergetar pelan. Bayangan atas sentuhan kasar dan tatapan tajam dari Putra Mahkota masih saja menghantuinya.
Bagaimana suara Jeno yang terdengar begitu dingin dan tak berperasaan, membuat isakan semakin keluar dari bibirnya yang tipis. Guru Huang itu merasa takut dan juga sedih ketika kembali mengingat bahwa Putra Mahkota memperlakukannya sama dengan para penghibur yang seolah tak pantas mendapatkan sebuah perlakuan baik dan lembut.
Tangannya meremat pelan tepian durumagi yang tersampir secara acak di tubuhnya. Kepalanya tertunduk lemah, dengan helaian rambut yang terlihat sedikit berantakan akibat pergerakan berontaknnya beberapa saat yang lalu.
... Kau harus pergi dari pavilliun ini.
"Hiks..." sebuah isakan kembali lolos dari bibir Renjun. Musim dingin seolah turut masuk ke relung hatinya ketika ucapan dari Putra Mahkota kembali berputar. Ucapan yang seolah memiliki sembilu di tiap kata, disusul dengan bantingan pintu yang seolah menjadi peledak yang begitu memekakkan telinga.
.
.
.
"Yang Mulia.." Suara Kasim Dok terdengar begitu memohon memandang makanan dihadapan mereka yang sejak tadi tidak tersentuh. Wajah yang sudah dipenuhi keriput itu menatap prihatin pada calon rajanya yang terlihat sedih dan murung. "Anda belum memakan apapun sejak tadi, Yang Mulia..."
Jeno mendengus. Kedua matanya yang tajam menatap tangannya dengan pandangan penuh amarah dan kebencian.
Jeno marah pada Jaemin yang dengan mudahnya menyentuh Renjun.
Jeno marah karena Renjun yang menolak sentuhannya.
Jano marah....
Jeno begitu marah pada dirinya sendiri karena telah membuat Renjun menangis dan ketakutan.
"Aku tidak membutuhkan apapun. Pergilah." Ujar Jeno dengan dingin dan mengabaikan raut khawatir di wajah Kasim Dok. Saat ini, ia hanya ingin menghabiskan waktunya sendirian. Putra mahkota itu hanya ingin menghilangkan wajah menangis Renjun dari sudut hati dan pikirannya.
Pintu geser itu terbuka pelan, memunculkan wajah rupawan Jaehyun yang sedikit pucat akibat dinginnya salju di musim dingin ini. Kepala berhias danggot perak itu lalu mengadah, memperhatikan langit malam yang tampak sepi tanpa kehadiran bulan dan bintang.
"Aku benar-benar tidak tenang," gumam Jaehyun yang sedang bergerak hilir mudik dengan gusar di sekitar kediamannya.
Srakk! Bum!
Sebuah suara berhasil membuat Jaehyun tersentak. Dengan siaga, Gunwangja itu bergerak mendekat menuju kolam yang ia yakini menjadi sumber dari suara tersebut.
Dengan langkah pelan dan perasaan waspada, putra sulung raja itu memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan seksama, dan Jaehyun begitu terkejut ketika menyadari keberadaan seorang gadis yang sedang meringkuk kesakitan dengan darah yang berlinang di sekitarnya.
"Agasshi!"
Raut panik dan takut begitu terlihat di wajah rupawan milik Jaehyun ketika ia menyadari bahwa gadis yang sedang terluka dan sekarat ini adalah Jang Ae-ri. Calon putri mahkota yang akan segera dinobatkan dan menjadi pendamping dari adiknya kelak.
Putri dari petinggi Jang itu merintih pelan. Menatap dengan sayu pada bayangan kabur seorang lelaki yang sedang menyanggah tubuhnya yang lemah.
".. Hee.. a-ku..." Nafas Ae-ri memberat dengan rasa sakit akibat luka dikepala yang semakin tidak tertahankan. Gadis manis itu hanya bisa merasakan dinginnya salju yang seolah mematikan seluruh indra tubuhnya.
Ae-ri ingin mengatakan sesuatu pada sosok lelaki dihadapannya ini, tapi lidahnya semakin lama semakin terasa kelu sehingga yang hanya bisa ia lakukan hanyalah menutup kelopak matanya yang terasa semakin memberat dan tak lama kemudian, nafas tersendat itupun berhenti terdengar dari tubuhnya.
Malam itu... di temani sepi dan dinginnya langit Joseon, calon putri mahkota Jang Ae-ri meninggalkan dunia ini.
.
.
.
.
.
.Haiiiiiii~
Lama ga muncul yaa eheh... ada yg nungguin??
Gimana, udah siap nungguin NCT 2020???
Tetap support new membernya yaa gaessss
KAMU SEDANG MEMBACA
A Flower's Letter; ╰Noren╮
FanfictionDisaat taktik dan intrik penguasaan istana berjalan seiring dengan kisah cinta milik Sang Putra Mahkota. Jika Lee Jeno telah jatuh cinta, Renjun yang hanya seorang hamba tidak akan bisa apa-apa. _________________________________________ Start : 23...