Bagian 4

4.8K 779 39
                                    

Pavilliun Daiji adalah pavilliun yang dibangun tak jauh dari tempat tinggal Putra Mahkota. Bangunan yang sengaja dibangun agar Putra Mahkota bisa mendapatkan suasana yang tenang dari hiruk-pikuk kehidupan kerajaan saat mengunjunginya.

Pavilliun itu berada di tengah-tengah kolam Jinju dan dihubungkan oleh sebuah jembatan serta dikelilingi banyaknya tanaman yang tumbuh dengan cantik disekitarnya.

Para penyair banyak yang berkata bahwa pavilliun ini tak jauh berbeda dengan bunga daisy yang tumbuh di musim semi yang menghantarkan kehangatan dan rasa tenang bagi siapa saja yang melihatnya. Sehingga mendiang Ratu turut memberi nama pavilliun itu dengan sebutan Daiji.

Daiji atau Daisy ̶ yang berarti kepolosan, kelembutan, dan kesetiaan.

Entah dimana pikiran Jeno ketika ia memerintahkan Renjun untuk tinggal didalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah dimana pikiran Jeno ketika ia memerintahkan Renjun untuk tinggal didalamnya. Padahal sejak kematian sang ibunda tidak ada seorang pun yang ia izinkan untuk bisa memasuki pavilliun itu, bahkan Hyung-nya sekali pun.

"Yang Mulia," Kasim Dok membungkuk hormat dihadapannya. "Pavilliun Daiji sudah bisa digunakan. Tapi..."

"Tapi?"

Kasim sepuh itu mengulum bibirnya ragu, merasa bingung apakah harus menyampaikan hal ini atau tidak.

"Huang seongsaenim menolak untuk menempati pavilliun itu." suara berat milik Park Jisung terdengar mendahuluinya. Membuat Kasim Dok semakin menunduk dalam ketika melihat wajah tersinggung yang dikeluarkan oleh sang putra mahkota.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Jeno lantas bangkit dan dengan cepat menuju ke ruangan sastra tempat dimana guru itu berada. Disisinya Park Jisung dan Kasim Dok juga mengikuti dengan langkah yang tergesa, mencoba menyeimbangkan langkah lebar miliknya.

Pintu ruangan itu dibuka dengan kasar. Membuat Renjun yang berada didalamnya terperanjat.

"Y-yang mulia,"

Renjun menunduk hormat saat Jeno berdiri menjulang dihadapannya dengan wajah yang menahan amarah.

"Berani-beraninya menolak perintahku!" Jeno berteriak murka pada Renjun. "Derajatmu bahkan tidak lebih tinggi dari kasim di istana ini, apakah kau sadar!".

Renjun semakin menunduk takut, jari jemarinya bahkan telah bergetar dibalik durumagi yang ia kenakan.

"Maafkan saya Yang Mulia... S-saya hanya merasa tidak pantas menempati pavilliun Daiji, karena mendiang Ratu telah menyiapkan tempat itu dengan sepenuh hatinya hanya untuk anda."

Raut marah dengan perlahan hilang dari wajah Jeno ketika mendengarnya.

Ia menatap Renjun yang masih membungkuk takut, bahkan wajah pemuda itu juga telah pias.

Tanpa mengatakan apapun, sang putra mahkota berbalik meninggalkan ruangan dan meninggalkan Renjun yang bahkan masih menatap takut pada bayangannya.

A Flower's Letter; ╰Noren╮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang