Malam tampak begitu tenang, hanya terdengar bising suara binatang malam yang menggema memecah kesunyian Joseon. Bahkan bulan pun hanya menampilkan separuh wajahnya malu-malu. Semilir angin musim gugur ikut menerbangkan dedaunan kering yang menimbulkan suara gersak ketika sepasang kaki milik seseorang menginjaknya.
Disalah satu pavilliun kerajaan, tampak sebuah kamar yang masih memancarkan cahaya temaram lentera didalamnya.
Pavilliun Selatan yang lebih dikenal dengan kediaman putra sulung sang Raja.
Suasana yang hening tak berarti menandakan si pemilik kamar telah tertidur. Di dalam sana, Pangeran Jaehyun masih berdiam dengan banyak pemikiran yang terlintas di kepala. Hingga suara derit kaki dan bisikan pelan seseorang membawanya kembali pada kenyataan.
"Masuk," titahnya pada si pemanggil.
Kasim dan para dayang telah kembali ke aula bunchae untuk mengistirahatkan tubuh mereka dari kesibukan istana yang tidak ada habisnya. Sengaja Jaehyun mengatur pertemuan ini dilarut malam, agar tidak ada satu orang pun yang mengetahui hal yang akan ia lakukan.
Pintu geser itu terbuka, menampilkan sosok pemuda tinggi gagah yang memakai pakaian serba hitam dan memakai cadar hitam pula di wajahnya. Pemuda itu menunduk hormat kepada sang pangeran, lalu mengambil tempat dihadapannya ketika keturunan raja itu memberikan gestur mengizinkan.
"Apakah ada hal mencurigakan yang ingin kau laporkan?"
Si pemuda menunduk sopan, "Tidak ada pergerakan mencurigakan apapun, Yang Mulia. Hanya saja akhir-akhir ini Putra Mahkota lebih terlihat sibuk menghabiskan waktunya di pavilliun Daiji."
Jaehyun mengernyit. Bukankah pavilliun itu sudah lama tidak digunakan semenjak kematian mendiang Ratu?
"Apa yang dilakukannya disana?"
Si pemuda yang ditanya kembali menundukkan kepala, "Yang Mulia Putra Mahkota telah memerintahkan seorang guru sastra untuk menempati pavilliun itu. Dan disaat siang hingga menjelang sore, Putra Mahkota akan berada disana untuk belajar."
Jaehyun mengangguk paham. Sempat berfikir buruk jika adiknya akan meratapi kemalangan di pavilliun Daiji seperti saat mendiang Ratu baru saja meninggal. Namun, ketika mengetahui bahwa sang adik telah memanfaatkan tempat kesukaannya dengan baik membuat Jaehyun sedikit bernafas lega.
"Aku bersyukur jika tidak ada hal mencurigakan yang terjadi. Tapi jangan sampai kau lengah untuk mengawasinya."
"Ye, Yang Mulia. Aku mengerti."
Mengangguk puas setelah mendengar ucapan pemuda dihadapannya, Jaehyun pun tersenyum kecil. Menatap sosok dihadapannya dengan tatapan penuh pengharapan. "Aku mempercayaimu, jadi jalankan tugasmu dengan baik...-"
" –Park Jisung."
Cicitan suara dari burung murai adalah hal pertama yang menyambut Renjun ketika membuka mata. Dedaunan oranye yang berada disekitar pavilliun juga terlihat bergoyang pelan karena hembusan angin musim gugur yang bersemilir lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Flower's Letter; ╰Noren╮
FanfictionDisaat taktik dan intrik penguasaan istana berjalan seiring dengan kisah cinta milik Sang Putra Mahkota. Jika Lee Jeno telah jatuh cinta, Renjun yang hanya seorang hamba tidak akan bisa apa-apa. _________________________________________ Start : 23...