Jam 1 dini hari. Di bawah temaramnya lampu kamar Arkan, Keira belum mengantuk. Atau mungkin karena di luar kamar ini begitu ribut, jadi Keira tidak bisa tidur.
Saat ini ada satu hal pasti yang terus berputar dikepalanya, tentang tatapan seorang lelaki yang tidak sengaja dia lihat beberapa jam lalu dibawah kegelapan malam.
Bagaimana mata itu menyerupai bulan sabit saat dia tersenyum manis membuat Keira seakan menemukan sesuatu yang baru. Terasa menenangkan walau hanya sekedar menatapnya. Meski sama-sama tulus, entah mengapa Keira merasa tatapan itu jauh berbeda dengan tatapan yang sering dia dapatkan dari keluarganya.
Ada yang istimewa dari tatapan itu, tapi apa? Dan mengapa bisa?
Tidak berhasil menemukan jawaban, Keira memutuskan untuk keluar kamar. Bukan turun ke bawah, gadis itu hanya berdiri di tangga teratas menyaksikan bagaimana Daniel dan geng-nya saling beradu argumen, membalas umpatan satu sama lain, melempar canda, dan kemudian tertawa bersama.
Sekujur tubuh Keira terasa nyeri. Terlebih saat sekelebat kenangan tiba-tiba menghampirinya.
Tidak sanggup melihat lebih lama, Keira kembali ke kamar Arkan. Sebelum benar-benar masuk, gadis itu sempat menutup pintu kamarnya yang terbuka. Dua gadis yang pernah ditolongnya tempo hari tidur di sana. Melihat bagaimana mereka tidur saling berpelukan membuat lagi-lagi tubuh Keira merasakan nyeri. Dan rasa nyeri itu menyerang lebih kuat di bagian dadanya.
"Kalian pergi dengan ninggalin rasa sakit. Gimana gue bisa berani nemuin kalian?"
Gadis itu meremas kuat dadanya. "Maaf."
-XxX-
BYUR
"AA HUJAAAN!"
"TOLOOONG BANJIR!!"
"GUE TENGGELAM WOI!"
Daniel menimpuk wajah Fandi, Rezi dan Bima dengan bantal sofa. "Bangun jancok! Mandi sono lo pada, sekolah! Ngigo mulu!"
"Bukan hujan ya??" dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya, Fandi bertanya.
Daniel sudah berniat menyeret dan menenggelamkan kepala lelaki itu ke dalam bathup. Namun terpaksa dia urungkan sesaat setelah melihat Keira menuruni tangga dengan seragam lengkap, hanya saja rambut gadis itu masih dicepol asal. Wajar sih, ini masih jam enam kurang.
"Kei," Daniel menghampiri Keira dengan senyuman diwajahnya. "Bisa buat bakwan ga?" tanyanya kemudian.
Meskipun bingung, Keira tetap mengangguk pelan. "Mau?" tawar gadis itu basa-basi. Siapa sangka dengan cepat lelaki itu mengangguk.
"Ga keburu." ujar Keira berlalu cepat.
Sebenarnya bukan tidak keburu, hanya saja Keira terlalu malas. Merepotkan membuatnya pagi-pagi begini.
Daniel mengejar. "Ga keburu kalau sendirikan? Kalau dibantu, keburu ga?"
Keira memutar matanya, padahal tadikan dia hanya basa-basi saja menawarkan. Kenapa malah diiyakan?
Namun mengingat bagaimana lelaki itu bersama teman-temannya tidur malam tadi dengan keadaan tidak nyaman di karpet ruang tamu, Keira mengalah. Lagian lelaki itu hanya meminta dibuatkan bakwan, bukan minta dibuatkan emas batangankan?
KAMU SEDANG MEMBACA
KEIDAN
Teen FictionKeirania Guinevere Alexa, dijuluki sebagai gadis batu oleh hampir semua orang karena sifatnya yang dingin, minim ekspresi dan juga minim kalimat. Keira tidak pernah ingin tahu ataupun berniat kenal dengan lelaki pendiri Geng Dynamite yang bernama D...