Sebelas

272 245 93
                                    

Pagi ini tidak secerah biasanya. Awan putih yang biasanya terlihat indah, kini berganti dengan awan hitam yang menggumpal. Ditambah pula angin yang bertiup kencang semakin memperkuat keyakinan bahwa sebentar lagi hujan deras akan turun.

Keira berjalan pelan sambil memandangi sepatunya. Pagi ini, dia berangkat lebih awal dari biasanya. Dan tentu saja meninggalkan Arkan dirumah yang mungkin baru saja selesai mandi.

Saat tadi ditanya sang mama mengapa hari ini dia berangkat pagi sekali, Keira menjawab dengan alasan hari ini jadwalnya piket dan harus datang lebih awal sebelum murid yang lainnya.

Keira menghela napas pelan. Sekitar 7 meter dari tempatnya berdiri terlihat halte bis yang sudah sangat ramai diisi orang-orang. Ada yang menunggu bis dan ada pula yang hanya berteduh disana dikarenakan gerimis sudah mulai turun.

Gadis itu melanjutkan langkahnya dan berhenti ketika merasakan ada sesuatu yang mengganjal dikakinya. "Lepas lagi,"

"Nyusahin banget sih lo!" Keira menggerutu dan melihat sekitar mencari tempat yang bisa dia jadikan alas untuk duduk.

Setelah merasa selesai dia segera berdiri untuk melanjutkan langkahnya agar segera sampai ke sekolah. Jam sudah menunjukkan pukul 06.15 yang berarti setengah jam lagi bel akan berbunyi.

"Ga ada angkot lewat?" Keira celingukan ke kanan dan ke kiri. Namun bukannya menemukan angkot, gadis itu malah melihat mobil Civic berwarna putih dengan stiker tengkorak dipintunya berada diseberang jalan.

"Sial!" Keira segera berlari saat menyadari mobil itu berhenti tepat didepannya. Itu mobil Nova, tidak mungkin dia salah. Stiker yang berada disana adalah stiker yang pernah gadis itu tempelkan ke mobil lelaki itu dulu.

Bukankah tadi malam dia baru saja memohon untuk tidak dipertemukan dalam waktu dekat ini? Tapi mengapa Tuhan malah semakin mempercepat pertemuan mereka?

"Please, jangan kesini! Jangan kesini!" terus saja kata-kata itu yang Keira rapalkan sedari tadi.

Masih sambil berlari, dari kejauhan Keira melihat seorang lelaki dengan jaket jeans dan sebatang rokok disela jarinya. Dia rasa dia mengenali lelaki itu.

"Ga ada pilihan." Keira melangkah menyeberangi jalan yang hampir ramai dengan hati-hati.

Setelah sampai, Keira langsung berdiri di samping lelaki itu dan menarik tas yang tersampir dibahu kanannya. "Tolong gue!"

"Hah?" lelaki itu terkejut, tapi kemudian membuang rokoknya yang masih lebih dari setengah.

"Ga ada waktu, bawa gue!" sebelum lelaki itu bicara lebih lanjut lagi, Keira segera menarik tangan lelaki itu menuju motornya.

Masih dalam keadaan bingung, lelaki itu memberikan helm-nya kepada Keira dan segera melajukan motor sambil berteriak dengan gembira.

"BERANGKAT!"

-XxX-

"Makasih." Keira turun dari motor vespa itu dengan cepat saat menyadari banyak pasang mata yang menatapnya sinis. Keira tidak bodoh. Dia jelas tahu mengapa semua orang menatapnya seperti itu.

"Tadi lo kenapa?" pertanyaan itu terlontar dari mulut Daniel saat Keira hampir pergi dengan membawa helm yang masih di genggamnya. Tentu saja itu membuat Daniel hampir tertawa. Tapi dia urungkan saat Keira kembali menghadapnya.

"Gue cuman minta lo tolongin gue. Bukan minta lo kepo!" gadis jtu segera beranjak pergi saat sudah meletakkan helm lelaki itu di spion motornya.

"Walaupun nyelekit, tapi itu kata-kata terpanjang yang gue denger setelah sekian lama!" seru Daniel sembari tertawa sendiri.

KEIDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang