BAB 1, KELUARGA PALING BAHAGIA

30 3 2
                                    

                Kirana turun dari dalam mobilnya, memasuki lingkungan sebuah sekolah dasar yang sudah cukup sepi, hanya terlihat beberapa siswa-siswi yang masih menunggu jemputan Bersama seorang guru, termasuk Gavin, putranya, yang sedang asyik bermain kartu Bersama seorang teman.

"Gavin, nak, itu bunda kkamu sudah datang..." kata ibu guru. Gavin menoleh, dan ia mengangguk begitu melihat Kirana berjalan mendekati kelompok kecil itu seraya tersenyum ramah.

"Assalamu'alaikum..."

"Waalaikum salam..." jawab semuanya kompak. Kirana menjabat tangan ibu guru, dan juga teman-temannya Gavin. Gavin beranjak dari duduknya, memberikan satu set permainan kartu yang sudah dirapikan kepada temannya, lalu menghampiri sang bunda.

"Kok tumben bunda lama sih?"protes anak laki-laki itu seraya membawa tas sekolahnya.

"Iya, sayang, maaf. Tadi bunda antar bekal makan siang dulu buat ayah, terus bawa Dek Ara ke dokter, dia demam kan habis berenang kemarin..." jelas Kirana seraya meminta Gavin melepas ranselnya, agar dibawa olehnya.

"Dek Ara jadi sakit betulan? Terus dia ikut sekarang?"

"Nggak sayang, dia ada di rumah sama Kakak Andin. Makanya yuk, cepet masuk mobil, biar cepet sampe rumah terus bisa makan siang bareng sama Dek Ara..." kata Kirana. Gavin mengangguk patuh. Ia segera duduk di kursi penumpang sebelah kiri, persis di sebelah bundanya.

"Jangan lupa pakai sabuknya ya, sayang..." kata Kirana. Gavin mengangguk lagi. Setelah semuanya siap, mereka pun keluar dari parkiran sekolah Bersama mobil yang dikendarai Kirana.

***
Itu Kirana? Masak sih itu Kirana? Seriusan?

Iyaaa, Hih! Gak cayaan banget sih pada? Gigit nih kupingnya. Seriusan, itu Kirana, wanita berusia awal tiga puluh yang tampak masih muda dan cantik. Dia sudah jadi mahmud anak dua sekarang, tapi nggak keliatan ibu-ibunya, kan?

Anaknya yang pertama, Namanya Gavin. Itu, yang barusan dijemput. Anaknya yang kedua, perempuan, Namanya Ara. Emang dasar suami-istri sama-sama penggila sastra ya, maka sampai-sampai pemberian nama anak aja harus yang gak biasa, seperti nama anak keduanya ini ; Rinjana Haira Lestari, biasa dipanggil Ara, yang lagi demam sekarang gara-gara kemarin pas berenang nggak mau udahan.

"Bun, tadi di kelas ada anak baru, Namanya Adel... Duduknya di belakang aku, tapi dia cengeng, sebel, sepanjang kelas nangis terus..." celoteh Gavin memecah kesunyian.

"Kok bisa nangis terus gitu? Dijahilin kali sama temen-temennya?" komentar Kirana.

"Nggak, kami nggak ada kenalan sama dia, karena dia diem aja dari jam pertama. Kata Bu Nadya, dia pindahan gitu... Gak tau pindahan darimana, pokoknya gitu katanya."

"Oh, mungkin dia belum terbiasa sama suasana sekolahnya yang baru. Besok juga dia udah nggak nangis lagi..." kata Kirana. Seorang ART membukakan pintu pagar, sehingga mobil Kirana bisa masuk ke garasi. Mereka sudah tiba di rumah sekarang. Gavin turun dari mobil, membawa ranselnya, lalu langsung berlari masuk rumah.

"Hati-hati, sayang!" seru Kirana. Ia harus selalu mengingatkan perihal kebiasaan putranya yang sangat suka berlari itu. Gavin adalah anak yang lincah dan cukup sehat, meskipun wajahnya terlihat lebih pucat dari anak-anak yang lain. Pada usianya yang ke lima waktu itu, Gavin dibawa untuk cek ke dokter, dan ternyata, ia mengidap kelainan jantung seperti sang ayah, Bian. Omong-omong, kemana suaminya Kirana itu? Lagi apa dia sekarang?

***
"Halo, istriku... Lagi apa?" suara Bian terdengar di telepon.

"Lagi baca-baca novel aja sayang, habis nemenin anak-anak tidur siang. Kamu dimana?"

"Aku masih di kantor, nanti satu jam lagi aku pulang. Andin sudah berangkat ke kampus?"

"Sudah... Tapi sebelumnya dia mau ke rumah sakit dulu katanya, jengukin mamanya..."

"Oh gitu. Ntar dia sama Nayya suruh pulang ke rumah aja, kasian anak perempuan dua tinggal sendirian kayak gitu..."

"Rencanaku juga gitu sih, nanti kutelepon Andin ya, setelah kuliahnya selesai..."

"Ya udah kalau gitu... Oh ya kan aku mau pulang, kamu mau dibawain apa sama anak-anak?" tanya Bian mengganti topik.

"Apa aja deh... Yang penting kamu pulang dulu, nanti kumasakin... Mau apa buat makan malam hari ini?"

"Kalau gitu nggak usah kubawain apa-apa ya... Tapi kamu sama anak-anak siap-siap aja, kita makan di luar. Gimana? Mau?" tawar Bian.

"Boleh deh, Bi... Kalau gitu, kamu nanti hati-hati pulangnya ya..."

"Siap, ratuku. Assalamu'alaikum..."

"Waalaikum salam..."

***
Restaurant jepang, sore hari. Keluarga Bahagia itu sedang mengelilingi sebuah meja yang di atasnya telah tersaji banyak makanan. Bian sengaja mengajak anak dan istrinya ke sini, hitung-hitung family time, karena dia sedang sibuk banget selama beberapa waktu ini.

"Seneng nggak ke sini?" Bian memecah kesunyian.

"Iya, seneng..." Kirana tersenyum. Bian menggenggam tangan istrinya di sela-sela aktifitas makan mereka.

"Makasih ya sayang, udah jadi istri dan ibu yang baik buat keluarga kita..." katanya tulus.

"Sama-sama Bi. Begitupun kamu, kamu adalah suami dan ayah terbaik dalam keluarga kita..."

"I love you..." ucap Bian tanpa malu-malu.

"Ish, nanti aja ah, tuh, dilihatin sama anak-anak..." Kirana tersipu, mencubit pelan pinggang Bian.

"Kalau gitu, nanti malem ya, hon..."

"Biaaan!" Kirana berseru tertahan, sebal digoda sang suami terus-terusan.

"Astaga! Ada kalian? Heeeeeyyy!" sapa seseorang heboh, langsung di depan meja mereka. Bian bangkit berdiri dan memukul keras-keras Pundak pria tersebut.

"Heh, elo toh Gib... Sama bini lo?" tanyanya.

"Ya iyalah, masak ama selingkuhan?" Gibran nyengir. Kirana langsung melemparnya dengan gulungan tissue.

"Mana Kak Ais?" tanyanya.

"Itu, sama si kembar... Sayang sini, ada Kirana sama Bian nih..." kata Gibran seraya memanggil istrinya.

"Halooo..." kata Aisha seraya mendorong dua stroller berisi putri kembarnya, Keyla dan Sheila.

"Kakak apa kabar?" tanya Kirana seraya memeluk istri dari Gibran itu.

"Baik dek... Halooo jagoan dan princess-nya Amma, apa kabar?" kata Aisha seraya mengelus sayang puncak kepala Gavin dan Ara.

"Baik, Amma..." jawab Gavin dan Ara bersamaan.

"Duduk kak..." kata Kirana seraya memberikan kursi untuk Aisha. Aisha mengangguk, lalu tersenyum, dan duduk di samping ibu muda dua anak itu.

"Nah mumpung kita udah berkumpul semua disini, gimana kalau kita jalan-jalan aja? Kayak... Aduh kalau pacaran dua pasang gitu kan Namanya double date ya. Kalau ini apa Namanya?" Gibran garuk-garuk kepala.

"Double family trip!" kata Kirana asal. Semua tertawa. Akhirnya setelah membayar segala makanan yang mereka pesan, kedua keluarga kompak itu memutuskan untuk berjalan-jalan keliling mall yang masih satu lokasi dengan restaurant Jepang itu.

***
"Alhamdulillah..." Kirana menghempaskan badannya di atas tempat tidur, di sebelah sang suami yang matanya sudah setengah terpejam.

"Happy hari ini, sayang?" tanya Bian sambil setengah ngantuk.

"Happy sih, tapi kamu jadi capek nih..." kata Kirana.

"Nggak papa lah, capek membawa berkah ini tuh, nyenengin anak-istri. Lagian kalau nggak ada kalian, jadi apa aku?" Bian tersenyum, memeluk tubuh istrinya dari belakang. Kirana tersenyum, memejamkan mata di pelukan Bian, yang sudah hampir Sembilan tahun menjadi suaminya. Kalau mengingat waktu pacaran mereka yang singkat dulu (hanya hitungan bulan), rasanya masih sulit dipercaya Ketika tahu akhirnya mereka Bersatu dalam ikatan pernikahan dan akhirnya punya dua anak sekarang. Dan menurut orang-orang kebanyakan, mereka ini adalah keluarga paling Bahagia, lho.

(TBC).

SALAH JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang