BAB 3, CERITA ANDIN

6 2 2
                                    

-POV ANDIN

Aku adalah gadis kecil yang dulu selalu mengganggu sepasang anak muda dalam moment pacaran mereka. Kini aku telah bertransformasi menjadi gadis remaja yang punya banyak impian dan cita-cita.

Aku Andin, putri sulung dari seorang wanita Tangguh bernama Rosy Azalia. Usiaku kini 19 tahun, sedang berkuliah mengambil jurusan tata busana, sesuai dengan cita-cita. Tetapi karena keadaan yang memaksa, ak u tidak jadi kuliah di negeri dan kota mode itu ; Perancis, Paris. Aku memutuskan untuk tetap berkuliah di Indonesia, agar aku bisa dekat kepada semua keluargaku.

Tumbuh dewasa nyaris tanpa ayah, membuatku kadang iri melihat potret keluarga lengkap Kak Bian yang sangat Bahagia, Bersama istri dan dua anaknya, Gavin dan Ara. Beruntung sekali sih mereka, mempunyai ayah yang super baik seperti Kak Bian. Lucunya, Ketika masih kecil dulu, aku pernah berkata pada mamaku (berharap lebih tepatnya), kalau sosok ayahku itu, yah, minimal baik dan perhatiannya sama kayak Kak Bian-lah.

Aku mengenal sosok ayah sampai kira-kira berusia lima tahun. Di usiaku berikutnya, semua mulai berubah, ingatanku terhenti tentang ayah (aku memanggilnya papa), semenjak sering terjadi pertengkaran dengan mama. Pertengkaran itu berlanngsung terus-terusan, bahkan hingga akhirnya mama melahirkan lagi saat usiaku delapan tahun. Mama memberiku seorang adik perempuan lucu yang diberi nama Nayyara. Awalnya kukira semua akan normal Kembali dengan adanya seorang adik bayi di tengah-tengah kami. Tapi ternyata, aku salah. Benar memang, papa dan mama sudah tidak pernah bertengkar lagi. Tapi sekarang, papa jadi jarang pulang ke rumah.

Mama juga berubah, dari yang dulunya lemah lembut, jadi kasar dan pemarah. Setiap hari, ada saja sesuatu yang salah yang bisa saja memancing kemarahannya. Kata temannya (Tante Arini), mama terkena syndrome baby blues, yakni gangguan mood pasca melahirkan. Memang perubahan mama itu terjadi setelah Nayya lahir. Dan dalam pikiran kanak-kanakku, dulu aku sempat membenci adikku itu, menyalahkannya atas semua yang terjadi pada keluargaku. Dan gara-gara dia juga, papa tak pernah Kembali lagi ke rumah kami. Tapi pada akhirnya, ia memang Kembali, Bersama wanita lain, dan ia juga mengucap kata cerai kepada mama. Aku tidak tahu apa itu cerai, dan mengapa papa pergi dan benar-benar tak Kembali lagi ke rumah setelah kata-kata itu. Tidak ada yang membimbingku, menerangkanku atas ketidak tahuan ini.

Waktu itu, mama tampaknya juga semakin parah. Sebentar menangis, sebentar tertawa. Ada yang terlihat janggal pada tatapan mama yang biasanya bersinar dan menunjukkan kecerdasan, menjadi hampa dan nyaris tanpa harapan, seperti terpisah jauh antara delusi dan kenyataan. Aku sempat takut pada mama, meskipun untungnya, itu tidak berlangsung lama. Dan kalau suatu saat aku ditanya, siapa orang yang menyelamatkan mamaku, aku akan menjawab, Tante Arini-lah orangnya. Psikolog cantik itulah yang menyelamatkan mamaku dari kondisinya yang nyaris saja... Gila. Setelah tidak ada papa, mama Kembali kepada pekerjaannya sebagai penyiar dan dosen. Terakhir, mama menulis buku berjudul "Menjaga Diri Luar-Dalam", yang sampai saat ini sudah menuju cetakan keempat. Itulah mamaku, wanita yang luar biasa, yang aku cintai dan juga mencintaiku.

"Ndin... Sarapan dulu..." suara Kak Kirana memecah kesunyian. Aku mengangguk, menyadari kebodohanku yang malah termangu di depan meja makan, bukannya segera bergabung dengan mereka.

"Nayyara mana? Kok nggak sama kamu Ndin?" tanya Kak Bian.

"Dia udah jalan duluan, dijemput sama temennya..."

"Oh pantes gak sarapan tadi... Kamu habis kuliah ini mau kemana, Ndin?" tanya Kak Kirana.

"Aku kuliahnya masih nanti siang kok, ini mau ke rumah sakit dulu lihat mama..." jawabku.

SALAH JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang