BAB 30 (BUKAN) IBU YANG SEMPURNA (2)

2 1 0
                                    

                Langkah-langkah cepat itu berhenti, tepat di depan pintu sebuah kamar rawat khusus anak bernomer 211. Dua pasang kaki yang berlari sejak tadi itu mengambil posisi duduk, persis di seberang seorang wanita yang wajahnya dipenuhi air mata.

"Gimana, Ran?" salah satu dari mereka memecah kesunyian.

"Gavin udah stabil bang, sekarang tidur," jawab Kirana.

"Kamu gimana sih, anak mau kambuh gitu gak sadar!" omel Bian.

"Kok kamu nyalahin aku?" Kirana kaget.

"Ya bukan nyalahin, tapi kamu kan ibunya!"

"La terus emang pas bikin Cuma aku doang yang jalan? Bukannya kita bikinnya bareng-bareng?"

"Bisa nggak kalau aku ngomong itu nggak pake dibantah sama kamu?"

"Kapan aku bantah kamu itu kapan, Bi? Emang aku bakalan tau kalau Gavin kambuh hari ini, tepat disaat kamu lagi shooting di luar kota?" ditengah-tengah aksi perdebatan mereka yang sengit itu, tiba-tiba ponsel Bian berdering. Bian segera mengambil ponsel tersebut dari sakunya. Ia mengernyit, karena di display tertera nnama Sacia, yang kontaknya baru saja disimpan pagi ini.

"Halo, Sacia, ada apa?" tanyanya.

"Kakak kok ngilang, sih?" suara di ujung sana terdengar manja.

"Maaf, Sacia. Nanti kakak sambung lagi ya, ini kakak ada urusan keluarga..."

"Oh ya udah deh, aku juga mau take lagi nih, di scene 21 ada adeganku kan..."

"Nah, llakukan seperti apa yang kakak arahkan tadi ya... Bye..."

"Bye, kak..." –sambungan terputus-. Bian meletakkan Kembali ponselnya di saku. Dan beberapa saat kemudian ia menyadari satu hal, ada dua orang yang menatapnya dengan dua sorot yang tak jauh beda. Elang kecewa, sementara Kirana terluka.

"Kenapa kalian natap aku kayak gitu?"

"Biiii..." geram Elang.

"Ja-Jadi..." lirih Kirana.

"Nggak usah nambahin drama, Ran. Kamu mau nuduh aku selingkuh sama Sacia? Gila ya kamu, udah gak becus jadi ibu, sekarang pake nuduh-nuduh segala lagi!"

"Cukup, Bi!" seru Kirana. Dan tanpa bisa dicegah siapapun, ia berlari begitu cepat meninggalkan ruang tunggu, entah kemana. Meninggalkan Bian yang duduk berseberangan dan beradu pandang dengan Elang yang terlihat marah.

"Kacau lo Bi... Gak pantes lo bentak-bentak Kirana kayak gitu." Katanya seraya menahan emosi.

"Tapi..."

"Lama-lama lo sama aja kayak bokab gue, Bi... Bisanya nyalahin istrinya doang!" seru Elang kalap.

"Lo pikir bokab gue nggak gitu?"

"Udah tau gitu kenapa diterusin?" potong Elang. Bian terdiam. Ia merosot lemas pada sandaran kursi. Kenapa dia begitu emosi hari ini? Apa karena kekhawatiran tingkat tingginya kepada sang putra, atau... Kebersamaannya dengan Sacia yang harus tertunda?

***
Taman rumah sakit yang sepi pengunjung. Kirana adalah salah satu manusia yang membersamai kesunyian itu. Karena disana, benar-benar hanya ada dirinya, isakannya, dan linangan air matanya. Ia tidak mengerti, mengapa semua hal hari ini begitu menjungkir-balikkan dunianya. Dari mulai Bian yang selama ini lumayan sulit dihubungi, anaknya yang kumat, lalu... Telepon tadi! Sejak kapan ada gadis lain menelpon suaminya selain Andin atau Nayyara?

SALAH JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang