BAB 28, KEMBALI SHOOTING

2 0 0
                                    

                Lebaran telah usai, tapi kerjaan baru akan dimulai. Hari ini, di kantor Venus Picture sudah berkumpul banyak orang yang akan bersiap-siap ke Bukit Bintang, melanjutkan proses pengerjaan film Sebelum Tujuh Hari yang sempat tertunda karena bulan Ramadhan dan berbagai hal lain.

"Pagi, Kak Bian," sapa Nova.

"Pagi, Va. Kamu sendirian tah?" balas Bian ramah.

"Ada Sacia kak. Tapi tidur dia di mobil. Semalam begadang..."

"Oh gitu. Ya udah, aku duluan ya, Nova, see you add the place!" seru Bian. Nova hanya mengangguk dan melambaikan tangan kepada Bian, yang sudah mendapat pelototan dari Elang.

"Bang, kenapa gue dipelototin sih? Copot mata lo entar," kata Bian seraya duduk di kursi penumpang di sebelah kiri sopir.

"Ngapain lo genit-genitan sama Nova? Terus ngapain juga lo nanya si Nova ama siapa? Nyari Sacia ya lo?" tuduh Elang.

"Idih, ya nggak lah, sembarangan maen tuduh-tuduh aja," protes Bian.

"Nggak dibungkus aja bang, karetnya dua?" canda Bian.

"Dikata beli gado-gado pedes apa... Nggak Bi, gue Cuma mewanti-wanti lo doang, kita memang masih muda, tapi kita sama-sama punya hati yang kudu dijaga di rumah. Jadikan Lelah lo ini sebagai lillah, jadi Lelah membawa berkah untuk istri dan anak lo..." nasehat Elang bijak.

"Bang, gue tau kok... Tapi lo juga hampir menyakiti istri lo waktu itu..."

"Sejujurnya sampai saat ini, keinginan itu masih ada, Bi..." lirih Elang.

"Jangan, bang. Ashley itu setipe sama Kirana. Kalau udah sayang sayangnya beneran, getol perjuangan dia..."

"Kenapa ya kita dikelilingi sama wanita-wanita yang baik?" tanya Elang iseng seraya tetap melajukan mobilnya.

"Karena pasangan yang baik itu saling melengkapi, bang. Kirana ada buat gue untuk keturunan yang sehat, lalu Ashley ada buat lo juga karena ingin menegaskan betapa berartinya kehadiran lo di dunia ini, dan semua kebaikan yang pernah dan atau masih lo lakuin... Lalu siapa tuh adik sambungnya Rana?"

"Arga..."

"Nah itu, Britania hadir buat dia karena ingin menjadi kaki untuk Arga... Semua dari kita, alhamdulillah dapat jodohnya yang baik ya kan, bang?" baru selesai ucapan Bian, tiba-tiba ponselnya bergetar, tanda bahwa ada yang menelepon. Lagu Melukis Senja milik Budi Doremi masih menjadi notifikasi khusus yang menandakan tingkat keistimewaan si penelepon.

"Halo, Ran?" nah, kan, ketahuan akhirnya.

"Halo, my hubby... Udah sampe mana?"

"Baru di tol sayang... Kenapa?" tanya Bian.

"Nggak papa, aku lagi jam istirahat nih, makanya bisa nelepon..."

"Nggak sarapan tah?" tanya Bian.

"La kan tadi sarapannya barengan kamu, sebelom berangkat..." Kirana tertawa.

"Oh iya juga sih... Everything ok kan disana?" tanya Bian lagi.

"Ok kok, nanti jam setengah dua belas kan biasa, aku jemput Gavin... Kamu jaga diri ya sayang selama disana, kalau sempet telepon aku..." pesan Kirana.

"Pasti, sayang. Aku jaga diri dan hati Cuma buat kamu..."

"Boong tuh, Ran, jangan percaya!" seru Elang iseng. Dia tau kalau telepon sedang di-loud speaker sekarang.

"Hahaha, kalau dia bohong, konsekuensinya berat kok," kelakar Kirana.

"Aku tau sayang..." Bian nyengir.

"Ya udah, udah mau bel masuk nih. Aku lanjut ngajar ya, sayang. Assalamu'alaikum..."

"Waalaikum salam..."

***
Bukit Bintang, lagi. Kalau biasanya mereka tiba disana sekitar sore atau menjelang malam, kali ini, mereka sampai disana siang hari, tepat jam dua belas, Ketika matahari sedang bertengger di atas kelapa, eh, kepala.

Bian turun dari mobil dengan sisa-sisa kantuk yang coba ia buang. Dari dulu, Bukit Bintang emang selalu jauh, nggak ada ceritanya jaraknya diperpendek dan berubah jadi lebih deket.

"Siang, kak!" sapaan seorang gadis membuat Bian mau tak mau membuka matanya, dan kantuknya benar-benar hilang Ketika ia melihat gadis nan muda lagi cantik berada di depan matanya.

"Hai, Cia, siang," balas Bian.

"Kangen ya kak, lama nggak ketemu kita... BTW mohon maaf lahir batin yaa..." kata Sacia seraya menyalami tangan Bian.

"Sama-sama, Sacia. Lancar kah puasanya? Kelihatan tambah sehat ya, kamu..."

"Kalau mau bilang gemukan, bilang aja, gak papa kok kak, masak aku baper gara-gara gitu doang..." Sacia tertawa.

"Iya, sih, rada endut dikit, tapi tetep cantik..." kata Bian seraya ikut tertawa. Dan entah setan dari mana datang dan menggerakkan angin di Bukit Bintang siang itu, sehingga menerbangkan anak-anak rambut Sacia, lalu angin itu juga mendorong tangan Bian untuk mengacak sayang selubung kepala berwarna hitam itu, sebelum akhirnya dirapikan ke balik telinga. Untung Elang gak lihat adegan ini. Entahlah apa yang akan terjadi kalau sampai tuh anak tau.

"Ayo kak ke sana, sekalian makan siang, bbareng-bareng sama yang lain..." ajak Sacia.

"Kamu duluan ok, nanti aku nyusul..." kata Bian. Sacia mengangguk, dan melepaskan genggaman tangan mereka...

***
"Camera, role, action!"

Pukul dua dini hari, scene ke-15. Di antara dingin dan pekatnya malam ini, beberapa orang anak manusia disini sedang bekerja keras demi mencapai tujuan Bersama, menyukseskan film baru yang harus tayang di akhir tahun ini.

Bian tertidur di kursi dengan berbantalkan ransel. Ia sungguh Lelah hari ini, mengikuti scene demi scene, sesekali mengarahkan para pemain, dan ia begitu ppulas tertidur, tanpa tahu bahwa ada seorang gadis yang menatapnya dengan penuh cinta dari tadi. Kebetulan dia lagi nggak ada di scene yang sedang di-take ini, jadi dia bisa bebas berkeliaran dan melakukan apa saja, termasuk ngelihatin orang tidur kayak sekarang.

"Vaa, ada yang tidur, nih!" seru Sacia, juga ikut berbisik.

"Makanya itu gue tanya, ngapain lo disini dan ngeliatin orang tidur?"

"Ngg... Ya nggak ngapa-ngapain, sih. Lo kenapa juga manggil gue?"

"Udah kelar nih shooting-nya, ayo masuk kamar, udah mau setengah tiga..."

"Wadaw!" seru Sacia, refleks ia melihat arlojinya. Dan tak diduga, seruannya tadi mengagetkan Bian yang ketiduran.

"Eh, eh, ada apa?" tanyanya. Jantungnya berdebar dengan sangat keras, hampir membuatnya sulit bernapas.

"Lho, kakak, kenapa?" tanya Nova panik. Ia kaget melihat wajah Bian yang memucat tiba-tiba.

"Ngg... Nggak papa kok, kaget aja. Jam berapa sekarang?"

"Jam setengah tiga, kak," jawab Nova.

"Oh, udah selesai hari ini?" tanya Bian seraya bangkit dari posisinya.

"Sudah, kak, dilanjut besok katanya..."

"Waduh, untung dibangunin. Kalau nggak bisa sampe pagi, nih. Thanks ya Nova, Sacia. Aku duluan..." pamit Bian seraya berjalan ke arah vila yang ditempatinya Bersama Elang. Alhamdulillah, proses shooting-nya dari tadi berjalan lancar. Tapi inget, nggak boleh macam-macam lho, Bian!

(TBC).

SALAH JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang