BAB 19, ELANG YANG HAMPIR TERBANG

3 1 4
                                    

Tiga hari sudah semua orang mendapat tugas tambahan harus pergi ke rumah sakit, ngecekin kondisi Elang. Sekarang ini giliran Kirana dan Bian, Rafa tidak ikut, karena dia ada jadwal shooting dan siaran.

"Sayang, kamu ke Bang Elang duluan gak papa kan? Aku mau ke Tante Ocy bentar..." kata Bian, sesaat setelah mereka turun dari lift.

"Bu Rosy?" Kirana kaget. Tapi sejurus kemudian... "Oh iya ya? Kenapa aku nggak kepikiran kalau ini rumah sakit yang sama dengan tempat beliau dirawat ya?" Kirana menepuk keningnya.

"Kita kedistrek sama kejadian yang dialami Elang, makanya nge-blank, losdol, udah nggak inget apa-apa. Ya udah, kamu duluan, nanti kalau memungkinkan, Tante Ocy kubawa buat lihat kondisi Elang ya..." kata Bian seraya berlalu, berjalan menuju selasar di sebelahnya, meninggalkan Kirana yang akan berjalan sendirian menuju ruangan sahabatnya.

***

Begitu sampai di ruang tunggu, Kirana langsung dibuat shock oleh keadaan Ashley, istri sahabatnya yang sangat kacau. Ia menangis seraya bersimpuh di lantai, dan memeluk erat-erat sebuah computer tablet, yang nampaknya sedang menampilkan aplikasi pengolah kata. Khawatir terjadi apa-apa, Kirana segera berjalan cepat menuju peremppuan itu dan bertanya.

"What's happened, Ashley? Everything is ok?"

"I just read the note... I use the translator but... Oh no..."

"Ini tab siapa?" tanya Kirana, refleks menggunakan Bahasa Indonesia. Untung Ashley ngerti, walau tidak serta-merta bisa membuatnya berbicara Bahasa Indonesia selancar yang lain.

"Elang..." katanya seraya memberikan computer tablet itu kepada Kirana, dengan tangan yang gemetar. Kirana segera menuntun Ashley untuk duduk di kursi, sementara ia membbaca perlahan-lahan catatan yang ditulis oleh Elang. Dia tau ini adalah sebuah privacy, tapi kalau sampai Ashley sudah nangis kayak nggak ada obat begini Ketika membaca tulisan itu, kan tetep mengkhawatirkan, so harus diselidiki betul-betul. Kirana mulai membuka lembar pertama. Dan ia langsung terpukau saat membacanya.

"Semua orang mengira aku adalah makhluk Tuhan yang baik, tapi aku sendiri tidak merasa begitu. Terlalu banyak luka dan dendam terpendam, juga rasa kecewa yang berkepanjangan atas takdir hidup yang tak semestinya, membuat aku berlari tak tentu arah menuju jalan yang salah." Kirana masih terus terpaku pada lembar pertama itu. Ia betul-betul tidak menyangka, bahwa Elang ternyata cukup panndai dalam merangkai kata-kata untuk menjadi susunan kalimat yang cukup indah. Namun mengapa kiranya, barisan diksi yang terpilih adalah sederetan kata untuk elegi?

"Drug, alcohol... Aku sudah berhenti dari semua itu. Semua yang kugunakan sebagai pelarian juga bayaran atas perceraian mama dan papa yang tak terelakan, perselingkuhan papa, lalu mama yang kabur dari alam nyata, dan aku yang sendirian menghadapinya. Ironis, mengapa ini terjadi justru disaat aku sedang benar-benar membutuhkan peran mereka pada masa-masa krusial ini, masa-masa Ketika aku hendak menuju dewasa?" ini lembar entah ke berapa, dan air mata Kirana mulai menitik perlahan. Ia tidak menyangka, sepedih itu perjalanan hidup Elang, sosok ceplas-ceplos dan easy going yang dikenalnya sejak Sembilan tahun yang lalu, sosok yang menyelamatkan kisah cintanya dengan sang suami, sang penyelamat yang membuat cintanya dan Bian berlabuh pada mahligai pernikahan. Tak terasa, catatan digital yang dibacanya sudah akan habis, tinggal satu halaman terakhir yang tersisa, benar-benar menjadi penutup sempurna catatan elegi itu.

"Drug, alcohol, semua itu adalah masa-masa jahiliah-ku yang telah berlalu, jauh bertahun-tahun yang lalu, sebelum aku bangkit dan berusaha merengkuh bahagiaku Kembali. Tapi ternyata, konsekuensi itu nyata adanya. Karena barang-barang jahanam itulah, kini aku yang sendirian memetik hasilnya, merasakan akibatnya. Fonis dokter yang mengatakan bahwa aku tidak bisa memiliki keturunan, adalah petir paling nyata pada saat ini, petir beserta badai yang menyeretku Kembali kepada kenyataan yang paling benar tentangku ; kesepian dan ditinggalkan. Aku tahu Ashley mencintaiku, sangat. Setiap hari ia mengatakan I love you, membuatku merasakan hidup Kembali setelah kesedihan dan depresi yang membuat diriku ingin segera berjumpa dengan kematian. Beberapa rencana dalam kepala coba kujalankan ; menyayat pergelangan tangan, menenggak racun, atau... Ah, memutuskan tali rem mobil. Semua orang bisa menganggap yang terakhir ini sebagai kecelakaan bukan? Bila tidak ada yang tahu rencanaku dan juga catatan ini, aku akan tetap bisa bersembunyi, seandainya nanti aku masih diberi kesempatan untuk bernapas sekali lagi..." Kirana membanting komputer tablet itu ke lantai di bawahnya. Ternyata ungkapan bahwa "kamu tidak sendiri" itu benar adanya. Ia harus menyadari, bahwa masalah Kesehatan mental ini kiranya bisa menimpa siapa saja, bukan hanya dirinya, atau anak-anak perempuan, tapi...

SALAH JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang