BAB 10, SIBUK?

6 2 2
                                    

            Seorang gadis kecil tengah bersiap di dalam sebuah kamar. Ia memakai gaun yang sangat cantik bak seorang putri. Dan di atas kepalanya juga terpasang bando berbentuk mahkota, cantik sekali. Dan sekali lagi, si gadis kecil menatap refleksi dirinya di cermin. Ia tersenyum senang, puas dengan hasilnya.

"Anak bunda sudah cantik sekali sore ini... Sekarang keluar kamar ya sayang, sudah banyak tuh yang datang..." kata Kirana seraya mengecup gemas pipi putrinya. Gadis yang sekarang berusia empat tahun itu tersenyum. Segera saja tangan kecilnya menggandeng Kirana, dan mereka keluar menuju ruang tamu yang sudah didekorasi sedemikian rupa untuk ulang tahun putrinya, Ara. Hingga akhirnya, tepat pada pukul empat, pesta ulang tahun itu berjalan dengan sangat meriah.

***
Sementara itu, di tempat lain. Hingar-bingar music menyemarakkan suasana pesta yang sepertinya adalah pesta ulang tahun juga. Tapi ini jauh berbeda, karena ini adalah pesta ulang tahun orang dewasa. Ini pesta ulang tahun Sacia yang ke dua puluh dua.

"Kak Bian, makasih ya udah mau datang ke acar ultahnya Sacia... Sacia seneeeng banget..." kata gadis itu seraya menuangkan cocktail ke gelas miliknya sendiri, dan juga mengisi gelas kosong untuk Bian.

"Sama-sama, Cia. Lagian ini kan ajakannya orang-orang Venus Picture juga... Masak iya ditolak..." Bian tersenyum, dan menolak halus minuman pemberian Sacia itu.

"Ajakan siapapun itu, Sacia tetep happy karena kakak mau datang ke sini..." kata gadis itu riang, seraya menghabiskan minuman di gelasnya dengan cepat, lalu mengisinya lagi dan lagi.

"Bi, udah jam sebelas lewat nih... Pulang yuk..." ajak Elang.

"Wah, iya gitu?" Bian kaget.

"Iya lah... Keasyikan ngegitar sih tadi lo, sampe lupa pulang... Ayolah, keburu malam..."

"Perasaan ini udah malam juga kok, bang..." Bian nyengir.

"Maksud gue, keburu tambah malem... Ayo!" seru Elang tak sabar. Akhirnya Bian berpamitan dengan orang-orang yang dikenalnya, pergi ke parkiran, terus pulang.

***
Kediaman Bian dan Kirana. Bian turun dari mobilnya yang sudah terparkir dengan selamat di dalam garasi. Ia melihat keseluruhan rumahnya yang tampak rapi, padahal baru sore tadi ada perayaan pesta ulang tahun untuk anak keduanya, Ara. Pasti Kirana yang berjibaku merapikan semua ini.

"Baru pulang, Bi?" tegur suara lembut itu, yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya.

"Eh, Ran... Ka-Kamu belum tidur?" Bian balik nanya.

"Masuk dulu yuk, aku buatin teh hangat... Kamu pasti capek, kan?" tanya Kirana seraya mencium takzim tangan suaminya, menggandengnya untuk masuk ke dalam rumah besar mereka.

***
"Gimana harimu, Bi?" tanya Kirana, sesaat setelah sang suami menghirup teh manis hangat buatannya.

"Baik kok, Ran..."

"Padet banget ya kerjaannya sampai jam segini baru pulang?" tanya Kirana lagi.

"Maaf, Ran. Sebenernya dari jam lima tadi kerjaan udah beres semua, tapi aku terpaksa nggak pulang cepat, karena aku harus memenuhi ajakan team Venus Picture, yang juga diundang untuk datang ke pesta itu..."

"Pesta apa?" tanya Kirana lagi.

"Pesta ulang tahunnya Sacia..."

"Jadi kamu datang ke pesta ulang tahun orang lain dan mengabaikan pesta ulang tahun anak kamu, Bi?" tanya Kirana dengan nada meninggi.

"Ran?" Bian kaget.

"Ara nunggu kamu dari tadi..." kata Kirana kecewa. Bian terhenyak di kursinya.

"Maaf, Ran..."

"Sesibuk-sibuknya kamu, kamu nggak pernah lho kayak gini..." kata Kirana.

"Ya Namanya juga kan ajakan dari kantor Ran, masak iya aku tolak sih..."

"Ya tapi kan kamu bisa izin sama atasanmu, dan sama orang-orang Venus Picture juga kalau kamu udah ada acara di rumah..."

"Kamu enak ngomong kayak gitu, karena kamu nggak terlibat langsung Ran. Coba dong kamu ngertiin posisi aku!" Bian yang tidak tahan, akhirnya membentak Kirana. Ia menggebrak meja di hadapannya sekuat tenaga, sampai gelasnya melayang beberapa senti dari tempatnya. Kirana bangkit dari duduknya, lalu ia melihat baik-baik ke mata suaminya. Dan mata itu... Mata itu menampakkan sorot terluka yang kentara. Bian menyadarinya, tapi ia terlanjur tak peduli, ia terlanjur kesal dengan Kirana yang seakan-akan tak mengerti dirinya.

***
Pukul dua dini hari, di kamar mereka. Bian gelisah di posisinya. Ia merasakan kekosongan di atas tempat tidur besarnya. Ia tidak merasakan pelukan yang ketat dan hangat di pinggangnya. Karena gelisah, akhirnya Bian membuka matanya, dan melihat sekeliling. Kamar sangat sepi, tinggal ada dirinya saja. Kemana Kirana?

Sementara itu, yang dicari-cari sebenarnya sedang mengetik dengan laptop, tidak jauh darinya. Wanita itu begitu fokus dengan apa yang dia lakukan. Tapi akhirnya ia menoleh juga, Ketika telinganya menangkap sebuah pergerakan.

"L-Lho, Bi, kamu kenapa bangun? Suara ketikanku ganggu ya?" tanya Kirana kaget.

"Kamu kenapa belum tidur?" tanya Bian lembut.

"Aku nggak papa kok, cumin masih ada kerjaan aja..." jawab Kirana seraya tersenyum.

"Tidur, Ran, udah malam..." kata Bian.

"Iya, nanti habis ini aku tidur kok. Bentar lagi selesai tulisanku..." kata Kirana seraya menatap laptop yang menampilkan tulisannya yang sudah separuh jadi. Tapi Bian tidak tertarik pada penampakan tulisan itu, ia justru tertarik sama hal lain.

"Mata kamu kenapa merah?"

"Oh, nggak papa, paling kurang tidur doang..." sanggah Kirana.

"Nggak, ini pasti karena yang tadi... Aku minta maaf, Ran..." kata Bian sungguh-sungguh, seraya langsung memeluk istrinya itu. Kirana bangkit dari kursi, dan membalas pelukan sang suami. Dan lagi-lagi, air matanya berderai disana.

"Maaf, sayang, maaf..." kata Bian lembut seraya mengusap rambut hitam Panjang milik Kirana.

"Iya, sayang. Nggak papa sudah... Kamu Kembali ke Kasur ya, tidur lagi..." kata Kirana seraya melepaskan diri dari pelukan Bian.

"Aku nggak mau kalau nggak sama kamu..." rajuk Bian. Kirana tertawa, mencium pipi suaminya, lalu mematikan laptop, agar ia bisa naik ke tempat tidur Bersama-sama dengan suaminya. Makanya Bi, se-sibuk-sibuknya kamu jangan bersikap sembarangan sama istri. Emang enak tidur sendirian kayak tadi?

(TBC).

SALAH JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang