BAB 36, STRATEGI DI JAKARTA, BAHAGIA DARI JOGJA

3 1 0
                                    

                Kantor Elang, pukul 13:00. Ini adalah jam setelah istirahat makan siang berakhir, dan tiga orang pria dewasa berkumpul di sebuah ruangan dengan tiga buah laptop yang semuanya menyala, dan secara ajaib, semuanya berada di laman yang sama.

"Jadi sekarang gimana, Ar?" salah satu dari mereka memecah kesunyian.

"Kita pantengin dulu aja situsnya ini, gue baru ngebobol sistem soalnya..." kata Arga.

"Lah kalau mantengin standby disini gak bisa gue, Ar, ada siaran ntar jam empat..." kata Rafa.

"Sama, jam empat juga gue balik, dan nggak mungkin gue standby di PC terus," timpal Elang.

"Kalau gitu gini deh, sistem yang udah gue bobol gue lock lagi, tapi kalau gitu berarti yang bisa buka gue doang... Gue nggak mau sampe kejadian data bocor yang nanti malah merugikan..." jelas Arga.

"Ya udah nggak papa... Kalau server dan database semua ada di lo, lo lock aja dulu, ntar kalau kita perlu kan tinggal minta..." kata Elang.

"Ya udah deal, nih?" tanya Arga.

"Iya, deal!" kata Elang dan Rafa. Akhirnya mereka bertiga melakukan toast sebagai tanda kesepakatan.

***
Sementara itu, Jogjakarta, di waktu yang sama.

"Udah siap semuanya?" tanya Bian.

"Sudah..." jawab Kirana, dua anaknya, dan sang ART kompak.

"Ada yang ketinggalan gak?" tanya Bian lagi, memastikan.

"Ada..." kata Kirana.

"Apaan? Bukannya udah dicek semua tadi?" tanya Bian. Kirana Cuma senyum-senyum dan akhirnya berjingkat-jingkat menuju Bian, lalu berbisik.

"Kenangan..."

"aiiiiissh, jail banget kamu sayaaang!" seru Bian seraya menggelitik pinggang Kirana.

"Hahaha iya, ampun sayang, ampun!" seru Kirana kewalahan seraya melepaskan diri dari tangan-tangan jahil Bian.

"Heh hus, delok-en iku lho anak-anakmu udah nunggu," kata Bik Sum seraya sedikit meringis.

"Oh iya deng. Wes yoh, nanti keburu ketinggalan pesawat," kata Bian seraya menggandeng tangan Kirana keluar pintu kamar hotel. Maksimal check out jam satu padahal, tapi mereka malah sempet-sempetnya ngebucin gitu ; tak peduli kendati jarum jam telah menunjuk ke angka pukul dua belas lewat banyak. Duh emang ya mereka itu.

***
Kirana duduk di sit pesawat dan memandang ke luar jendela. Bian ada di sebelahnya, sementara anak-anak duduk bersama Bik Sum. Mau bagaimana lagi, perbedaan nomor kursi pesawat lah yang memisahkan mereka. Tapi author curiga ada unsur kesengajaan nih, secara gitu, ortu mereka masih pada pengen jadi penganten baru aja.

"Seneng gak sayang, selama kita liburan?" tanya Bian seraya mengencangkan sabuk pengaman yang dikenakannya. Tak hanya itu, dengan manisnya ia juga memasangkan sabuk pengaman milik Kirana.

"Seneng dong sayang, menghabiskan waktu dengan sosok-sosok yang dicintai... Makasih ya sayang," kata Kirana seraya menyandarkan kepalanya di pundak Bian.

"Sama-sama... Selagi semesta masih mengizinkan aku untuk menjaga kamu, Gavin dan Ara, menjaga kita, aku akan berusaha..." kata Bian. Itu bukan sebuah janji, itu sebuah keinginan. Keinginan yang begitu luhur dan tulus dari seorang anak manusia yang telah berganti status dan posisi, menjadi ayah dan juga suami. Bian sadar akan dirinya, ia bukan sosok yang sempurna, ia benar-benar butuh pegangan, dan Kirana hadir untuk itu, sehingga akhirnya ia merasa lengkap sebagai manusia. Lalu dua malaikat lucunya, Gavin dan Ara, yang semakin menambah lengkap kebahagiaan dan kesempurnaannya. Kendati ada sedikit kesedihan tercipta, ketika Bian harus merelakan salah satu anaknya harus mengalami kondisi yang sama dengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SALAH JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang