Viona Karunasakara dikenal sebagai gadis ceria yang punya banyak teman. Saking banyaknya teman, Viona kadang kesulitan mendapatkan waktu untuk dirinya sendiri. Ia tidak pernah duduk sendirian di kantin dan ia selalu mendapat kelompok saat mereka ditugaskan untuk membentuk kelompok sendiri. Salah satu contohnya adalah kelas matematika pagi ini.
"Tugas kalian minggu ini adalah menyelesaikan soal yang saya berikan. Setiap kelompok akan mendapatkan soal yang berbeda. Silahkan bentuk kelompok dengan lima orang anggota." Dosen berkumis tebal itu memberikan perintah setelah jam pelajarannya habis. Pria bertubuh tambun itu langsung meninggalkan kelas setelah merapikan mejanya.
"Viona, aku gabung kelompok kamu ya?" Seorang gadis menghampiri Viona.
"Gabung sini aja, yuk!" Kelompok gadis yang ada di tengah ruangan memanggil Viona diiringi lambaian tangan.
"Aku juga gabung sama kamu ya?" Gadis lainnya mendekati meja Viona.
"Lo mau gabung sama kita nggak? Kurang satu orang nih?" Seseorang yang juga duduk di deretan terdepan menawari dengan suara lantang.
Bukannya menjawab ajakan teman-temannya, Viona malah menoleh ke belakang. Mencari Adrian dengan mata yang menyipit. Gadis itu akhirnya menemukan Adrian yang duduk di ujung ruangan. Laki-laki itu kelihatan sama sekali tidak tertarik untuk membentuk kelompok. Yessa yang duduk tidak jauh dari Adrian terlihat tengah sibuk berbicara dengan gadis-gadis yang ada di sekitarnya.
"Maaf ya, aku mau gabung kelompok yang di ujung aja." Viona membawa buku catatannya dan bangkit dari kursi deretan terdepan untuk berjalan menuju kursi paling belakang yang ada di sudut ruangan.
Hampir semua mata memandang perpindahan gerak Viona. Meski bukan rahasia lagi kalau Viona adalah fans garis kerasnya Adrian, tetapi gadis itu tidak pernah menggabungkan urusan belajar dan upaya pendekatannya. Beberapa orang menatap tidak percaya karena seorang Viona rela melangkah meninggalkan orang-orang yang ada di jajaran terdepan hanya untuk menggapai laki-laki yang duduk di sudut ruangan itu.
"Hai, Kak." Gadis berambut gelombang itu menyapa Adrian setelah ia duduk di sampingnya.
"Gue bukan Kakak lo." Adrian menjawab dingin.
"Ish, itu kan panggilan sayang. Jangan lupa kalau kita couple." Viona tersenyum. Senyum yang sangat lebar hingga mata bulatnya jadi menyipit.
Laki-laki berambut ekor kuda itu menghela napas lelah. "Partner bukan couple. Perlu gue tunjukin surat perjanjiannya?"
Gadis berambut bergelombang itu cemberut. "Jutek banget."
"Kenapa pindah ke sini?" Adrian bertanya masih dengan nada datar yang sama.
"Aku mau buat kelompok sama kamu. Itung-itung latihan, siapa tahu nanti bisa membangun rumah tangga sama kamu." Viona mengatakan hal itu dengan santai. Bahkan ia masih sempat memutar pulpennya di tangan.
Mendengar kata-kata Viona membuat Yessa mendekati mereka. Yessa sengaja memberikan mereka ruang. Sebagai tim sukses nomor satunya pasangan itu, Yessa selalu siap siaga melemparkan lebih banyak kayu bakar agar api mereka tetap menyala.
"Eit, ditinggal bentar udah mau bangun rumah tangga aja."
"Rakiyessa." Laki-laki bermata sipit itu menyipitkan matanya hingga membentuk satu garis.
"Horor lo, udah kayak emak gue. Jangan panggil gue pake nama lengkap." Yessa berdecak kesal.
"Aku mau buat kelompok sama Adrian. Kamu mau gabung?" Viona mengabaikan Adrian yang kelihatan kesal.
"Berhubung gue sudah direkrut di kelompok Rizka, sorry, gue nggak bisa gabung." Laki-laki berkulit cokelat itu melambai dengan gaya khas putri keraton. "Oh iya, gue lupa bilang. Berhubung jumlah mahasiswa kelas kita 52 orang, jadi kayaknya sih bakal pas kalau kalian sekelompok berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ponytail ✓
General FictionAdrian, memiliki kecanduan mengikat rambut. Ia sudah memiliki rambut panjang sejak SMA. Ia memilih kuliah di Universitas Jatayu karena kampus tersebut memberinya beasiswa berdasarkan latar belakang keluarganya yang kurang mampu. Setelah satu semest...