Masa ujian semester di Universitas Jatayu berakhir. Adrian dan rekan-rekannya kini disibukkan dengan kegiatan himpunan. Semester depan mereka akan mendapatkan adik tingkat baru. Jadi, Yessa selaku ketua angkatan kini dibuat sibuk menyiapkan acara pengukuhan angkatan mereka sekaligus membentuk panitia untuk penerimaan mahasiswa baru.
Ruangan sekretariat himpunan berukuran 3x4 meter persegi itu terasa sesak karena dipenuhi oleh perwakilan dari setiap divisi. Suasana yang tadinya riuh seketika berubah hening karena Yessa bangkit dari duduknya. Laki-laki berambut cepak itu tidak bisa menyembunyikan wibawanya. Rapat berlangsung tanpa adanya perselisihan.
"Gimana rasanya ikut rapat?" Yessa bertanya pada laki-laki berambut terikat di sampingnya. Kini mereka duduk berdampingan di gazebo yang ada tepat di samping sekretariat.
"Gue nggak terlalu suka, tapi nggak begitu buruk juga." Adrian menjawab sambil menendang kerikil yang ada di bawah kakinya.
"Kami cabut duluan, Bro." Salah satu rekan satu angkatan mereka pamit setelah menutup pintu sekretariat.
"Yo. Hati-hati." Yessa melambaikan tangan tinggi.
"Gue rasa lo butuh lebih banyak gabung sama anak-anak biar nama baik lo bersih. Mereka kan nggak kenal lo makanya bisa julid." Laki-laki berkulit cokelat itu mengambil sebuah kertas yang penuh dengan coretan.
"Apaan ini?" Adrian menatap kertas itu bingung. Bukan hanya karena tulisan Yessa yang sulit dibaca, tetapi karena banyak sekali kata yang dicoret di sana.
"Rencana gue ke depan." Yessa menjawab dengan penuh keyakinan.
Adrian mengerutkan dahi. Mata sipitnya semakin menyipit karena berusaha memahami kertas yang kini ada di tangannya.
"Lo gue ajuin jadi ketua pelaksana penerimaan anak baru."
"Hah?" Adrian masih tidak mengerti kata-kata Yessa.
"Lo gue ajuin jadi ketua pelaksana penerimaan anak baru. Ini gambaran kasar untuk rangkaian acaranya nanti. Gue rasa seharusnya lo siap."
"Gue? Ketua pelaksana? Jangan bercanda. Lo punya banyak kandidat untuk posisi ini. Kenapa gue?" Adrian protes.
"Karena gue percaya sama lo. Dari awal kita ketemu, gue sudah yakin kalau lo bisa jadi orang yang gue percaya."
Adrian tidak menjawab kata-kata Yessa. Ia hanya memandang kertas yang tidak ia pahami isinya itu dengan mata tidak percaya.
***
Gadis dengan rambut gelombang itu duduk di dekat jendela ditemani gitarnya. Ia memetik gitar tersebut dan menyanyikan beberapa lagu favoritnya. Ketika ia masih bernyayi, notifikasi dari aplikasi kampus berbunyi. Dengan sigap, Viona langsung meraih ponselnya dan membuka pemberitahuan tersebut.
Begitu tangannya membuka aplikasi kampus yang berisi pemberitahuan pengisian nilai, Viona segera mencari posisi ternyaman untuk duduk. Sambil terus berdoa penuh harap, gadis itu membuka Sistem Informasi Akademik (SIAKAD). Gadis itu tidak membuka laman yang memuat nilainya sendiri, tetapi ia membuka laman yang memuat nilai seluruh kelas.
Jari-jari lentiknya bergerak mencari nama Adrian Birendra. Ia lebih penasaran mengenai nilai laki-laki itu dibandingkan dengan nilainya sendiri. Viona bersorak riang ketika mendapati Matematika Dasar Adrian mendapat nilai A. Kemudian ia bergegas membuka mata kuliah lain. Sorakannya semakin keras ketika mendapati satu per satu nilai yang terpampang di layar ponselnya. Adrian akan selamat kalau saja nilai Fisika Dasar yang diampu Bu Indah mendapatkan nilai B.
"Please. Aku mohon. Tuhan, tolong Adrian." Gadis itu memasukkan kode mata kuliah Fisika Dasar.
"Mataku pasti salah lihat." Viona tertawa setelah berbicara pada dirinya sendiri. Ia kembali memulihkan halaman tersebut dan hasilnya tetap sama. Adrian mendapat nilai E untuk mata kuliah berjumlah 4 SKS tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ponytail ✓
General FictionAdrian, memiliki kecanduan mengikat rambut. Ia sudah memiliki rambut panjang sejak SMA. Ia memilih kuliah di Universitas Jatayu karena kampus tersebut memberinya beasiswa berdasarkan latar belakang keluarganya yang kurang mampu. Setelah satu semest...