Sudut kafe yang selalu menjadi tempat favorit Adrian terisi oleh pelanggan. Padahal ia sudah berencana untuk duduk di sana setelah shift-nya selesai. Hari ini ia membuat janji kerja kelompok dengan Viona. Sebenarnya tidak bisa dibilang kerja kelompok karena mereka hanya berdua.
"Kenapa sih lihat sana terus?" Salah satu rekan Adrian bertanya.
"Sana mana?" Adrian bertanya, tetapi matanya tidak berpaling dari meja yang ada di sudut itu.
Rekan Adrian berjalan ke luar konter dan berdiri di tempat pelanggan biasa berdiri untuk memesan. "Di sana."
Adrian mengerjap. Ia baru sadar kalau perhatiannya terfokus pada meja di sudut ruangan itu.
"Gue mau pakai meja itu nanti."
Rekan Adrian itu tersenyum. "Lo sendiri atau sama orang lain?"
"Sama teman. Kami mau kerja kelompok." Adrian menjawab sambil mengusap layar monitornya.
"Cewek apa cowok?" Laki-laki yang mengenakan apron serupa dengan Adrian itu tersenyum jail.
"Cewek, yang tempo hari datang kepagian itu." Tanpa sadar Adrian memberikan penjelasan kalau seseorang yang tengah dinantikannya itu adalah Viona.
"Oh, cewek yang kamu suka itu?"
"Hah?" Adrian berseru tak menyangka. Ia meragukan hal yang baru saja ia dengar.
"Cewek yang rambut gelombang terus pakai dress kuning itu, 'kan?"
Adrian mengangguk kaku.
"Sudah gue duga. Lo senang berurusan sama dia?" Laki-laki itu tersenyum menggoda.
"Kami cuma teman, Bang. Teman. Nggak lebih." Adrian berbicara setengah emosi.
"Oke. Mungkin gue yang salah paham. Lanjut deh melamunnya. Gue mau beres-beres meja." Laki-laki itu beranjak dari tempatnya dan menoleh dengan senyum penuh arti pada Adrian.
Adrian hanya menghela napas.
Viona datang tepat sebelum shift Adrian berakhir. Gadis berambut gelombang itu membiarkan rambutnya terurai. Poni tipisnya juga ditata menutupi dahi.
Viona berdiri di depan konter dan menunggu laki-laki di hadapannya mengatakan hal yang menjadi aturan baku seseorang yang menerima pesanan.
"Kak." Viona melambaikan tangannya di depan wajah Adrian.
"Oh. Iya." Adrian menjawab refleks.
"Saya mau pesan." Viona menjawab sambil tersenyum.
"Maaf. Selamat datang di Coffee Prince. Ada yang bisa saya bantu, Kak?" Adrian tersenyum kaku. Jenis senyum yang belum pernah Viona lihat sebelumnya.
"Saya mau pesan ice chocolate sama cheese cake." Viona menahan diri untuk tidak tersenyum.
"Baik. Nanti kami antar pesanannya, Kak." Adrian menjawab dengan jawaban baku.
Tepat saat gadis berambut gelombang itu berbalik, pengunjung yang menempati meja di ujung ruangan itu beranjak. Refleks Adrian memanggil gadis itu. Viona dibuat cukup terkejut karena Adrian memanggil namanya pada jam kerja.
"Meja di ujung aja. Nanti dibersihkan. Gue nggak nyaman kalau duduk di tengah." Adrian berbicara setengah berbisik.
Adrian tiba di meja itu sepuluh menit kemudian. Ia sudah tidak mengenakan apron. Kini ia mengenakan jaket hitam yang biasa ia pakai dan celana yang juga berwarna serupa. Laki-laki berambut terikat itu mengeluarkan beberapa buku dari tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ponytail ✓
General FictionAdrian, memiliki kecanduan mengikat rambut. Ia sudah memiliki rambut panjang sejak SMA. Ia memilih kuliah di Universitas Jatayu karena kampus tersebut memberinya beasiswa berdasarkan latar belakang keluarganya yang kurang mampu. Setelah satu semest...