eps 5

1.1K 26 0
                                    

Sampai di rumah sakit, Rehan berlari menuju IGD dengan Metha dalam gendongannya. Wajah Metha yang pucat membuatnya benar-benar panik. Bahkan dia meninggalkan Bella yang masih ada di mobil.

Betapa syoknya Rehan saat dokter mengatakan Metha keguguran. Hal yang baru diketahuinuya bahwa Metha hamil. Dokter mengatakan usia kehamilan Metha baru 4 minggu. Tubuh Rehan lemas dan terduduk di bangku dekat ruang periksa. Dia sangat menyesal sudah membuka hubungannya dengan Metha pada Hardi. Mungkin jika dia sedikit bersabar, Metha akan baik-baik saja. Juga calon anaknya.

Bella menyusul dengan langkah tergesa dan duduk di samping Rehan. "Bagaimana keadaan Metha?"

"Metha keguguran."

Wajah Bella memucat.

"Bahkan aku baru tahu dia hamil. Semua ini salahku. Seharusnya aku tidak membicarakan hubunganku dengan Metha pada ayah kalian. Pak Hardi pasti marah besar tadi."

"Sebenarnya bukan itu yang membuat Papa marah."

Kepala Rehan langsung memutar, menatap Bella.

"Papa pulang dan berteriak memanggil Metha. Membuatku dan Mama keluar kamar. Saat itu Metha sudah berada di tengah anak tangga. Belum sempat Papa mengatakan apapun, Metha mengatakan dia harus menemui bundanya. Pihak rumah sakit meneleponnya karena wanita itu mencoba bunuh diri. Itu yang membuat Papa sangat marah."

Penjelasan Bella membuat Rehan semakin khawatir dengan yang terjadi pada Metha. Safira, ibu Metha yang datang menyusul pun menangis tersedu saat melihat keadaan Metha yang sudah dipindahkan ke kamar inap. Apalagi Metha tak kunjung sadar setelah dokter menanganinya.

Rehan termenung menatap wajah lelap Metha. Duduk di kursi dekat tempat tidur dengan menggenggam satu tangan Metha. Mengingat kepanikan yang dilaluinya beberapa jam yang lalu. Mengecup punggung tangan Metha. Sudah pukul 10 malam, Metha belum sadar. Diusapnya kepala Metha, menatapnya sedih. "Maafkan aku, Sayang."

"Bun."

Terdengar erangan pelan dari mulut Metha.

"Bunda."

Rehan berdiri dan menepuk pipi Metha pelan. "Sayang."

Mata Metha mengerjap, perlahan membuka. "Bang."

"Ya, Sayang. Aku di sini."

"Aku mau ketemu Bunda."

Rehan menahan tubuh Metha yang akan bangun. "Kamu harus istirahat."

Dahi Metha mengerut, menatap sekelilingnya heran. "Aku di mana?"

"Rumah sakit."

Metha mengangkat tangan kirinya yang terpasang infus. "Ini kenapa? Apa yang terjadi?"

"Tadi kamu pingsan setelah mengeluh sakit perut. Kondisi kamu lemah."

Mata Metha melebar saat mengingat sesuatu. Dirabanya perutnya dengan panik. "Bang."

Metha menatap Rehan ketakutan.

"Dia sudah pergi."

Metha terhenyak sambil meremas bajunya di bagian perut. Air matanya meluruh dan mulai terisak.

"Bahkan aku belum cerita ke kamu kalau dia ada."

Rehan meremas tangan Metha yang ada di genggamannya. Memeluk Metha yang kini menangis tersedu.

"Apa aku nggak pantas untuk jadi ibunya?"

Rehan menggeleng dan menghapus air mata Metha. "Belum waktunya kita bertemu dengannya."

Tangis Metha semakin menjadi. Rehan membiarkannya menumpahkan tangisan itu sampai selesai.

"Maaf, aku tidak bisa menjaga kalian berdua," bisik Rehan saat tangisan Metha berangsur reda. "Semua ini salahku, jika saja aku tidak memberitahu Papa kamu tentang hubungan kita pasti sekarang dia masih di sini."

fortunately loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang