eps 21

160 14 0
                                    

Sudah seminggu ini Bella menghindari Metha dan menjaga jarak dengan Hardi juga Safira. Mereka pun juga jarang berkomunikasi selain urusan kantor. Setelah pengalihan kepemilikan perusahan dilegalkan oleh pengacara keluarga, Hardi meminta Rehan membuat resepsi pernikahan.

Tepatnya malam inilah resepsi penikahan Metha dan Rehan diadakan. Acara resepsi itu digelar di ballroom hotel bintang lima. Rehan menyanggupi semua permintaan Hardi, mengadakan pesta mewah untuk Metha. Di acara tersebut Hardi juga mengumumkan peralihan kepimpinanan yang akan dipegang oleh Metha. Hampir keseluruhan tamu undangan  yang hadir adalah karyawan, para klien, rekan kerja baik dari perusahaan yang dipimpin Metha sekarang maupun Rehan.

Sebagian orang terkejut mengetahui Hardi malah menyerahkan kepimpinan itu pada putri bungsunya, bukan si sulung. Beberapa asumsi pun mulai menyebar, hingga tatapan prihatin untuk Bella. Mendapat tatapan itu, Bella semakin geram. Tentunya emosi itu Bella lampiaskan dengan menatap Metha penuh kebencian. Di atas pelaminan Metha duduk dengan wajah berseri sementara dirinya? Sejak dulu memang bukan prioritas, bukan hal yang diutamakan.

Di atas sana, Metha menjadi pusat perhatian. Semua mata tamu tertuju pada adiknya itu bahkan kedua orang tua mereka setia mendampingi anak emas itu. Air muka Bella semakin keruh melihat pemandangan itu.

"Bel," panggil Alan. Dirasa Bella tidak menghindar, Alan pun duduk di sampimg Bella. Lelaki itu tahu benar apa yang dirasakan Bella. "Kamu sudah makan?"

"Aku ingin sendiri."

"Kamu butuh teman berbagi."

Bella tersenyum tipis dan menatap Alan dingin. "Aku selalu sendirian sejak dulu."

"Ada aku, Bel."

"Untuk apa?"

Beberapa saat mata mereka saling menatap. Alan bisa melihat jelas kesedihan di mata Bella. Diraihnya satu tangan Bella dan menggenggamnya.

"Aku akan selalu ada buat kamu. Aku nggak akan pergi lagi."

Bella menatap tangannya yang digenggam Alan. Dia memang tidak berusaha meepas genggaman itu, hatinya mencoba melawan rasa sakit yang pernah dibuat Alan. "Aku nggak butuh siapa pun. Apalagi dikasihani. Aku bisa sendiri."

"Siapa yang bilang aku kasihan? Aku cinta kamu, Bella."

"Yakin?"

"Aku nggak pernah seyakin sekarang."

"Berapa lama keyakinan itu akan bertahan?"

"Aku akan bertahan untuk kita."

Kali ini Bella melepas tangannya perlahan dan bersedekap. Matanya menatap lurus, mengikuti pergerakan Metha. Alan bisa melihat arti tatapan itu.

"Kita mulai dari awal, Bel. Hentikan kebencian itu. Bella yang aku kenal adalah perempuan berhati lembut."

Kepala Bella menoleh, menatap Alan tajam. "Bahkan kamu juga berada di pihaknya."

"Bukan seperti itu, Bel," sahut Alan cepat. "Jangan salah paham. Aku hanya nggak mau hati kamu dikuasai kebencian."

"Klise."

"Aku yang akan selalu ada di sampingmu. Kamu nggak usah merasa sendiri. Kita mulai hidup baru."

Bella tidak menjawab. Matanya kembali menatap Metha yang sedang dipeluk oleh Safira. Sikap ibunya itu menambah luka di hatinya.

fortunately loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang