Sukanya saia up di wp tuh karena bebas nulis
Ini idenya memang ngalir aja
Jadi kalo ada imajinasi lewat langsung tulis
.
.
."Oke."
Metha terkesiap dan terengah saat Rehan menarik jarinya dan melangkah ke arah kamar mandi.
"Awas aja kamu, Bang! Jangan harap dapat jatah nanti," gumam Metha jengkel. Sedikit lagi dia pelepasan tapi Rehan menghentikan permainannya. Gengsi jika meminta suaminya meneruskan permainan itu.
Masih bergumam tidak jelas, Metha mengeringkankan rambutnya. Tanpa disangkanya, Rehan kembali dan membopongnya masuk ke dalam kamar mandi.
"Makanya jangan pernah nolak suami."
Rencana berangkat pagi ke kantor pun gagal karena permainan panas mereka. Sampai di kantor, Bella uring-uringan terus.
Semua gara-gara Rehan, janjinya hanya sebentar ternyata molor sampai sejam. Belum lagi Ressa, kembaran Rehan itu sangat ceriwis dan terlampau banyak bicara. Menyebalkan juga. Niat Metha sarapan cepat malah meladeni obrolan Ressa. Ada saja yang dibicarakan dan ditanyakan oleh calon ibu itu. Dan yang paling frontal adalah, "Kapan pertama kali Rehan bobol hymen kamu, Tha?"
Roti yang ditelan Metha jadi tersangkut di tenggorokan, susah turun. Di sebelahnya Rehan menyemburkan kopi yang baru diminumnya sementara wajah Erga merah padam karena malu.
Bukan hanya bertanya bobolan pertama Rehan, tapi Ressa juga bercerita bagaimana jantannya Erga di malam panas pertama mereka sewaktu zaman kuliah. Cerita itu tentu saja membuat Rehan melempar tatapan tajam pada Erga. Membuat Erga mengalihkan pandangannya karena jengah.
Selain manja dan kekanak-kanakan, Ressa juga polos. Cenderung bego, menurut penilaian Metha. Hal-hal yang seharusnya menjadi privasi pun diceritakan juga. Hingga tak ada kesempatan menjawab untuk Metha karena Ressa tidak berhenti bicara. Jika saja Rehan tidak mengajaknya berangkat, pasti sampai siang pun Ressa belum selesai mengoceh.
Metha memijat kepalanya. Selain kurang tidur, pekerjaannya tidak pernah benar di mata Bella. Kepalanya berdenyut mengingat sikap arogan kakaknya. Menurutnya, semua yang dilakukannya sudah benar tapi masih saja tidak diterima. Sekretaris kakaknya pun juga kena omel. Entah di mana salahnya. Metha menyesal masuk kantor hari ini.
Sambil memejamkan mata, punggungnya bersandar di kursi. Memikirkan ayahnya. Sejam yang lalu mereka melakukan panggilan video. Hardi mengatakan keadaannya sudah membaik dan akan datang ke kantor siang ini. Metha sudah tahu apa tujuan Hardi ke kantor. Kemungkinan ketidak sukaan Bella padanya pasti bertambah.
Tok tok tok.
Mata Metha terbuka saat mendengar ketukan itu. Ira, sekretarisnya memasuki ruangannya setelah Metha menyuruh masuk.
"Ibu sudah ditunggu Bapak Hardi di ruang meeting."
Metha mengangguk. Kakinya melangkah pelan menuju ruang meeting. Tiba-tiba heels-nya terasa sempit hingga kakinya nyeri saat berjalan. Hawa panas juga menyergapnya saat ruang meeting semakin dekat. Perasaannya gelisah mengetahui akan ada hal yang besar di dalam sana nanti.
Metha mengetuk pintu ruangan sebelum masuk. Di dalamnya ada kedua orang tuanya, Bella dan seorang pria seusia ayahnya. Pria itu adalah pengacara kakeknya, sekaligus teman ayahnya. Juli Pratama, Metha mengenalnya sejak remaja. Mereka sering bertemu saat Pratama datang ke rumah kakeknya. Entah urusan apa.
Meskipun Metha tahu status ayahnya dan pengacara itu adalah teman tapi mereka tidak menunjukkannya di depan kakeknya. Bahkan mereka bersikap tidak saling mengenal satu sama lain jika sedang di depan Bagas, kungnya. Metha juga ingat bagaimana cara Pratama menatap bundanya saat pria itu berkunjung ke rumahnya dulu. Tatapan penuh pemujaan sekaligus putus asa.

KAMU SEDANG MEMBACA
fortunately love
RomansRepost dengan isi cerita baru Masih tentang Metha Rehan. *** Pertemuannya kembali dengan cinta monyetnya membuat Metha lupa jika dia baru saja bertunangan dengan si Alan. Perjodohan bodoh itu terpaksa dilakukannya untuk mendapatkan hati ibunya, hing...