eps 10

1.1K 31 0
                                    


Hardi menatap lelaki di depannya dengan tajam sambil mengeratkan rahangnya. Tangannya mengepal di atas meja.

Bukannya gentar, Rehan malah menyunggingkan senyum tipis. "Saya tidak tahu apa tujuan Bapak mencari Metha. Apakah benar-benar ingin mencarinya atau kembali menekannya dengan memaksanya menikah? Yang jelas jika saya yang menemukan dia lebih dulu, saya akan membuatnya menjadi milik saya."

"Jangan terlalu percaya diri. Metha tidak akan bisa dimiliki siapa pun tanpa restuku. Ayahnya."

"Seharusnya jika Bapak merasa sebagai ayahnya, Bapak tidak akan memaksakan segala kehendak Bapak pada Metha."

Napas Hardi naik turun. Perkataan Rehan memang benar tapi dia tidak akan membiarkan orang lain mengaturnya. Sejak kepergian Metha, Hardi menyesali semua perbuatannya. Bukan dia tidak berusaha mencari. Sama seperti Rehan, dia belum menemukan keberadaan putrinya itu. Apalagi melihat sedihnya istrinya, Safira yang selalu menunggu kepulangan Metha. Bahkan kondisi tubuh Safira drop hingga masuk ke rumah sakit.  Dua minggu Safira berada di rumah sakit karena asam lambungnya naik, baru kemarin istrinya itu pulang. Tapi sampai sekarang pun tidak ada kabar dari Metha.

Pertemuannya dengan Rehan kali ini membahas tentang proyek kerja sama mereka yang hampir selesai. Hardi berharap Rehan bisa menemukan Metha walaupun dia tidak suka. Nyatanya lelaki di depannya juga belum menemukan putrinya. Bahkan dia juga menyelidiki Rehan yang kemungkinan menyembunyikan Metha. Nihil hasilnya.

"Apakah perjodohan itu akan tetap berlangsung jika Metha kembali?"

"Apa urusanmu?"

Rehan berdecak kesal. "Saya sudah bilang dari awal, saya mencintai putri Bapak dan bersedia menikahinya."

"Kamu pikir perjodohan itu main-main?"

"Kenapa bukan kakaknya Metha saja yang Bapak jodohkan?"

"Jangan seenaknya mengaturku."

"Maaf jika saya kurang ajar, tapi saya tidak akan melepaskan Metha jika saya menemukannya."

Rahang Hardi semakin mengeras.

"Saya rasa pertemuan kita cukup sekian. Permisi, Papa mertua."

Rehan tersenyum geli melihat mata Hardi yang melotot marah padanya. Berdiri dari kursinya dan meninggalkan Hardi yang masih duduk terpengkur di tempatnya.

Sebenarnya Rehan juga merasakan kegelisahan yang sama dengan Hardi. Sampai saat ini Metha tak kunjung menampakkan jejaknya. Dia juga menambah personil dalam pencarian Metha.

"Nggak, aku nggak mau."

Langkah Rehan terhenti oleh suara itu. Baru saja dia keluar dari lift dan berbelok ke koridor. Suara itu tidak asing baginya.

"Sampai kapan kamu mengorbankan Metha?"

Mata Rehan melebar saat mendengar nama Metha disebut. Penasaran, dia mendekati suara itu. Matanya menyipit heran saat melihat Bella berhadapan dengan Alan. Rupanya mereka yang sedang berdebat. Rehan tetap di posisinya, di balik pot besar. Dalam hati, Rehan bertanya-tanya mengapa Bella dan Alan bisa bersama.

"Dengar, Bel. Dari awal aku sudah menuruti semua maumu, berharap kamu bisa percaya sama aku bahwa aku bisa melakukan semuanya untukmu. Aku bisa buktikan bahwa aku berubah. Aku ingin menunjukkan aku benar-benar cinta sama kamu."

Apa-apaan ini? Hampir saja Rehan keluar dari persembunyiannya saat mendengar pernyataan cinta Alan.

"Apa yang harus ku buktikan lagi?"

"Nggak ada yang harus dibuktikan. Kita nggak usah ketemuan lagi. Lupain aja masa lalu itu."

Alan menarik tangan Bella yang hendak pergi. Merapatkan tubuh Bella ke dinding. "Kamu pikir bisa seenaknya membuangku?"

fortunately loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang