Mengetuk-ngetuk meja dengan pensil sambil mengerang frustasi, Rehan menyandarkan kepalanya di kursi kerjanya. Mejanya sudah kosong, pekerjaannya sudah selesai dua jam yang lalu. Pikirannya buntu mengingat Metha yang sudah dua bulan menghilang.Nomer ponselnya tidak aktif dan tidak ada yang tahu keberadaannya. Bahkan dia sudah menemui Hardi untuk menanyakan Metha tapi Hardi malah menuduhnya menyembunyikan Metha. Sebelumnya dia dan Hardi sudah berdebat tentang hubungannya dengan Metha. Perdebatan mereka yang di restoran tempo lalu berlanjut di setiap pertemuan mereka saat membahas proyek yang telah mereka tanda tangani. Dengan hilangnya Metha saat ini, hubungan mereka semakin memanas.
Bertanya kepada Bella pun sama saja. Perempuan itu tidak memberinya jawaban apapun. Malah menyalahkan Rehan karena seharusnya dia menjaga Metha. Bukannya memberi solusi, Kakak Metha itu marah-marah kepadanya.
Rehan sudah berusaha mencarinya bahkan dia mendatangi rumah sakit tempat Lisa berada. Berharap bertemu Metha di sana tapi Rehan malah dibuat terkejut saat mengetahui Lisa sudah tidak ada di rumah sakit jiwa. Dari perawat juga, Rehan tahu kapan terakhir Metha berkunjung di sana. Mengetahuinya, Rehan menyesal tidak mengantar Metha menjenguk bundanya. Jika tahu seperti ini ceritanya, pasti Rehan sudah menuruti permintaan Metha waktu itu.
Tak hanya itu, Rehan juga sudah menanyakan keberadaan Metha kepada teman-temannya. Tak ada yang tahu di mana Metha. Membuat Rehan merasa menemui jalan buntu. Dia tidak tahu lagi harus mencari Metha kemana. Tidak ada jejak sama sekali.
Rehan masih memijat kepalanya saat pintu ruangannya diketuk. Roni, asisten pribadinya masuk dengan diikuti seorang perempuan.
"Maaf, Pak. Ibu Ressa memaksa bertemu dengan Bapak."
Roni keluar dari ruangan setelah Rehan mengangguk.
Perempuan yang dipanggil Ressa itu melenggang mendekati tempat duduk Rehan. "Aku ke sini karena dari tadi kamu nggak angkat telepon aku."
Kepala Rehan semakin pusing. "Apalagi? Ngapain kamu telepon aku?"
Ressa menghela napas kasar dan menatap Rehan jengkel. "Kok ngapain sih? Nggak tanggung jawab banget sih!"
"Nggak ganggu aku nggak enak ya?"
"Aku cuma mau minta tanggung jawab kamu aja kok." Ressa duduk di kursi, berhadapan dengan Rehan. "Kamu udah janji sama aku."
"Jangan sekarang. Aku lagi pusing."
"Aku nggak mau tahu, pokoknya aku mau kamu menyelesaikannya semua. Aku nggak mau dengar apapun alasan kamu." Ressa mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Rehan. "Bagi duit."
Mata Rehan melotot tajam. "Duit apalagi? Minggu lalu aku sudah transfer 10 juta. Habis?"
"Cuma 10 juta, Han. Keperluanku kan banyak."
"Keperluan macam apa?"
"Ya adalah. Masa iya aku kasih daftarnya, lagian kamu juga mana ngerti sih keperluan perempuan."
"Kurangi belanja gila-gilaan kamu itu."
"Siapa yang belanja gila-gilaan?"
"Gimana nggak gila-gilaan? 10 juta habis dalam sekejap.'
Ressa mendecih. "Yee... namanya juga perempuan. Suka shopping-lah. Lagian kamu kayak kehabisan duit aja sih, dimintai segitu aja udah heboh."
"Gimana nggak heboh, baru seminggu lalu aku kasih 10 juta, sekarang minta lagi. Buat apa sih duitnya? Judi online?"
"Sembarangan!" Sekarang mata Ressa yang melotot tajam. "Udah mana duitnya!"
"Nggak ada."
"Pelit amat sih!"
![](https://img.wattpad.com/cover/265523920-288-k639445.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
fortunately love
RomansaRepost dengan isi cerita baru Masih tentang Metha Rehan. *** Pertemuannya kembali dengan cinta monyetnya membuat Metha lupa jika dia baru saja bertunangan dengan si Alan. Perjodohan bodoh itu terpaksa dilakukannya untuk mendapatkan hati ibunya, hing...