Updet story ini emang lama karena saya nulisnya nyantai pol😃
Syukur-syukur ada yang nungguin tulisan ini
Selamat membaca
.
.
.
.
.Setelah berkomunikasi dengan Safira di telepon, Metha memohon kepada Rehan untuk mengantarnya pulang. Keinginan itu tidak terkabul, Rehan menolaknya karena waktu menunjukkan pukul 11 malam. Rehan berjanji akan mengantarkan keesokan paginya. Awalnya Metha merajuk dan kembali menangis. Rehan hanya memeluknya hingga Metha tertidur karena terlalu lama menangis.
Sesuai janjinya, Metha sampai di rumah orang tuanya pukul 7 pagi. Sampai-sampai Rehan disuruhnya mengebut di jalan. Saat itu Hardi, Safira dan juga Bella sedang sarapan. Ruang makan yang hening menggema karena teriakan Metha memanggil Safira. Sontak, Safira menegang melihat putrinya kembali. Kakinya langsung berlari menghampiri Metha dan menariknya ke dalam dekapan. Keduanya menangis sambil berpelukan dengan mulut Safira yang berkali-kali mengucap maaf.
Hardi menghampiri mereka, mendekap keduanya erat. Pertahanannya runtuh saat melihat istrinya begitu bahagia mendekap putri keduanya. Dekapan itu terlepas ketika menyadari keberadaan Rehan di ruang makan. Tatapan mereka bertemu. Jika Rehan menatap Hardi dengan tatapan pongah, Hardi membalasnya dengan serba salah. Dia masih mengingat betul perkataan Rehan di pertemuan terakhir mereka.
"Kamu sehat, Nak?" tanya Safira, menangkup wajah Metha dengan kedua tangannya. "Kemana saja kamu selama ini?"
"Di apartemen Natasha, Ma. Abang kesana kemarin sore. Natasha baru kasih tahu karena dia nggak bisa datang jenguk aku."
Safira kembali menegang. "Jenguk? Kamu sakit? Sakit apa, Sayang? Mana yang sakit? Ayo, kamu duduk dulu."
Metha menurut saja saat Safira menggandengnya ke kursi makan. Dengan Rehan di sebelahnya, setelah Hardi menyuruhnya melalui tatapan.
"Aku cuma demam kok, Mam. Sekarang sudah sembuh."
Helaan napas lega terdengar dari mulut Safira dan Hardi. Tatapan Safira beralih ke Rehan. Menyiratkan rasa terima kasih.
"Saya sangat berterima kasih karena kamu sudah membawa Metha pulang."
Rehan mengangguk sopan dengan senyum tipis.
"Kalian belum sarapan kan?"
"Sudah, Ma. Sebelum ke sini kita sudah sarapan."
Hardi berdeham agak keras sambil menatap Rehan yang sedari tadi lekat menatap putrinya. "Rehan, saya ingin kita berbicara berdua. Sekarang."
"Papa mau ngapain?" sela Metha keras. "Mau marahin Abang?"
Safira mengusap lengan Metha dan tersenyum. "Papa hanya ingin bicara. Kita menunggu di sini."
Sekali lagi Safira tersenyum menenangkan. Membuat Metha akhirnya mengangguk perlahan. Begitu juga Rehan, mengusap kepalanya sebentar sebelum mengikuti Hardi yang sudah berjalan duluan.
"Apa yang mau Papa omongin, Ma?"
"Tentang hubungan kalian."
"Apa Papa akan melarangku bertemu lagi dengan Abang?"
"Mama akan pastikan semua akan baik-baik saja."
Metha mengangguk. Matanya bertemu dengan mata Bella. Tatapan itu menatap Metha tidak suka. Sejenak Metha terhenyak kemudian menelan ludahnya kasar. Bella tampak marah kepadanya.
"Aku berangkat duluan, Ma," ucap Bella yang kemudian berdiri dan melangkah keluar meninggalkan ibu dan adiknya.
Kakak perempuannya itu bahkan tidak menoleh lagi. Safira seolah mengabaikan tindakan Bella, menggenggam tangan Metha erat. Menatap Metha senang bercampur tidak percaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
fortunately love
RomanceRepost dengan isi cerita baru Masih tentang Metha Rehan. *** Pertemuannya kembali dengan cinta monyetnya membuat Metha lupa jika dia baru saja bertunangan dengan si Alan. Perjodohan bodoh itu terpaksa dilakukannya untuk mendapatkan hati ibunya, hing...