31.

1.6K 190 160
                                    

Hera terlarut dengan lamunannya sampai pintu mobil dibuka oleh Jisung yang baru saja kembali dengan beberapa obat p3k yang ia beli di apotek.

Tanpa bertanya, Jisung langsung mengobati lebam di muka Hera. Hera sedikit meringis saat kapas dengan alkohol yang dingin itu menyentuh kulit lebamnya.

Untuk beberapa saat, Hera bisa melupakan semua yang terjadi sebelumnya karena Jisung. Sungguh Hera merasa beruntung telah mengenal Jisung, orang yang bisa memperhatikannya disaat seperti ini.

Jisung sadar dirinya terus diperhatikan oleh Hera, ia menghentikan aktivitasnya dan balik menatap Hera dengan bingung.

"Makasih ya Sung, sebelumnya belum pernah ada yang ngobatin luka buat gue" lirih Hera, menahan linang air matanya.

"Sama-sama kak. Tapi maaf, boleh Jisung tanya yang tadi itu siapa? Apa dia juga yang ngebuat lebam muka kakak?"

"Dia ayah aku. Iya, dia yang buat lebam di wajah aku"

"Maaf kak, tapi kenapa?"

Hera tidak merespon, Jisung jadi merasa tidak enak. Namun detik berikutnya isak tangis mulai terdengar mendominasi ruang mobil. Lengan Jisung terulur merangkul bahu Hera, mengusapnya lembut. Hera refleks membawa dirinya bersandar di dada Jisung. Menenggelamkan wajahnya, membiarkan baju Jisung basah.

"A-aku selalu kerja keras Sung.. Tapi dia yang nikmatin semua hasilnya.. Dia gak ijinin aku pake uang aku sendiri.. Dia pake semuanya buat judi Sung.. Kalau aku pulang gak bawa uang dia bakal pukulin aku.." jelas Hera terbata-bata diselingi isak tangis. Jisung tidak menyangka kalau hidup Hera se-pahit itu. Setahunya, Hera adalah orang yang penuh ceria.

"Aku takut Sung.. Aku gak mau pulang ke sana.." Hera meremas kaus Jisung, tak berani memeluk atasannya.

"Untuk sementara ini kakak bisa tinggal di rumah Jisung dulu"

"Aku merasa gak enak Sung.."

"Kenapa harus merasa gak enak? Ini kewajiban aku buat ngebantu kakak sesama makhluk sosial"

Hera beranjak dari tubuh Jisung, ia menyeka air matanya.

"Makasih ya.. Aku janji cuma sehari kok"

Jisung melajukan mobilnya, memutar arah kembali ke rumahnya. Niat untuk menemui Chenle terpaksa urung, semoga saja nanti Chenle tidak misuh-misuh.

***

Chia baru saja membersihkan dirinya di kamar mandi, ritualnya terganggu saat seseorang beberapa kali menekan bel rumahnya.

Apa Jisung benar-benar pulang secepat ini? Pikir Chia.

Jisung juga tidak membawa kunci cadangan, jadi dia harus menunggu Chia membukakan pintu dulu baru bisa masuk.

"Sebentar.." pekik Chia, berlari menuju pintu.

Dan saat pintu ia buka, netranya langsung melebar melihat Hera yang dirangkul suaminya dengan sejumlah lebam di mukanya. Tidak, Chia tidak cemburu. Chia sangat mengkhawatirkan Hera.

"Hera? L-lo kenapa?" Chia membantu Jisung memapah Hera masuk ke dalam rumahnya. Padahal yang sakit kan wajah Hera bukan kaki! Maklum orang panik.

Chia kelewat khawatir, ia memperlakukan Hera bak ratu. Membuatkannya teh hangat, membawakannya bantal empuk untuk bersandar, mengoleskan krim luka dan sebagainya sambil terus menanyakan kenapa dan kenapa?

Entah ini kata 'kenapa' yang ke berapa kali keluar dari mulut Chia. Chia menatap Hera dan Jisung bergantian, sampai Jisung mau membuka suara, menceritakan sekilas kejadian sebelumnya. Chia jadi merasa iba. Chia memeluk Hera, mengusap punggungnya dengan Hera yang tersedu-sedu.

18's Boy Is My Husband || PJS [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang