Smoke screens and Cigarettes

1.4K 253 7
                                    

-HERJUNA-

Apa yang terjadi setelah dia meninggalkan hotel tempat dia menginap seminggu ini adalah hal yang lebih tidak bisa dipercaya lagi. Bertemu dengan Baskara di lobby hotel karena laki-laki itu mengisi seminar? Bukan, sayangnya bukan.

Nadin kembali ke kamar hotel dan dia meminta Nadin duduk di sofa saja. Membiarkan gadis itu menonton TV sambil bermuram durja sementara dia membereskan sisa-sia barangnya yang memang tidak banyak. Satu jam kemudian mereka selesai dan pergi dari kamar untuk mengambil kunci apartemen yang sudah dikirim oleh sekertarisnya. Karena kaki Nadin yang terkilir, wanita itu melepas heels dan mengenakan sendal hotel. Sementara dia yang mengendarai sedan hitam miliknya sambil mengikuti arah peta alamat dari apartemen yang diberikan oleh sang sekertaris.

"Nad, udah dong jangan ngambek terus."

"Siapa yang ngambek?" sahut Nadin ketus. Terkadang Nadin memang bisa berubah menjadi sangat kekanakkan.

"Kan udah diobatin tadi." Dia memang meminta kantung es pada pihak hotel untuk mengkompres tumit Nadin yang terkilir.

Wanita itu diam saja. Kemudian dia meminggirkan mobilnya lalu menatap Nadin.

"Nadinia, gue minta maaf." Nada bahasa dia rubah dan ini dia lakukan agar Nadin tahu bahwa dia sungguh-sungguh menyesal.

"Gue inget dia dan betapa bodohnya gue dulu. Itu gara-gara kalimat lo tadi."

"Iya, gue salah. Gue minta maaf."

"Gue harap lo dapet balasannya." Lalu lidah Nadin menjulur kesal sejenak sebelum wajahnya kembali cemberut lagi. Perpaduan wajah dewasa Nadin yang mencebik kekanakkan sungguh membuatnya tertawa kecil. Mereka diam sepanjang sisa perjalanan.

Tidak ada kecurigaan apapun hingga dia tiba di area apartemen tersebut. Dahinya mengernyit mencoba mengingat sesuatu. Koper-koper sudah dia turunkan lalu mereka beranjak ke lobby untuk berganti lift, masih tidak bisa mengingat hal mencurigakan apapun. Sesampainya di lobby, matanya mengerjap tidak percaya. Dia ingat apa yang tadi dia lupakan. Kompleks apartemen ini adalah tempat tinggal milik Alea dulu. Apartemen pribadi Alea yang dulu mereka sering menghabiskan waktu bersama. Ya Tuhan, kenapa terus berulang begini.

Kakinya tiba-tiba berhenti melangkah dan itu membuat Nadin hampir tertabrak tubuhnya. Kenapa bisa dia ceroboh sekali tidak mengecek dimana alamat persis apartemennya yang baru.

"Jun, kalau berhenti bilang-bilang dong."

Nadin menatapnya yang masih berdiri berusaha menghalau seluruh kenangan milik dia dan Al yang tiba-tiba datang membanjiri.

"Gue kena karma."

"Hah?" tanya Nadin bingung.

Kepalanya menggeleng lalu bibirnya tersenyum miris. "Yuk."

"Karma apa?" Nadin berjalan perlahan di sebelahnya.

Dia tidak menjawab sampai mereka tiba di depan pintu apartemennya. Tidak ingin melirik ke ujung kanan karena paham benar tempat tinggal wanita yang dia cinta dulu benar-benar ada di lantai yang sama. Kebetulan yang gila.

Mereka masuk dan dia segera berjalan ke arah lemari pendingin. Harusnya sang sekertaris sudah menyiapkan segala kebutuhan dasarnya di sini dan ya, sudah ada botol-botol air mineral dan beberapa buah segar di dalam kulkas yang sudah menyala.

Apartemen berukuran 60 meter persegi ini terlihat nyaman. Dengan dua kamar, satu kamar mandi dan satu ruang mencuci. Dapur berukuran sedang di tengah ruangan. Satu balkon besar berada di dalam kamar utama, dan satu balkon lagi di ruang tengah sekaligus ruang tamu. Irna menyiapkan apartemen ini dengan baik karena semua sederhana, tidak berlebihan karena itu bisa membuatnya tidak nyaman. Yang salah, hanyalah karena kenyataan apartemen ini adalah apartemen yang sama dengan tempat tinggal Alea dulu.

This CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang