'Not a Birthday Party' (Extra part)

1.4K 176 21
                                    

Malam di kedai.

"Selamat ulang tahun, Bam!" pekik Gista saat Bam masuk ke dalam kedai.

Sumpah, Pras tidak akan melupakan ekspresi Bam dan Gala saat ini terjadi. Wajah kedua sahabatnya yang terkejut itu lucu sekali hingga sampai di titik dia ingin tertawa terguling-guling di lantai. Mulut Bam bahkan terbuka karena tidak bisa berkata-kata.

Untuk anak-anak jalanan, apalagi seorang Naga Utara. Identitas mereka yang sesungguhnya disembunyikan. Keluarga jika punya ditutupi, tanggal lahir tidak ada yang tahu, tempat tinggal juga sangat rahasia dan dijaga ketat. Bahaya selalu berputar di sekitar mereka. Segala yang salah bisa tiba-tiba terjadi. Jadi untuk memiliki seseorang yang dekat, atau pasangan, atau kekasih, mereka akan berpikir seribu kali. Karena itu Bam selalu berganti pasangan. Bam tidak menetap, sekalipun selalu kembali pada Amelia. Sedangkan Manggala, Gala memilih untuk sendiri.

Jadi saat Gista secara istimewa membuatkan kue ulang tahun dan mengundang mereka malam ini, juga memberikan tatapan tulus dengan senyum lebar ditambah lesung pipi nan dalam, Bam dan Gala kehabisan kata-kata. Pras mengerti tapi tetap saja tidak bisa menahan tawanya.

"Ta, ini apaa?" itu reaksi Bam. Untung saja gerombolan lain masih memarkir motor di luar dan belum masuk ke dalam. Atau habis sudah harga diri Bam malam ini.

"Kata Gala kamu ulang tahun hari ini," kerjap Gista bingung. Kepala Gista menoleh ke Gala. "Iya kan?"

Dia masih tertawa hingga perutnya sakit kemudian Gala juga tersenyum lebar lalu tertawa. Saat itu terjadi, gerombolan mereka sudah masuk satu per satu ke dalam. Mereka semua diam menatap Manggala yang tertawa. Termasuk dia. Ya, sudah bertahun-tahun Manggala tidak pernah tertawa. Jangankan tertawa, tersenyum saja bisa dihitung pakai jari. Lalu matanya menatap Bam yang juga bingung mendengar tawa Gala.

"Jadi...Bam ulang tahun nggak?" Gista bertanya dengan polosnya.

Gala makin tertawa geli, dan itu membuat semua orang tertawa juga. Ya, mereka tertawa. Melepaskan segala beban yang mungkin selalu menghimpit dada. Kemudian dia tahu malam ini akan menjadi malam yang istimewa.

"Okey, ini saya beneran kesel lho diketawain begini," wajah cemberut Gista membuat istrinya ini makin menggemaskan.

Istri? Ya, terkadang dia lupa karena di matanya Gista tidak pernah berubah. Masih seperti dulu. Gadis berlesung pipi dalam yang dia cinta. Kemudian dia merangkul dan memeluk Gista yang masih bingung. Tidak rela wajah menggemaskan ini ditatap lama-lama oleh orang lain.

"Masuk-masuk. Kopi gratis, semua gratis malam ini. Ditraktir Bam yang lagi ulang tahun!" teriaknya yang disambut dengan ledek-ledekan pada Bam.

Dia sendiri masih tersenyum lebar menatap Gista dalam pelukan. "Aku udah bilang, preman nggak ulang tahun."

"Jadi Bam ulang tahun nggak sih? Jangan ketawa-tawa terus dong," protes Gista.

"Iya, Bam ulang tahun," sahut Gala sambil mencoba mengacak rambut Gista.

"Heits, istri gue. Jangan dipegang." Dia langsung menampik tangan Gala.

"Posesif Najis," timpal Bam yang sudah melepas jaket jinsnya.

"Selamat ulang tahun, Bam!" senyum Gala sambil menepuk punggung Bam.

"Monyong lo semua. Ngerjain gue," ujar Bam lalu menoleh ke Gista. "Ta, makasih ya. Kuenya pasti enak. Tapi hari ini bukan tanggal lahir gue."

"Hah? Serius?" cebik Gista kesal. "Jadinya Gala boong?"

"Gala nggak boong, cuma usil aja. Ya, Ga?" sahutnya sambil mengambil kue ulang tahun dari tangan Gista untuk diletakkan di meja.

This CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang