The Unexpected Breakfast

825 187 15
                                    

-Gista-

Layar ponsel dia tatap sedih. Tidak ada balasan dari Pras. Padahal setiap dua jam dia menanyakan keberadaan Pras dimana. Ponsel Pras mati karena pesannya hanya centang satu. Entah kenapa rasa khawatir mencengkramnya kuat. Apa yang terjadi? Dimana Pras? Apa Pras baik-baik saja? Apa teman Pras berbohong soal rumah sakit tadi? Oh, itu hanya sebagian dari jumlah pertanyaan yang terus berputar di kepala.

Mba Gina si konsultan dan tiga karyawan kedai sudah pulang. Kedai sudah sepi, kosong. Biasanya ada Pras di sini bersamanya. Jadi ketika sosok itu tidak ada, semua terasa lebih hampa. Seluruh area kedai sudah rapih dan bersih. Mereka sudah siap menyambut tamu. Saat ini mereka sedang mulai melakukan promosi. Mba Gina mengajarkannya bagaimana membuat konsep marketing di social media. Seluruh pelajaran itu baru untuknya, jadi dia sungguh menikmati. Tapi bahkan itu semua tidak bisa mengalihkan pikirannya yang sedari tadi kembali pada Pras.

Bolak-balik dia memeriksa ponsel. Kalimat pesannya dimulai dari kalimat bertanya normal, kemudian dengan banyak tanda tanya, lalu ditambah tanda seru, dan diakhiri dengan emoticon marah, bingung dan sedih. Apa ini rasanya saat Pras menunggu dia ketika hujan waktu itu. Cemas, bingung, kesal, lalu marah karena dia tidak memberi kabar.

Maafin saya dong, Pras. Kok kamu ngebales saya sih? Kamu nggak pernah menghilang selama ini.

Kepala dia hentakkan ke senderan sofa karena frustasi. Menunggu itu menyebalkan, apalagi menunggu tanpa kabar begini. Ditambah ketidak jelasan hubungan mereka, kemudian bercampur dengan memori mereka kemarin malam. Mereka berci...wajahnya langsung memerah hanya mengingat itu semua. Lalu hatinya sakit lagi. Semua mengaduk-aduk perasaannya.

Denting ponsel membuat dia cepat-cepat melihat benda itu lagi.

Pras: Pulang, Ta. Sudah malam.

Refleks tubuhnya berdiri untuk melihat ke luar jendela.

Gista: Kamu dimana?

Pras: Tidur di kamar atas atau pulang sekarang.

Gista: Saya tanya apa kamu jawab apa. Kamu dimana, Pras?

Pras: Saya minta kamu apa, kamu malah nanya-nanya terus.

Gista: Apa?!! Jangan kayak anak kecil dong, Pras. Kamu dimana sih?

Centang berubah biru tapi tidak ada jawaban. Nomor Pras dia hubungi. Panggilan pertama tidak diangkat, lalu dia bersikukuh menghubungi lagi.

"Ya?" akhirnya Pras menjawab.

"Kamu dimana?" serobotnya. Dia sudah membuka pintu kedai dan memeriksa sekeliling taman depan kedai yang kosong. Motor Pras juga tidak terdengar suaranya.

"Masuk ke dalam. Sudah malam. Kunci pin..."

"Aku duduk di sini sampai pagi kalau kamu nggak jawab pertanyaan aku!" ujarnya emosi.

"Masuk ke dalam, Gista. Kunci pintu kedai, naik ke atas dan kunci pintu balkon kamar. Tidur," nada Pras mulai sama tinggi.

"Nggak mau!" kakinya melangkah ke luar area kedai. Pintu pagar kedai dia buka.

"Ya Tuhan, Gista. Kamu itu nggak denger apa gimana?"

Ada sedan hitam pabrikan Eropa yang parkir tidak jauh dari kedai. Firasatnya ada Pras di dalam mobil mewah itu. Jadi dia melangkah ke sana.

"Saya nggak bisa ke kedai dulu, Ta. Kamu masuk ke dalam..."

Sudah hampir sampai namun dia masih tidak bisa melihat bagian dalam mobil. Langkah terus dia lanjutkan sambil terus menggenggam ponsel di telinga.

This CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang