Fresh from the oven beneran. Sorry kalau typo yah.
***
Suasana kedai sore ini tidak terlalu ramai. Ada enam pelanggan yang sedang sibuk masing-masing. Mengobrol untuk yang berpasangan, mendengarkan musik sambil menatap ponsel, bekerja dengan laptop di sudut, atau hanya merokok ditemani satu cangkir kopi di area depan kedai. Gista sudah sangat terbiasa dan benar-benar suka dengan suasana ini. Ada banyak rasa nyaman, damai, juga tenang di hati. Kali ini, ada rindu terselip di ujung dada. Rindu pada sosok Pras yang biasanya selalu ada di sana.
Pras masih berada di Singapore, atau entah dimana karena Pras tidak mau bercerita tentang keberadaannya. Dasar usil. Tapi ini waktu terpanjang dia tidak melihat sosok Pras. Sekalipun kesal, dia harus mengakui bahwa dia benar-benar rindu dan mulai melakukan hal-hal norak seperti mengulang lagu dari Pras untuknya, atau terus mengenakan kaus Pras hingga dia bisa menghidu harum Pras di sana.
"Ciyeee, kangen yaaah? Melow begitu," ledek Mba Gina.
"Enggak, enak aja," dalihnya.
"Enggak apa, orang dari tadi bengong tuh Mba. Ngeliatin jendela mulu," Sani ikutan meledek juga.
"Beneran enggak," dia mulai merapihkan roti dan croissant sisa di dalam lemari penghangat. Pekerjaan yang sebenarnya tidak perlu.
"Nggak ada kuliah hari ini emangnya?" Mba Gina duduk di kursi tinggi meja barista.
Kepalanya menggeleng. Berusaha fokus pada roti-roti itu yang sedang dia tata.
"Beneran nggak kangen Pras?"
"Enggak."
"Enggak beneran jadi bener dong," kekeh Mba Gina.
"Mba Gina kok usiiiiil. Jangan ikutan Sani dong."
Mba Gina dan Sani tertawa geli. Pintu kedai berdenting hingga refleks tubuhnya tegak berdiri untuk melihat siapa yang datang. Pegawai kedai yang lain sudah mengucapkan salam 'selamat datang di Kopi Langit' dan sayangnya, bukan Pras yang datang. Basma, Zaki dan satu perempuan entah siapa masuk.
"Sore, Gistaa..." senyum Basma dan Zaki mengembang lebar. "Kedainya keren."
"Eh, masuk-masuk. Silahkan duduk. Kok kalian tahu?" senyumnya mengembang lebar karena suka tidak suka teman kampusnya saat ini hanya Basma.
"Tahu dong. Basma udah lama tahu, tapi mau ke sini, ngeri," jawab Zaki. Mereka bertiga sudah duduk di salah satu kursi.
"Kok ngeri?"
"Ada Bang..." kalimat Zaki terpotong karena mata Basma menatap Zaki tajam.
"Prasma?" tebaknya.
Zaki tersenyum kecil. "Menu di sini yang enak apa?" dua temannya itu mengalihkan pembicaraan.
Belum sempat dia menjawab, sudah ada suara di belakangnya.
"Kopi, di sini kedai kopi. Nggak bisa baca plang di depan," suara Pras sudah ada di belakang mereka.
Karena terkejut dia membalik tubuh dan menemukan laki-laki itu di sana. Masih dengan kaus, celana jins, sepatu converse, seperti baru tiba. Masuk darimana?
"Bang..." Zaki sudah tersenyum serba salah sementara Basma menatap Pras tajam.
Hadeeehhh, keluhnya dalam hati.
"Halo Bang Pras. Kita mau kumpul di sini boleh ya," ujar satu perempuan tadi.
"Boleh tapi Gista sibuk," Pras memanggil pegawai yang lain untuk melayani Basma dan kawan-kawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
This City
RomanceIni kisah tiga yang berbeda. Tentang cinta, tentang hidup, tentang persahabatan, dan tentang mereka. Benang cerita terulur panjang, namun terjalin pada kota yang sama. Nikmati dengan secangkir kopi, sambil mendengar lagu favorit mereka. Herjuna. Set...