Absence

1.1K 246 13
                                    

-HERJUNA-

Seluruh janji temu pagi sudah dia selesaikan. Paginya padat sekali. John menepuk pundaknya ringan ketika mereka keluar dari ruangan meeting.

"Waiting for important call?" John menatapnya yang sedang menggenggam ponsel saat ini. Ya, dia masih menunggu pesan balasan dari Nadin yang tidak kunjung tiba.

"Yes. Sorry for the lunch today. I already have another appointment." Siang ini John tiba-tiba mengajaknya makan siang non-formal. Hanya beberapa tim committee saja, dan dia harus menolak tawaran itu karena dia benar-benar ingin bertemu Nadin.

John tersenyum lebar. "It's oke. It's a sudden request also. But tomorrow you can't skip our lunch with our important client. Make sure you're coming oke?"

"Of course. I will keep it in mind. Have a nice lunch, John."

"You too."

Mereka berpisah di koridor. Dia menaiki tangga berputar di loby untuk menuju ruangannya, sementara John berjalan lurus di lantai yang sama. Ketika sudah tiba di depan ruangan, dia menghampiri meja Irna, sekertarisnya.

"Ir, sudah ada pesanan saya?"

"Ini, Pak. Baru aja saya ambil di bawah. Dari kedai kopi yang Bapak bilang. Tulisannya sudah sesuai, Pak?" Irna menyodorkan satu cup kopi dengan tulisan tangan 'I'm Sorry'.

Dia tersenyum mengangguk. "Iya."

"Lagi berantem sama Mba Nad, Pak?" Irna tersenyum penuh arti.

"Lagi ngambek dia sama saya."

"Bapak dan Mba Nad...?" Ekspresi Irna berubah menjadi serba salah, seperti kelepasan bicara. "Maaf, Pak. Saya nggak maksud kurang ajar."

"Bukan, saya dan Nad teman biasa. Jangan bikin gossip."

"Oh pantes." Satu tangan Irna menutup mulutnya dan ekspresinya seolah berkata 'ups'.

Semua itu dengan sukses membuat dahinya mengernyit. "Maksudnya apa?"

"Nggak, minggu lalu kami lihat Mba Nad jalan sama Axel. Anak Marketing yang ganteng itu lho, Pak."

"Dimana?"

Pertanyaan itu menggantung tidak terjawab karena telpon di meja Irna berbunyi. Kemudian dia masuk meletakkan buku dan tabletnya di meja dan mulai melangkah menuju area tempat meja Nadin berada. Satu cup kopi tadi sudah dia bawa untuk dia berikan pada Nadin.

Masih pukul 11 siang, tapi beberapa orang sudah mulai pergi meninggalkan meja kerjanya. Entah untuk meeting lain atau untuk mulai makan siang lebih awal. Deretan meja di sekeliling Nadin tidak terlalu ramai. Biasanya divisi tempat Nadin bekerja memang sibuk sekali. Meeting dan jam kerja panjang melebihi divisi-divisi lainnya. Kemudian dia tersadar, betapa Nadin selama ini selalu berusaha meluangkan waktu untuk dia seberapa sibuknya Nadin dengan pekerjaannya sendiri. Oke, kenyataan itu membuatnya merasa lebih bersalah lagi.

Meja Nadin kosong. Tidak ada tas atau outer hangat panjang yang biasanya dia sampirkan di kursi. Heels hitam dengan sol merah kesayangannya juga tidak ada di kolong meja, juga sendal jepit cantik merk ternama absen dari sana. Tapi barang-barang di atas meja Nadin meriah sekali. Ada buket bunga berukuran pas dan cantik bertengger di mejanya, juga boneka teddy bear berukuran sedang keluaran Teddy House yang dia tahu harganya hampir satu juta, belum lagi satu kotak Guylian Belgian Chocolate dan beberapa coklat merk lain. Wow, seperti perayaan Valentine setiap hari, meriah sekali.

"Eh, Pak Direktur. Nyariin Nadin?" Linda datang dari arah berlawanan sambil membawa laptop. Dugannya wanita itu baru selesai meeting. Meja Linda dan Nadin memang berdekatan.

This CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang