Can you promise me?

704 136 13
                                    

-Raya-

"Cheers! Buat calon hot mama yang masih denial," Nadin terkekeh konyol.

Mereka berempat berada di kedai kopi Langit berkumpul di bulan ketiga setelah pernikahannya. Gelas-gelas kopi beradu saat mereka melakukan toast.

"Gue nggak denial, rese. Gue cuma bilang gue telat tiga hari. Elo yang nyimpulin sendiri gue hamil. Semalem gue test pack masih negatif," sahut Raya sambil tertawa ringan.

"Lo harus menerima dengan sabar segala pergunjingan duniawi yang 90% isinya bakalan elo doang," Ersa menimpali.

"Ya, masa mau ngeledekin Nadin yang jomblo, atau Ersa yang bertepuk sebelah tangan," Jelita menambahkan.

"Hadedeeeh...mentang-mentang baru jadian. Sombong kali kau," cebik Ersa.

"Eh, tapi gue heran ya. Kumpul kalau nggak direncanain malah pada bisa. Tapi kalau direncanain pasti ada salah satu yang nggak bisa. Nggak lengkap," dia angkat bicara lagi.

"Siapa yang nggak dateng tu kemarin? Siapa?" protes Jelita- sambil melirik pada Ersa.

"Sorry, gue beneran salah makan jadi kebelet terus. Kan nggak enak kamar mandi baru rumah Raya gue bom nanti," daling Ersa.

"Hidih, untung aja enggak," dia bergidik ngeri sambil pasang tampang konyol.

"By the way, gue penasaran satu hal. Si istrinya Ansel itu cantik tapi galak ya. Mukanya tu apa ya. Kayak selalu waspada, tegang gitu. Siapa namanya?" Nadin berusaha mengingat. "Ah, Clara."

"Naad, nggak boleh ngomorngin orang," Jelita memperingati.

"Gue nggak ngomongin orangnya, tapi kenapa? Alasan dibalik itu apa? People don't act without reason. Apalagi ke orang yang baru kenal."

"Naah, mungkin karena itu. Baru kenal," sahutnya berbaik sangka.

"Cara Clara ngeliatin Adit itu, apa ya. Ah udahlah, gue kebanyakan nonton film detektif," ujar Nadin.

"Hey hey, sejujurnya, gue pun punya asumsi-asumsi ketika gue pertama dekat sama Adit." Bagaimanapun dia harus membela suaminya. "Tapi seluruh asumsi gue nggak terbukti. Dan Clara, itu istrinya Ansel. Sahabat dekat Adit. Masa mereka..."

"Ssst, nggak usah diterusin. Nadin lagi sensi jadi overthingking," kepala Jelita menggeleng.

"Iya, sorry. Maafin gue, Ya."

Dia tersenyum berusaha percaya dengan apa yang dia katakan barusan juga. Firasat Nadin sama dengan miliknya. Ersa bisa salah menerka, Jelita bisa terlalu berasumsi baik, tapi biasanya dia dan Nadin 90% benar.

Hhhh, jangan mulai Raya. Karena kalau Clara dan Adit ada apa-apa. Nggak mungkin Adit undang mereka berdua makan malam. Dan Ansel sudah pasti bakalan murka. Pasti begitu. Kenyataan yang dia lihat sikap Ansel dan Adit selayaknya dua sahabat yang baik-baik saja.

"Btw, adek lo udah punya pacar?" tanya Ersa usil sambil melirik Prasmadita Winata yang berada di balik mesin kopi. Ya, kedai kopi langit adalah milik Prasma, adik Nadin.

"Salah pertanyaannya. Harusnya lo nanya gini. Prasma lagi jalan sama siapa aja? Lo tahu adek gue emang dingin tapi bisa gonta-ganti cewek kayak ganti baju. Libido tinggi," jawab Nadin cuek.

"Masa sih? Nggak kelihatan tuh, kayaknya cool aja," tatapan Ersa masih penuh selidik.

"Ca, gue geli banget lo mau nge-gebet adek gue. Itu Prasma, adek gue, Ca. Kebangetan lo," Nadin menggeleng tidak percaya.

"Eca apa aja juga diseruduk. Apa tadi kata lo, Nad? Libido tinggi." Mereka terkekeh bersama.

"Siaaal. Hey, hey. Spotlight bulan ini masih Raya si newly wed. Better kita tanya Adit sehebat apa di ranjang..."

This CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang