Blessing

798 184 41
                                    

Nggak panjang, biar kalian minta nambah.

***

Pintu ruang kerja yang bertuliskan Hirawan Winata dia tatap. Pagi ini Herjuna memang sudah membuat janji khusus untuk bertemu dengan ayah dari wanita yang dia cinta untuk meminta restu atas hubungan mereka, dan untuk menikahi Nadinia Winata.

Cemas sudah menghantui sejak semalam, setelah dia berada di kamarnya sendiri dalam hotel mewah yang tidak bisa menghiburnya sama sekali. Keluarga Winata adalah salah satu keluarga terpandang. Bahkan mereka punya lebih banyak daripada keluarga Alea dulu. Sementara keluarganya sendiri masih sama. Ayah pemabuk dan pemadat yang masih di penjara. Ibu yang menjadi korban ayahnya dan sudah meninggal dunia. Ya, dia masih Herjuna yang sama.

Lo nggak bisa milih keluarga lo siapa, Jun. Nggak bisa. Itu di luar control lo sendiri. Saat ini lo berbeda. Lo sudah sukses, lo punya jabatan dan bisa menafkahi Nadin dengan sangat layak.

Kalimat itu adalah kalimat yang dia ulang-ulang sejak semalam. Untuk menumbuhkan sedikit rasa percaya diri. Karena dia tidak mau mengulangi salah yang sama. Dia sudah tidak bisa meninggalkan Nadin apapun alasannya.

Nafas dia hirup dalam-dalam dua kali, menatap tembok besar Cina yang harus dia daki pagi ini. Senyum dan tawa Nadin juga seluruh rasa yang tergambar jelas pada mata wanita itu dia putar ulang di kepala. Sambil menyiapkan diri untuk menerima segala sikap dingin, penolakan, atau bahkan caci maki jika memang harus demikian. Udara dia hembuskan perlahan, kemudian dia mengetuk pintu itu.

"Ya, masuk," balas suara di dalam.

"Selamat pagi," sapanya.

Hirawan Winata berdiri kemudian mempersilahkan dia duduk. Sebelum itu dia mengulurkan jabatan tangan untuk memperkenalkan diri.

"Perkenalkan saya Herjuna, teman dekat Nadin, putri anda."

Jabatan tangan Hirawan kuat. Pandangan mata laki-laki paruh baya ini tajam, menatapnya penuh selidik. Dia duduk berusaha untuk tetap tenang.

"Terimakasih anda menyempatkan diri untuk bertemu saya."

"Tidak masalah. To the point saja, apa maksud kamu datang ke sini?"

"Saya dan Nadin..." dia berhenti sejenak mencari-cari kalimat pada otaknya yang buntu. "...to the point. Okey. Saya mencintai putri anda, Nadinia. Jadi saya ingin meminta restu untuk menikahi putri anda dalam waktu dekat ini."

Punggung Hirawan senderkan pada kursi kerja. Dahi laki-laki itu mengernyit seperti berpikir.

"Saya tidak bermaksud menganggetkan anda. Tapi saya dan Nadin sudah kenal lama. Lebih dari lima tahun. Awalnya hubungan kami sebatas teman kerja, tapi setelah itu saya ingin serius dengan Nadin."

"Lebih dari lima tahun. Berarti kamu tahu soal Henry?"

Kepalanya mengangguk. "Ya, saya datang ke rumah sakit ketika insiden itu terjadi."

"Jadi apa yang membuat kamu berbeda dari Henry?"

Nafas dia hirup lagi. "Saya baru sadar bahwa saya sudah jatuh cinta pada putri anda satu bulan yang lalu. Di bulan yang sama Nadin pergi ke sini untuk menikahi orang lain. Jika saya hanya ingin main-main dengan Nadin, saya tidak akan langsung melamarnya. Henry dan Nadin berhubungan lama. Cukup lama hingga hal-hal yang tidak diinginkan terjadi." Dia memberi jeda. "Saya mencintai putri anda dan akan menjaga dia, kehormatannya, dan kebahagiaannya. Saya bukan Henry atau laki-laki lain yang punya niat tidak tulus pada putri anda."

"Keluargamu?"

Dia diam sejenak. "Saya tidak bisa memilih siapa orangtua saya. Saya tidak datang dari keluarga yang beruntung seperti keluarga anda. Tapi saya yakinkan anda, bahwa dari semua hal yang terjadi dalam hidup saya, saya belajar, dan saya tidak akan mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh orangtua saya."

This CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang