-Gista -
Pintu kedai masih terkunci ketika dia tiba keesokkan pagi. Sebenarnya lima belas menit lebih cepat dari jam delapan. Itu semua karena dia terlalu bersemangat atas pekerjaan sambilan yang dia sudah tunggu-tunggu. Bodohnya dia tidak punya nomor ponsel Pras, dan sialnya ponsel yang dia punya tidak bisa dia gunakan, sudah lama. Jadi dia tidak tahu bagaimana cara menghubungi Pras.
Bangunan kedai dia putari dan menemukan ruangan terkunci di belakang, yang dihadapannya terdapat tangga besi hitam naik ke atas. Baru menyadari bahwa bangunan kedai memiliki dua lantai. Karena penasaran dia mendaki anak tangga ke atas lalu menemukan balkon besar yang asri. Sayang, pintu menuju balkon besar itu terkunci jadi dia hanya bisa berdiri memperhatikan dari anak tangga.
Ada ruangan di area ujung balkon dengan pintu-pintu kaca dan tirai putih. Matanya tidak bisa lepas memperhatikan ruangan yang menyerupai kamar besar itu. Tirai putih sedikit terbuka lalu tanpa dia duga dia melihat seorang perempuan berambut panjang berdiri di belakang sesosok laki-laki yang membelakangi perempuan itu. Rambut laki-laki itu panjang sebahu. Pras?
Kepalanya makin melongok panjang karena penasaran. Dua sosok itu membelakangi dirinya dan ternyata setelah dia makin memfokuskan mata, si wanita sedang memeluk sang laki-laki. Dia diam sejenak, termenung sendiri. Ada rasa tidak nyaman yang menelusup perlahan. Mungkin karena angin pagi hingga dia merasa dadanya berdesir nyeri. Nyeri? Nyeri karena apa? Cepat-cepat dia membalikkan tubuh lalu turun dari tangga itu dan berjalan ke arah teras depan lagi.
Nafas dia atur panjang-panjang karena dadanya berdebum tidak beraturan. Dia memutuskan untuk duduk di anak tangga menuju teras untuk menenangkan diri. Laki-laki tadi berambut sebahu, itu pasti Pras. Kemungkinan besar Pras tinggal di lantai atas bangunan ini. Ya, laki-laki itu pemiliknya. Namun, siapa wanitanya? Kenapa bisa wanita itu datang sepagi ini? Atau mungkin sejak semalam? Jadi mereka menginap di dalam kamar bersama?
"Saya nggak kenalan sama cewek. Tapi saya ajak naik ke atas tempat tidur, setelah sama-sama puas, kita say bye. Begitu aturan mainnya dengan saya. Mau?"
Kalimat Pras saat mereka pertama bertemu terngiang lagi. Jadi, apa wanita tadi tidur dengan Pras? Seberapa sering Pras berganti wanita? Apa Pras sebrengsek itu? Tapi dengannya Pras normal saja. Ya masih menyebalkan, dan sering meledeknya, tapi tidak lebih dari itu.
Karena kamu cewek kampungan dari desa yang ponsel aja nggak punya, Gista. Kamu karyawannya, bukan pacarnya.
Hah, apa pedulinya? Kenapa juga dia harus peduli? Yang penting dia dapat pekerjaan hingga kuliahnya selesai, lalu mencari pekerjaan lain yang lebih mapan. Tapi kenapa jantungnya tidak mau diam? Juga rasa kesal yang naik tiba-tiba membuat dia bingung sendiri. Apa-apaan sih?
Pintu kedai terbuka lalu refleksnya berdiri. Sudah ada seorang wanita berambut burgundy yang tergerai indah, dengan pakaian yang up-to-date dan wajah bersih terawat hingga mengkilat.
"Eh, pagi," wanita itu menatapnya penuh selidik.
"Pagi," jawabnya canggung. "Saya karyawan di sini, Mba."
"Oh, karyawan. Pras ada tuh di dalam. Masuk aja," wanita itu tersenyum kecil. "Jalan dulu ya. Nanti malam gue balik lagi. Jagain Prasma dan jangan macam-macam karena lo bakalan urusan sama gue," ujar si wanita sambil melangkah pergi.
Lagi-lagi dia menghirup nafas panjang serta menggelengkan kepala. Mengusir rasa jengah yang sedari tadi sudah mampir di dada. Kemudian dia masuk ke dalam dan menemukan Pras muncul dari balik dinding ujung ruangan yang terdapat tangga di sana.
"Kamu kesiangan," ujar Pras sambil berjalan ke meja bar. Jam di dinding kedai menunjukkan pukul delapan lima belas.
"Saya kepagian, tapi pintu di kunci. Jadi saya nunggu di depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
This City
RomanceIni kisah tiga yang berbeda. Tentang cinta, tentang hidup, tentang persahabatan, dan tentang mereka. Benang cerita terulur panjang, namun terjalin pada kota yang sama. Nikmati dengan secangkir kopi, sambil mendengar lagu favorit mereka. Herjuna. Set...