Part 14

285 43 0
                                    

Mark mengendarai mobilnya membelah jalanan kota yang begitu ramai dengan sangat cepat. Tidak tau akan pergi ke mana, yang jelas ia sedang tidak ingin pulang ke rumah sekarang.

Entahlah, Mark hanya ingin menenangkan diri, sejenak mendinginkan pikirannya yang dipenuhi oleh Lee Taeyong, manusia yang paling ia benci. Kejadian hari ini benar - benar membuatnya marah dan kesal.

Pertama, tadi Taeyong sakit dan Lucas lah yang menjaganya, si lelaki asal Hongkong itu bahkan lebih memilih meninggalkan pelajaran ketimbang membiarkan Taeyong di UKS sendirian. Mark tidak mengerti mengapa ia bisa seperti ini. Rasa tak suka menggerogoti hatinya mengetahui fakta bahwa Taeyong memiliki kedekatan dengan sang sahabat.

Kedua, ketika Mark baru saja sampai di parkiran, ia jelas melihat Taeyong masuk ke dalam mobil Johnny. Mark tentu mengenal siapa itu Johnny, siapa yang tidak tau dengan mantan ketua OSIS Neo City Internation High School. Sifatnya yang ramah, ditambah lagi wajahnya yang tampan dan rupawan menjadikannya idola bagi kalangan siswa dan siswi seantero sekolah.

Kekesalan Mark memang tidak beralasan, ia tidak seharusnya menjadi marah dan kesal. Ingatkan Mark jika ia dan Taeyong tidak memiliki hubungan apa - apa. Mark tidak memiliki hak untuk melarang Taeyong berhubungan dengan siapa saja, termasuk Johnny dan Lucas sekalipun.

"Arghhhhh!." Mark menghentikan mobilnya di pinggir jalanan sepi, memukul stir mobilnya dengan sangat kasar hingga membuat jarinya memerah seketika. "Dasar sialan!. Aku membenci mu Tae, sangat - sangat membenci mu!."

Mark tertawa sumbang dan tersenyum miring. "Tidak ku sangka ternyata kau semurahan ini. Pagi bersama Lucas dan sore bersama Johnny. Jangan - jangan malam hari kau pergi untuk menjual diri."

"Argggh sialan, sialan, sialan!." Mark kembali memukul stir mobilnya bertubi - tubi menghiraukan rasa sakit yang semakin menjadi.

"Lihat saja Taeyong, aku tidak akan pernah membiarkan mu bahagia!. Tidak dengan Lucas, Johnny, atau siapapun itu orangnya!."

"Bagaimanapun juga kau tidak pantas bahagia setelah menghancurkan hidup ku dengan melenyapkan ibuku."

*******

Mark memasuki halaman rumahnya ketika waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Hawa dingin begitu terasa menerpa kulitnya, karena hujan baru saja mereda.

Rumah besar yang ia tempati selama kurang lebih selama enam tahun ini selalu saja tampak sepi seperti biasanya. Ayah Mark begitu gila kerja sejak kematian ibunya, bahkan Mark bisa menghitung menggunakan jari berapa kali mereka menghabiskan waktu bersama. Mark merasa kesepian, namun ia tidak bisa mengeluh atau protes terhadap ayahnya.

Mark tau ayahnya memiliki suatu alasan untuk semua yang ia lakukan, selain untuk mencari uang guna membiayai seluruh kebutuhannya agar ia selalu hidup layak dan berkecukupan, ayahnya juga ingin melupakan kesedihan akibat di tinggal oleh orang tersayang. Mark tau itu karena ia pun ikut merasakan.

Mark membuka pintu rumahnya dengan sedikit kasar. Melempar tasnya ke sembarang arah dan merebahkan tubuhnya di sofa.

"Tuan muda sudah pulang?." Bibi Sim yang merupakan pembantu rumah tangga Mark mengahampiri anak majikannya yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri setelah sebelumnya mengambil tas yang tadi Mark lempar.

Mark membuka mata, menatap bibi Sim tanpa merubah posisinya. "Ya bi."

"Ingin bibi buatkan sesuatu?. Tuan muda ingin makan malam apa?."

Mark menggeleng lalu bangkit dari posisi tidurnya. Tersenyum tipis, ia menghampiri Bibi Sim dan mengambil alih tas yang di pegang si wanita paruh baya.

Distance (Markyong) // On HoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang