Part 1

555 65 5
                                    

6 Tahun kemudian

"AKU MEMBENCI MU TAEYONG!!. DEMI TUHAN AKU SANGAT - SANGAT MEMBENCI MU!!!. MULAI SEKARANG PERGI DARI HIDUP KU DAN JANGAN GANGGU AKU LAGI!!. SETELAH HARI INI AKU TIDAK AKAN SUDI BERTEMU DENGAN MU APALAGI MENATAP WAJAH MU!!. KAU PEMBUNUH TAEYONG KAU PEMBUNUH!!. KAU YANG TELAH MEMBUAT KU DAN AYAH KU KEHILANGAN IBU KU!!!."

Taeyong bergerak gelisah sambil bergumam dengan air mata yang mengalir di pipinya. "Mian hyung, mian........" Taeyong semakin terisak dalam tidurnya.

"Jangan membenci ku aku mohon hyung jangan membenci ku, aku bukan pembunuh hikkssss......"

"Dek bangun!." Pemuda itu menepuk pelan pipi Taeyong namun tidak ada respon sama sekali.

Pemuda itu kembali menepuk pipi Taeyong perlahan. "Yongie bangun sayang!."

Pemuda itu pun tersentak ketika Taeyong secara tiba - tiba terbangun dan langsung menerjang tubuhnya.

"Hei tenang, tidak apa - apa?!." Ucap pemuda itu. Pemuda itu melepaskan pelukan Taeyong darinya. Ia kemudian menangkup wajah cantik di hadapannya sembari tersenyum tipis.

"Jangan menangis, hyung ada disini!." Pemuda itu menatap wajah sang adik yang begitu menyedihkan. Ia menghela nafas kemudian menyeka air mata yang mengalir membasahi pipi putih itu.

"Jeno hyung, Yongie bukan pembunuh hikkss...." Jeno kembali mendekap tubuh sang adik yang, membiarkan laki - laki manis itu menumpahkan segala kesedihannya. Ia tahu seberapa besar rasa bersalah yang di rasakan sang adik kepada orang itu hingga mimpi buruk selalu menghantuinya.

"Hyung tau, hyung tau itu. Tenanglah, hyung ada disini untuk mu, hyung akan selalu disamping mu dan melindungi mu." Jeno tersenyum kemudian mengecup dahi sang adik lama.

Taeyong pun mengangguk, sedikit merasa lebih lega sekarang. Jeno selalu saja memiliki cara untuk menenangkannya.

"Terima kasih hyung."

*******

Di sinilah Taeyong sekarang, di parkiran sekolah barunya bersama Jeno. Setelah menyelesaikan sarapannya tadi, Taeyong mengajak Jeno untuk segera berangkat menuju sekolahnya, padahal bisa di bilang hari masih cukup pagi.

Entahlah Taeyong begitu bersemangat hari ini, maklum akhirnya dia bisa bersekolah kembali setelah sekian lama hanya belajar di rumah karena Home Scholling. Masalah kesehatan lah yang membuat Taeyong terpaksa melakukannya. Sang ibu merasa sedikit khawatir jika Taeyong bersekolah seperti anak biasanya, Yoona takut trauma yang di alami Taeyong kambuh secara tiba - tiba dan membuat teman - teman anaknya itu nanti merasa terganggu. Akhirnya ia pun memilih opsi Home Schooling demi kebaikan bersama.

Tapi tenang saja kini Taeyong sudah baik - baik saya meski terkadang mimpi buruk masih kerap menghantuinya. Ya berterima kasihlah kepada orang tuannya, kalau bukan karena usaha Donghae dan Yoona yang setiap sebulan sekali membawa Taeyong ke psikiater untuk di periksa dan melakukan terapi penyembuhan, mungkin Teyong tidak akan bisa seperti sekarang.

"Hyung ayo kita turun!." Taeyong mengguncang lengan Jeno yang masih setia berpegang pada stir mobilnya.

"Apa kau sudah siap Yongie?." Tanya Jeno sembari melepas seat belt dari tubuhnya.

"Ya hyung." Taeyong mangangguk semangat kemudian ikut melepas seat belt dan turun dari mobil hyungnya.

Taeyong memandang Jeno yang kini menarik lengannya untuk ditautkan dengan lengan sang kakak. Jika seperti ini bukankah mereka lebih terlihat seperti sepasang kekasih dari pada kakak beradik?.

Distance (Markyong) // On HoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang