3.VioNa

294 159 50
                                    

Matahari mulai menyapa tidur nyenyak gadis yang masih terlihat asik dalam tidurnya. Cahaya matahari sepertinya tak memberi izin lagi untuk perempuan itu tertidur.

Matanya mulai terbuka dengan perlahan, ia masih berusaha mengumpulkan nyawanya yang masih diambang kesadaran.

Dirasa nyawanya sudah mulai terkumpul ia bersiap untuk mandi dan menyiapkan perlengkapan lainnya.

Hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk siap dan sudah mengenakan pakaian lengkap, dengan pelan Vio membuka pintu kamarnya, pandangan pertama yang Vio dapati adalah ibunya yang sudah duduk dengan tenang dimeja makan.

"Selamat pagi Vio" sapa ibunya.

"Pagi bu"jawab Vio, Vio memilin jarinya, perasaan gugup mulai mendera tubuhnya, bisa di bilang Vio ini memiliki kepanikan yabg berlebihan. Bahkan keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya.

Melihat gelagat aneh dari anaknya, sepertinya ia paham. "Ada yang ingin Vio sampaikan sama ibu?" tanya nya lembut.

Vio menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskan kan nafasnya secara perlahan begitu seterusnya sampai dirasa ia mulai tenang. "Semalam Vio lihat ibu sama laki-laki yang sudah cocok menjadi anak ibu, ibu terlihat sangat mesrah sekali. Buk apa ibu gak bisa keluar dari pekerjaan haram itu? Vio udah kerja buk, Vio kerja di cafe bahkan Vio nitipin kue-kue kewarung, biar ibu gak kerja kayak gitu lagi" cicit Vio tak berani menatap mata ibunya.

"Ibu gak bisa berhenti Vio, lebih baik kamu saja yang berhenti dari pekerjaan kamu itu, biar ibu aja yang kerja".

"Apa ibu mau menghidupi Vio dengan uang haram?".

Nafas Vanya terasa tercekat mendengar ucapan Vio, ia tak bisa keluar dari pekerjaan haram seperti itu.

"Vio lebih baik kamu segera berangkat sekolah, takutnya kamu telat" nada suara ibunya telah berubah, membuat Vio menelan ludahnya dengan susah payah. Dengan berat hati akhirnya Vio bangkit dari duduknya tidak lupa menyalami ibunya.

"Vio pergi buk, assalamualaikum" pamitnya dengan suara kecil.

Setelah dirasa Vio sudah menghilang dari bilik pintu.

"Waalaikumsalam" ucapnya, rasanya Vanya sangat malu mengucapkan itu, dirinya yang penuh akan dosa membuat nya malu. Bahkan ia meminta jika Vio bertemu dengannya di luar rumah, agar pura-pura tak mengenal nya, ia takut Vio akan menjadi bahan bully-an ketikan tahu bahwa ia hanyalah wanita bayaran.

Pagi ini Vanya kembali menangis, mengingat nasib buruk Vio yang harus lahir dirahim wanita berpelakuan rendah seperti dirinya.

***

"Pak Vio janji gak akan telat lagi, tapi Vio mohon tolong bukain pintunya, lagi pula Vio hanya telat dua menit" mohonnya kepada penjaga gerbang tersebut.

Penjaga gerbang itu menghembuskan nafasnya kasar. "Baiklah saya buka kan tapi ingat jangan di ulangi lagi".

Vio yang mendengar nya seketika berbinar. "Makasih pak makasih, makasih banget" ucap Vio bahkan saking senangnya ia mengucapkan terimakasih berkali-kali membuat penjaga gerbang itu risih sendiri.

"Sudah-sudah sana masuk" perintahnya membuat Vio mengangguk-anggukkan kepalanya.

Vio melangkah dengan pelan takut ketahuan guru bahwa ia terlambat, sepertinya pembelajaran sudah dimulai, lebih baik Vio pergi ke UKS saja.

Kaki Vio mulai melangkah menyusuri koridor menuju UKS, setelah sampai Vio membuka pintu UKS dengan pelan.

"Vio"kaget seseorang itu. "Ngapain kamu disini?".

"Loh Edgar" ucap Vio tak kalah kaget.

"Kamu ngapain disini?" ulangnya karna belum mendapatkan jawaban dari Vio.

VioNa (RUBAH ALUR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang