2.4

202 61 13
                                    


Angin berhembus kencang, menerbangkan helai rambut Kanaya. Kanaya berjalan dengan anggun walau menggunakan celana jeans dan blouse bewarna putih. Hari ini adalah hari ketiga setelah dirinya keluar dari rumah sakit. Sudah berkali-kali Rangga menanyakan kabar Kanaya, entah secara langsung atau hanya lewat chat saja. Dan kini, laki-laki itu berdiri tepat di hadapannya.

"Halo, pagi." Ucap Rangga yang berdiri di depan pintu kelas.

Kanaya mengangguk menanggapi sapaan Rangga. Setelah dirinya menempati sebuah kursi, Rangga kembali ke kursinya, padahal dari tadi Rangga hanya berdiri di depan pintu.

Kanaya meninggalkan ruangan kelas untuk menghampiri Jeffry yang sudah menunggunya di ruang rapat. Beberapa waktu lalu Jeffrey menghubungi Kanaya untuk datang ke ruang rapat membahas tentang pertemuan yang akan dilaksanakan dua hari lagi.

"Halo, Kanaya!" Sapa Jeffrey setelah melihat Kanaya duduk di dekatnya. "Halo, Rangga!" Lanjut Jeffrey yang membuat Kanaya mengalihkan pandangannya kearah pintu.

Rangga duduk tak jauh dari Kanaya, lalu menatap Kanaya yang juga menatapnya. Mata mereka bertemu dan dari keduanya tak berniat untuk mengalihkan pandangan.

"Ekhem, ayo kita bahas." Celetuk Tiana.

"Sebelumnya aku mau tanya, Nay. Kamu dua hari lagi beneran bisa ikut kan? Denger-denger kamu habis dari rumah sakit." Tanya Jeffrey memastikan, ia tak akan memaksa Kanaya untuk ikut apalagi karena kesahatan Kanaya.

"Bisa kak, lagi pula ini udah sehat kok." Jawab Kanaya sembari mengulas senyum.

"Terus kalau enggak Kanaya mau siapa, Kak?" Tanya Rangga.

"Ada Hani, ada Matem, banyak kok." Jawab Tiana meyakinkan kembali bila Kanaya memang belum cukup sehat, dirinya tidak ikut pertemuan.

Jarum jam telah menunjukkan pukul lika petang, Kanaya berjalan meninggalkan ruang diskusi. Suara langkah kaki yang menderu mulai mendekati Kanaya, perasaan Kanaya mulai tak enak. Rangga berjalan disamping kanannya sembari membahas tentang barang bawaan untuk pertemuan lusa. Kanaya berusaha menjawab apa adanya karena tak ingin memperpanjang topik bersama Rangga. Hingga seorang pemuda datang, dengan tas ransel yang hanya menggantung di salah satu sisi pundak.

"Nay? Udah pulang, kan?" Tanya Matem tanpa memperdulikan Rangga yang ada di sebalah Kanaya.

Kanaya mengangguk lalu memberi kode dengan mata seolah-olah mengatakan "Matem ayo pulang.".

Matem yang mengerti akan kode itu mulai menarik lengan Kanaya untuk lebih dekat dengan dirinya, "Ngga gue anter Kanaya pulang dulu ya." Ucap Matem lalu menatap Kanaya yang tersenyum bahagia.

Rangga menangguk, "Iya, jangan lupa nanti malem buat PDF bareng ya." Ucap Rangga mengingatkan Kanaya dan Matem.

Matem mengangguk paham lalu menjauhi Rangga, masih dengan tangan yang memegang erat Kanaya.

Kanaya menempatkan diri di kursi penumpang yang berada di sebelah kursi kemudi, lalu memakai sabuk pengaman sesuai dengan peraturan. Matem menatap Kanaya saat mobil mulai menjauhi area universitas, dengan tatapan tajam penuh arti Kanaya mengalihkan pandangan untuk menghindari ceramah yang akan dilontarkan oleh Matem.

"Makin deket ya sama Rangga?" Tanya Matem menginterogasi.

"Enggak juga, kan deket gara-gara himpunan," jawab Kanaya justru membuat Matem semakin menatap tajam dirinya.

"Jangan deket deket, gue gasuka." Ucap Matem dengan penekanan. Informasi yang dikirim Jeno membuat Matem sangat overthinking, memang, menurutnya Rangga lebih baik daripada saat SMA. Tapi itu tak menutup kemungkinan kalau hal masalalu tak akan terjadi lagi.

Lost Fighter | Dita  [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang